Suarakita.org- Film adalah alat propaganda yang paling efektif. Masih belum hilang dalam ingatan, rezim Orde Baru yang berdiri atas sentimen anti-komunisme menggunakan film, yang wajib diputar tiap 30 September, sebagai alat propaganda rezim untuk melestarikan ketakutan masyarakat Indonesia terhadap PKI, dan akhirnya rezim orde baru pun kokoh berdiri.
Sehingga, membahas isu keberagaman seksualitas melalu film bisa efektif untuk mengubah perspektif masyarakat agar lebih toleran terhadap bentuk seksualitas lain selain heteroseksualitas.
Dalam kuliah umum Our Voice bertajuk Seksualitas Dalam Film Indonesia, Minggu 22 Desember 2013, Mumu Aloha sebagai narasumber menganalisis bagaimana isu seksualitas diperlakukan oleh sineas Indonesia.
Film Tentang Dia (2005), dianalisis secara menarik oleh Mumu. Secara singkat film ini menceritakan tentang Gadis (Sigi Wimala) yang disakiti oleh kekasih lelakinya. Gadis pun menjadi gadis yang pemurung. Senyuman Gadis muncul lagi setelah dia bertemu Rudi (Adinia Wirasti). Mereka berdua pun makin akrab. Ketika keakraban mereka semakin dalam, Gadis menjadi ragu, dia pun melontarkan perkataan “Kamu enggak menganggap saya lebih dari daripada seorang sahabat kan?” mendengar perkataan itu Rudi pun marah, “Jadi selama ini Kamu menganggap saya lesbi dan suka dengan Kamu?” hubungan keduanya pun tegang. Setelah itu alur pun berlanjut, konflik pun semakin memuncak. Di tengah puncak konflik, Gadis pun mendesak meminta bukti pada Rudi bahwa dia benar benar tidak menganggapnya pacar. Dan Rudi pun menjelaskan bahwa ia menyayangi Gadis tidak lebih karena menganggapnya sebagai pengganti adiknya yang telah mati.
Mumu memaknai alur ini sebagai bentuk kegamangan sineas Indonesia dalam melihat seksualitas. Jika seksualitas adalah hasrat, untuk mencintai dan memiliki, maka hasrat yang sudah sangat jelas tumbuh di antara Rudi dan Gadis tidak dibiarkan berkembang, tetapi justru dinegasi, dan diberi sebuah apologi bahwa sayangnya Rudi terhadap Gadis adalah rasa sayang antara kakak dengan adik.
Homoseksualitas dalam film Indonesia memang belum menjadi cerita yang berdiri sendiri. Homoseksualitas masih menjadi pelengkap cerita dari sebuah narasi besar. Sehingga tidak salah bila Mumu menilai bahwa film Indonesia dibuat untuk melestarikan tradisi seksualitas hetero. (Gusti Bayu)
Makalah Lengkap dapat diunduh di sini