[Kisah] Kejujuran Dan Keberanian Modal Mencapai Keadilan
Refleksi Hidup Seorang Gay Muslim Di Indonesia
Refleksi Hidup Seorang Gay Muslim Di Indonesia
SuaraKita.org – Margarethe Cammermeyer, seperti yang dikisahkan dalam otobiografinya, Serving in Silence (1994), dilahirkan pada tahun 1942 di Oslo. Cammermeyer adalah seorang Amerika keturunan Norwegia yang dibesarkan dalam lingkungan keluarga konservatif dan tradisional. Hidup dengan latar belakang keluarga dan masyarakat heteroseksual yang masih memegang nilai-nilai konvensional di mana enkulturasi yang membedakan kaum laki-laki dengan perempuan menjadi sebuah tradisi, Cammermeyer tumbuh dan berkembang menjadi seorang perempuan yang lain daripada perempuan kebanyakan pada masanya. Tinggi dan kuat serta menyenangi hal-hal yang penuh tantangan seperti olahraga, menjadikan Cammermeyer seorang yang tomboy (Perempuan maskulin -Red).
Oleh: Wisesa Wirayuda SuaraKita.org – Dentuman suara piano menemaniku dalam menuturkan kisah ini. Lagi-lagi aku ingin menceritakan cerita murahanku pada
SuaraKita.org – Salman menjalin hubungan dengan pasangannya sejak usia 23 tahun. Sejak berhubungan, pasangan Salman sudah open dengan keluarganya. Sementara Salman sendiri belum secara terbuka berbicara kepada keluarga. Namun, tokh demikian keluarga sepertinya sudah membaca. Tetapi posisinya keluarga tidak mau menyakiti Salman dan Salman-pun tidak mau menyakiti keluarga. Memang Ibu pernah bertanya, kapan Salman menikah.
SuaraKita.org – Hidup sebagai kelompok homoseksual memang tidak mudah. Pandangan masyarakat yang heteronormatif dan menganggap bahwa pasangan sejenis adalah sebuah kesalahan dan tidak lazim hidup dalam masyarakat masih mendominasi. Hal inilah yang seringkali menyebabkan adanya diskriminasi terhadap kelompok LGBT. Akan tetapi, rasa sayang dan cinta yang tulus terhadap sesama pada akhirnya akan mampu menghapus diskriminasi.
Oleh: Siti Rubaidah Suarakita.org – Dalam sebuah kesempatan Redaksi Suara Kita berhasil bertemu dengan Ignatius Sandyawan Sumardi di Sekretariat Ciliwung
SuaraKita.org – Menjalani hidup sebagai Waria memang tidak mudah, banyak tantangan yang harus dihadapi. Begitu halnya dengan Mirna, Waria kelahiran tahun 1986 ini terpaksa harus berjuang menghidupi keluarganya dengan berjualan sayur mayur di sebuah pasar tradisional begitu upaya melamar pekerjaan diberbagai perusahaan mengandaskan impiannya. Apa lagi Mirna juga menjadi tulang punggung keluarga setelah ayahnya meninggal pada tahun 2004. Ibunya yang sudah tua tidak memiliki tenaga untuk bekerja setelah berbagai penyakit menggerogoti usianya, sementara ketiga orang adiknya yang masih duduk di bangku sekolah membutuhkan banyak biaya. Maka Mirna harus bekerja lebih ekstra lagi.
SuaraKita – Aku ingin mengabadikan kejadian beberapa hari lalu. Tentang pertemuanku dengan seseorang yang sangat menginspirasi. Seseorang yang sangat berani dan cerdas. Seseorang yang memiliki empati yang tinggi terhadap sesama. Seorang lelaki yang sangat ingin berubah tapi keadaan membuatnya tak bisa melakukan hal itu.