Proses seleksi calon anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) periode 2012 -2017 merupakan proses yang sangat penting bagi perlindungan dan penegakan HAM di Indonesia kedepan.
Hal ini sesuai dengan tujuan pembentukan Komnas HAM, yaitu mengembangkan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan hak asasi manusia sesuai dengan Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa, serta Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia; dan meningkatkan perlindungan dan penegakan hak asasi manusia guna berkembangnya pribadi manusia Indonesia seutuhnya dan kemampuannya dalam berbagai bidang kehidupan. [1]
Berdasarkan pada pentingnya proses seleksi tersebut, berbagai organisasi masyarakat sipil dan individu yang mempunyai kepedulian dan melakukan advokasi HAM, yang kemudian membentuk Koalisi Masyarakat Sipil untuk Komnas HAM, telah berkumpul untuk merumuskan persoalan-persoalan HAM kekinian dan merumuskan sejumlah rekomendasi untuk proses seleksi. Koalisi juga telah memberikan hasil rumusan tersebut dalam bentuk kertas kerja kepada Panitia Seleksi. [2]
Pada tahap I pendaftar calon komisioner sebanyak 363 (tiga ratus enam puluh tiga) yang akhirnya dipilih 276 (dua ratus tujuh puluh enam) calon. Pada tahap II dengan seleksi berdasarkan masukan masyarakat, terpilih 120 (seratus dua puluh) calon. Saat ini proses seleksi calon anggota Komisioner Komnas HAM memasuki tahap III yang berupa tes psikotes, tes kesehatan, tes kejiwaan serta pembuatan makalah tentang HAM yang akan menseleksi 60 (enam puluh) calon. Pengumuman hasil proses seleksi Tahap III rencananya akan dilaksanakan pada tanggal 13 April 2012.
Sebagai bagian penting dalam proses pemantauan tersebut, Koalisi hendak menyampaikan sejumlah catatan terkait dengan proses seleksi yang tengah berlangsung. Koalisi berharap catatan ini akan menjadi masukan bagi Panitia Seleksi dalam memilih calon-calon anggota Komisioner Komnas HAM yang sesuai dengan harapan publik dan mempunyai kemampuan untuk melaksanakan mandat sebagai Komisioner Komnas HAM.
2. Catatan Proses – Sampai Pada Tahap III Seleksi
Sebagaimana dalam Kertas Kerja yang pernah disampaikan Koalisi pada Panitia Seleksi, Koalisi merasa perlu untuk mengingatkan kembali Panitia seleksi tentang pentingnya pemahamanan mengenai masalah-masalah pokok, tantangan dan hambatan penegakan HAM yang terjadi saat ini dan kecenderungannya dimasa depan dan usulan tentang kriteria figur-figur Komisioner Komnas HAM yang akan mampu memegang mandat dan menangani berbagai persoalan HAM tersebut.
Koalisi menilai, berbagai laporan HAM saat ini menunjukkan adanya tantangan dalam perlindungan, pemenuhan, penghormatan dan pemajuan HAM di Indonesia. Pada satu sisi, terdapat kemajuan dalam institusionalisasi norma-norma hak asasi dalam berbagai peraturan perundang-undangan – yang diantaranya dengan mengadopsi berbagai instrumen hak asasi internasional. Pada sisi lain, masih berlakunya sejumlah regulasi produk masa lalu yang melanggar HAM, dan munculnya regulasi-regulasi baru yang berpotensi melanggar HAM baik yang diterbitkan oleh pemerintah pusat maupun daerah. Hal ini diperparah dengan munculnya aktor-aktor lain yang berkontribusi pada terjadinya pelanggaran HAM, diantaranya (a) kelompok-kelompok vigilanteyang selama ini memaksakan kehendak dengan cara-cara kekerasan; (b) korporasi-korporasi dengan wilayah kerja yang ekspansif. Terhadap kedua kelompok ini negara melindungi atau setidaknya membiarkan perbuatan mereka – seperti tak berdaya menghadapinya.
Rentetan kekerasan dengan berbagai latar belakang seperti agama, sumber daya alam, sengketa lahan dan pembungkaman ekspresi terus terjadi. Penegakan hukum sebagai salah satu pilar tegaknya hak asasi berlangsung melawan prinsip-prinsip imparsialitas dan profesionalitas – baik di kepolisian, kejaksaan maupun pengadilan. Penguatan perlindungan hak asasi justru tidak menjadi agenda penting baik di parlemen maupun eksekutif. Berbagai rancangan undang-undang yang penting bagi penguatan perlindungan, penghormatan dan pemenuhan HAM tidak kunjung diselesaikan oleh pemerintah maupun DPR. Justru produksi kebijakan yang semakin menunjukkan corak represif yang dihadirkan. Situasi ini diperparah dengan mind set yang diskriminatif dari pejabat publik yang merupakan pengemban tanggung jawab hak asasi.
Koalisi memandang, kecenderungan masalah-masalah HAM yang akan muncul pada tahun-tahun mendatang, diataranya: 1) penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu, 2) pelanggaran hak atas peradilan yang adil dan tidak memihak, 3) hak atas kebebasan beragama atau berkeyakinan, 4) penyiksaan, 5) konflik agraria dan sumber daya alam, 6) hak-hak masyarakat adat, 7) hak politik dan kebebasan berekspresi, 8) ekspansi korporasi yang berdampak pada hak asasi manusia, 9) perburuhan dan buruh migran, dan berbagai diskriminasi terhadap kelompok lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LBGT), eksisnya hukuman mati, minimnya perlindungan terhadap pembela HAM (human rights defenders), dan lain-lain. Selain itu, Komnas HAM kedepan juga diharapkan berperan secara signifikan dalam pemajuan HAM di tingkat regional dan internasional.
Berdasarkan catatan Laporan The Asian NGO Network on National Human Rights Institutions (ANNI) tahun 2011, [3] Komnas HAM masih membutuhkan peningkatan kapasitas dan kemampuannya dalam bekerja secara strategis, dan merekomendasikan; 1) pengembangan kepemimpinan dan kemampuan bekerja sama untuk meningkatkan kinerja dan efektivitas Komnas, 2) meningkatkan pemahaman HAM universal, 3) meningkatkan reputasi Komnas HAM dengan Pemerintah dan Parlemen, 4) mendorong dan mendukung Komnas HAM untuk lebih aktif dalam mengembangkan hubungan dengan lembaga-lembaga negara lainnya, khususnya dalam penanganan kasus-kasus HAM, 5) melakukan analisa politik secara serius, untuk memampukan Komnas HAM bernegosiasi lebih efektif dengan lembaga-lembaga negara lainnya, dan 6) mendorong revisi UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM dan UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM dengan memastikan adanya dukungan dari pemerintah, parlemen, dan masyarakat sipil, untuk memperkuat kapasitas Komnas HAM dalam menangani hal-hal terkait dengan hukum.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, Koalisi memandang perlu bahwa calon Anggota Komisioner Komnas HAM Periode 2012 – 2017 memiliki kriteria-kriteria, sebagai berikut:
1. Kriteria Pokok: a) Integritas, yaitu berlaku jujur dan menjunjung budaya kebenaran; b) Memiliki keberanian yang kuat untuk memberikan perlindungan dan pemajuan HAM; c) Independen, yaitu mandiri dan bebas dari konflik kepentingan; d) Imparsial, yaitu berlaku adil dan bebas dari bias dan praduga; e) Transparan, yaitu terbuka dan jujur kepada publik; f) Akuntabilitas, yaitu mempertanggungjawabkan seluruh kerja, tindakannya dalam memberikan perlindungan dan pemajuan HAM; g) Memiliki pemikiran strategis dan sistematisuntukpencegahan pelanggaran HAM; dan h) Memahami dan mengakui universalitas Hak Asasi Manusia.
2. Kriteria Pendukung: a) calon Anggota harus dapat memastikan bahwa fokus utama setiap anggota Komnas HAM menciptakan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan HAM di Indonesia; b) calon Anggota Komnas HAM harus dapat meningkatkan perlindungan dan penegakan HAM guna berkembangnya pribadi manusia Indonesia seutuhnya dan berkemampuan dalam berbagai bidang kehidupan. Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa setiap anggota Komnas HAM mampu berpikir dan selalu berupaya untuk memberikan perlindungan dan penegakan HAM di Indonesia; c) calon Anggota hendaknya mudah beradaptasi dengan sistem kerja yang prosedural sehingga tidak terjebak dalam budaya kerja yang justru menghambat perlindungan dan penegakkan HAM dan bekerja dalam suatu tim.
Koalisi juga memandang penting Panitia Seleksi mengadopsi pedoman Paris Principles [4] dalam penentuan Komisoner Komnas HAM, antara lain memastikan prinsip keberagaman dari aspek gender, agama/kepercayaan, etnisitas, usia, kedaerahan, keahlian dan sebagainya. Selain itu juga memastikan perwakilan bermacam ragam dari kekuatan-kekuatan sosial (dari masyarakat sipil) yang terlibat dalam perlindungan dan kemajuan hak-hak asasi manusia, terutama dengan kekuatan-kekuatan yang memungkinkan adanya kerjasama yang efektif untuk dibentuk dengan atau melalui kehadiran perwakilan-perwakilan.
Selain Kriteria-kriteria tersebut di atas, penting pula memastikan bahwa proses seleksi dilakukan dengan transparan dan akuntable sebagai bentuk pertanggung jawaban kepada publik. Untuk itu, Koalisi memandang perlu agar dilakukan dialog publik/presentasi publikoleh Calon Anggota dengan mengundang pemangku kepentingan (stakeholders) dan kemudian dilakukan tanya jawab antara calon dengan pemangku kepentingan.
Selama proses pemantauan yang dilakukan, setidaknya terdapat sejumlah catatan:
Pertama, dalam proses pendaftaran, Koalisi mengapresiasi terhadap kerja-kerja Panitia Seleksi yang telah melakukan inisiatif mendekati sejumlah individu untuk ikut dalam pencalonan anggota Komnas HAM 2012-2017. Koalisi juga mengapresiasi adanya sosialisasi kepada berbagai kalangan dan juga diberbagai daerah dalam rangka menjaring calon anggota Komisioner Komnas HAM.
Kedua, Koalisi menyambut baik keterbukaan Panitia Seleksi dalam dalam menampung aspirasi masyarakat terkait dengan masukan-masukan tentang kriteria calon Komisioner diantaranya calon harus mempunyai pemahaman, menerima dan mengakui universalitas HAM. Selain itu, Panitia Seleksi juga menerima masukan terkait dengan adanya uji publik/dialog publik antara para calon dengan masyarakat dan pemangku kepentingan lainnya, yang akan diimplementasikan dalam rangkaian proses seleksi yang dilakukan.
Ketiga, dalam tahap II Koalisi mencatat proses masukan dari masyarakat merupakan proses yang baik untuk memberikan Panitia Seleksi pemahaman yang memadai tentang calon Komisioner. Namun, Koalisi mencatat proses masukan ini pada awalnya kurang dipahami oleh para calon dan juga publik terkait dengan masukan yang diperlukan oleh Panitia Seleksi. Akibatnya, proses ini diwarnai dengan masukan yang sifatnya mendukung para calon sementara yang diperlukan adalah catatan-catatan tentang calon, termasuk catatan yang buruk maupun catatan yang baik dari para calon. Upaya pansel dalam tahap ini untuk melakukan dialog dengan publik juga kurang sesuai dengan yang diharapkan karena justru lebih banyak membahas Komnas HAM saat ini daripada masukan yang cukup kepada Panitia Seleksi tentang calon Komisioner.
Keempat, dalam seleksi tahap III terkait dengan tes psikotes, tes kesehatan, tes kejiwaan serta pembuatan makalah tentang HAM, Koalisi berpandangan bahwa proses ini mempunyai kelemahan dan kelebihan. Proses ini memang diharapkan akan mampu memberikan penilaian tentang para calon terkait dengan aspek-aspek kepribadian para calon, kemampuan bekerja sama, kesehatan, dan penilaian tentang pemahaman para calon terkait dengan HAM dan analisa untuk mengatasi hambatan dan tantangan HAM dimasa depan. Namun, terdapat kekhawatiran bahwa proses ini akan gagal memberikan pemahaman yang lengkap terhadap calon-calon yang akan diseleksi, karena mendasarkan pada ukuran-ukuran yang mungkin kurang cocok untuk menilai integritas, konsistensi, dan rekam jejak calon dalam pembelaan dan pemajuan hak asasi manusia. Faktor integritas, konsistensi, dan rekam jejak calon dalam pembelaan dan pemajuan HAM merupakan proses penjang yang membutuhkan penelurusan mendalam para calon, yang akan mampu menjelaskan dan memberikan penilaian tentang konsep, visi, pemahaman, dan pengalaman para calon dalam praktik pembelaan dan pemanjuan HAM. Oleh karenanya, pada tahap ini, proses seleksi yang dilakukan harus dikombinasikan dengan penelurusan rekam jejak para calon yang bisa dilihat dari riwayat hidup calon dan sumber-sumber informasi lainnya.
Kelima, Koalisi memandang penting bagi Panitia Seleksi untuk secara sungguh-sungguh melakukan penelusuran rekam jejak dan penilaian kinerja para calon dari anggota Komisioner Komnas HAM yang saat ini masih menjabat (incumbent). Penilaian terjadap para calon incumbent ini penting untuk menilai kinerja mereka selama menjabat dan sekaligus mengidentifikasi sejumlah persoalan yang mungkin dihadapi oleh Komnas HAM saat ini. Penilaian ini dapat dilakukan berdasarkan sumber-sumber dari internal Komnas HAM, atau dari pihak-pihak yang selama ini berinteraksi dengan Komnas HAM, misalnya organisasi masyarakat sipil, kelompok korban dan sebagainya.
3. Rekomendasi
Berdasarkan pada sejumlah catatan tersebut, Koalisi menyampaikan pandangan:
Pertama,Koalisi mendorong calon-calon yang mempunyai kapasitas dan kemampuan untuk menyelesaikan sejumlah permasalah HAM yang dihadapi saat ini, sebagaimana yang dirumuskan oleh Kertas Kerja Koalisi. Para calon ini juga yang mempunyai pemahaman yang memadai tentang HAM, baik berdasarkan kompetensi akademik maupun pengalaman pembelaan dan pemajuan HAM, dan mempunyai visi, konsep dan gagasan yang jelas dalam memajukan HAM.
Kedua,mendorong para calon yang berani “fight” ditengah tantangan perlindungan HAM yang semakin berat saat ini. Ditengah ketidakpatuhan aparat negara dalam perlindungan HAM, munculnya kelompok-kelompok masyarakat yang intoleran, cenderung mengedepankan kekerasan, dan penolakan terhadap universalisme HAM, maka para calon Komisioner haruslah figur-figur yang mampu menghadapi tantangan-tantangan tersebut.
Ketiga,mendorong para calon yang mempunyai kapastitas untuk melakukan “bargaining” politik dan menjadikan Komnas HAM sebagai lembaga yang ditaati rekomendasinya, dan mampu meningkatkan peranan Komnas HAM dalam level regional dan internasional.
Keempat,mendorong para calon yang mempunyai kemampuan untuk menjalankan mandat Komnas HAM, khususnya calon yang mempunyai kemampuan manajerial untuk “mengelola” Komnas HAM. Komnas HAM sebagai lembaga independen yang bekerja berdasarkan UU dan menggunakan anggaran negara seringkali mengalami masalah birokrasi yang membutuhkan figur-figur yang mampu memahami dan bekerja dengan birokrasi pemerintahan.
Kelima,adanya keseimbangan gender atau adanya kuota untuk calon Komisioner Perempuan.
Keenam,terkait dengan proses seleksi, Koalisi memandang penting bagi Pansel untuk segera melakukan proses rekam jejak para calon dengan penelusuran yang mendalam, untuk memastikan terpilihnya calon-calon Komisioner yang mumpuni, berintegritas, dan benar-benar akan mampu melaksanakan mandatnya untuk melakukan pembelaan dan pemajuan HAM di Indonesia. Selain itu, Koalisi mengingatkan Panitia Seleksi untuk tetap mengagendakan adanya uji publik bagi para calon dengan memberikan kesempatan kepada publik untuk melakukan dialog atau wawancara langsung dengan para calon Komisioner.
Koalisi Masyarakat Sipil Untuk Komnas HAM
1. Poengky Indarti (Imparsial)
2. Zainal Abidin (ELSAM)
3. Indria Fernida (Kontras)
4. Lamria Siagian (Individu)
5. Alvon Kurnia Palma (YLBHI)
[1] Pasal 75 UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
[2] Disampaikan pada Panitia Seleksi pada tanggal 25 Januari 2012.
[4] Prinsip-prinsip Berkenaan dengan Status dan Fungsi Lembaga Nasional untuk Melindungi dan Memajukan Hak-Hak Asasi Manusia
* Disampaikan oleh Koalisi Masyarakat Sipil Untuk Komnas HAM, Jakarta, 4 April 2012
sumber : http://www.elsam.or.id