Suarakita.org- Puluhan orang menggenakan atribut ungu mewarnai lalu lintas Bundaran Hotel Indonesia, Rabu 12 Agustus 2015. Di antara mereka ada yang membagikan selebaran, permen berwarna ungu dan balon ungu kepada setiap pengguna jalan. Ada pula yang berdiri saja sambil memengang spanduk bertuliskan Purple My School; Stop Bullying, Ciptakan Lingkungan Sekolah yang Aman dan Hargai Perbedaan.
Dari selebaran yang dibagikan, kampanye Purple My School adalah aksi kampanye melawan bullying. Kampanye Purple My School lebih fokus pada kerentanan murid-murid LGBTI atau murid yang memiliki ekspresi gender atau orientasi seksual ‘berbeda’ . Aksi ini digalang oleh tiga organisasi, yakni; Aliansi Remaja Independen (ARI), sebuah organisasi orang muda yang fokus pada isu kesehatan, pendidikan dan ketenaga-kerjaan. Lalu ada Into The Light Indonesia sebuah komunitas yang fokus pada pencegahan bunuh diri. Dan Sudah Dong, sebuah gerakan anti-bullying.
Febelyn, koordinator aksi dari Sudah Dong menjelaskan bahwa aksi ini berangkat dari kondisi banyaknya aksi bullying baik dalam bentuk verbal maupun fisik yang terjadi terutama di sekolah-sekolah, “Ini memprihatinkan”, ungkapnya. Tujuan aksi ini pun agar masyarakat lebih tahu dan peduli bahwa bullying itu memiliki dampak yang serius bagi korbannya. “Mungkin banyak masyarakat yang belum ngeh bullying itu apa… ataupun yang udah tahu mereka lebih oh ya udah bullying udah biasa, persepsi itu yang mau kita ubah kalau bullying itu berbahaya”, jelas Febelyn.
Benny, Koordinator aksi dari Into The Light Indonesia mengungkapkan data dari International Center for Research on Women (ICRW) dan Plan International yang dipublikasi tahun 2015 menyebutkan bahwa 84 % anak di Indonesia mengalami kekerasan di sekolah, “Itu (bullying – red) terjadi di mana-mana.. , itu seperti membudaya”, ungkap Benny.
Benny pun menjabarkan dampak dari bullying bagi korban diantaranya membuat korban menjadi depresi, trauma, malas ke sekolah, prestasi menurun , “Dan beberapa sudah sampai tahap ingin melakukan bunuh diri, sudah ada yang percobaan bunuh diri malah”.
Dalam selebaran yang dibagikan, ada dua kasus yang diceritakan. Pertama kasus siswa laki-laki kelas 3 Sekolah menengah atas (SMA) sebut saja U yang selalu diejek dan ditertawakan hanya karena suara U terdengar lemah gemulai dan mirip perempuan. Ejekan yang diterima membuat U merasa terpuruk, membeci dirinya sendiri dan menyalahkan Tuhan.
Yang kedua kasus J. Dia adalah siswa laki-laki SMA. Dia kerap diejek dan diledek sebagai banci karena gerak-geriknya yang gemulai. J akan dihajar di toilet sekolah bila tidak memberi contekan. Mirisnya, guru olahraga dan guru bimbingan konselingnya justru malah menyalahkan J.
Faiqoh, koordinator aksi dari ARI mendorong semua remaja Indonesia untuk berani , “Ayo! Kalau temen kalian di-bully, kalian harus berani bela temen kalian yang di-bully. Bully itu akan terus menerus terjadi karena [pelaku – red] merasa bahwa orang yang nge-bully itu enggak ada yang larang”. (Teguh Iman)