Search
Close this search box.

Bani Risset: Apa Yang Dipake Itu Untuk Menekan Rasa Sakit

Suarakita.org- Oslo 31 August, sebuah film asal Norwegia menjadi tontonan dalam pemutaran film dan diskusi pada Minggu 8 Mei 2014 di Sekretariat Suara Kita, Jakarta. Film ini menceritakan kisan Anders (Anders Lie) yang berjuang untuk memulihkan kecanduannya terhadap narkotika. Dalam kesempatan ini Suara Kita mengundang Bani Risset, Aktivis Indonesian Aids Coallition (IAC) yang juga mantan pecandu narkotika sebagai pembicara.

“Narkoba itu ada dan Enak” jawab Bani ketika ditanya alasan menggunakan narkoba dan disambut tawa oleh peserta. Bani bercerita bahwa lingkungan menjadi faktor pemicu seseorang mencoba narkotika. Karena berdasarkan pengalaman dia, awalnya Bani bukanlah pemakai tapi hanya penjual narkotika namun karena desakan para konsumennya Bani pun mencoba hingga akhirnya dia kecanduan.

Bani menggunakan narkotika sejak tahun 1994 hingga 2003. Awalnya dia berpikir bahwa narkotika membuat dia semakin keren, pergaulannya semakin bagus, performanya sebagai atlit renang semakin jago tetapi ketika dia mulai ketergantungan dan mencoba berhenti dia mulai jarang masuk kuliah, tinggal di jalanan, “Dampaknya (kecanduan narkotika –red) saya jadi kriminal”, ungkapnya.

“Apa yang dipake itu untuk menekan rasa kesakitan” kata Bani, menjelaskan situasi pencandu narkotika yang terus mengonsumsi itu. Bangun pagi saja, cerita Bani, dibangunkan oleh rasa sakit. Dan refleksi Bani atas Film Olso 31 August adalah ketika seorang pencandu narkotika berhenti dunia tetap tidak berubah jadi lebih baik juga, “Orang-orang masih anggap lo klepto (kebiasaan untuk mencuri –red)” ungkap Bani.

Peserta Nonton Bareng dan Diskusi Film "Oslo 31 August" (Foto: Yatna/Suara Kita)
Peserta Nonton Bareng dan Diskusi Film “Oslo 31 August”
(Foto: Yatna/Suara Kita)

Lalu apa motivasi terkuat Bani untuk tidak lagi memakai narkotika?

Bani mengakui bahwa selama 11 tahun tidak lagi mengonsumsi narkotika, suggest atau bayang-bayang pengingat kenikmatan sesaat narkotika itu tidak hilang. Akhirnya Bani harus menerima bahwa narkotika itu memang enak namun dia harus memikirkan seribu kali untuk menggunakannya kembali.

“Saya harus perhatikan sekarang saya punya keluarga yang sayang sama saya dan menerima saya apa adanya. . . Terus saya punya lingkungan kerja yang mendukung saya . . . Apakah saya mau menjatuhkan harga diri saya dan prestasi saya yang saya bangun dari 2004 hingga 2014 ini?” ungkap Bani. (Gusti Bayu)