Suarakita.org- Pada hari Senin 25 November 2013, Komite Aksi Perempuan (KAP) memperingati 16 hari anti kekerasan terhadap perempuan. Hal ini dilatar belakangi karena kondisi perempuan di Indonesia sampai saat ini masih sangat tertindas. Ditambah dengan munculnya perda-perda yang diskriminatif. Sampai saat ini sudah sekitar 342 kebijakan daerah yang diskriminatif terhadap perempuan yang mengatur tingkah laku, prilaku, cara berpakaian perempuan dengan alasan agar menyelamatkan perempuan Indonesia lebih bermoral dan terlindungi.
Padahal sebenarnya hak-hak konstitusi perempuan semakin dibatasi. Hak terhadap ekonomi, hak untuk berkontribusi secara sosial, hak untuk berekspresi semakin dibatasi. Ini adalah kriminalisasi terhadap perempuan, kebijakan ini membunuh perempuan tidak hanya secara fisik namun juga secara psikis. Maka dari itu KAP mengajak masyarakat untuk menolak kebijakan diskriminatif terhadap perempuan.
Aksi yang dimulai dari Mahkamah Konstitusi (MK) ini melakukan berbagai tindakan untuk menolak perda yang diskriminatif. Diantaranya dengan menempel pesan-pesan di tangga MK. Tujuannya agar MK melihat, membuka mata, menjalankan fungsinya dan mencabut perda-perda yang berhamburan di daerah-daerah dimana telah mengontrol tubuh perempuan.
Selain itu secara beramai-ramai sambil membawa spanduk KAP berjalan mundur dari MK ke Istana Negara adalah symbol kemunduran MK dalam menjalankan fungsinya sebagai pengawal konstitusi di negara ini. Terbukti dengan banyaknya peraturan daerah yang diskriminasi terhadap perempuan. dan kemunduran ini tidak dilirik oleh Presiden SBY yang bekerja di Instana Negara.
Ketika sampai di depan Istana, peserta aksi melakukan orasi dan aksi mengikat diri. Mengikat diri adalah symbol bahwa perda-perda yang lahir tidak melindungi warganegara tetapi justru mengikat para perempuan. Sehingga perempuan tidak bisa berkontribusi dengan baik untuk kemajuan negara, melainkan dipinggirkan secara terstruktur oleh pemermintah. Orasi yang diangkat berupa data-data perda-perda diskriminatif yang tersebar di Indonesia seperti wilayah Tanggerang, Aceh dan Bantul. (Rikky)