Ourvoice.or.id. Hal apa yang terbayang dalam pikiran anda ketika ada seseorang yang menyebut kata transgender? Waria? Atau terbayang sosok wanita setengah pria? Ataukah penampilan wanita, postur tubuh sekaligus suara mirip pria? Ataukah anda geli melihat tingkahnya? Ya, tentunya bermacam-macam yang bisa anda ekspresikan untuk mengungkapkan apa yang ada dalam pikiran anda.
Beberapa bulan yang lalu dalam kuliah tamu yang diadakan di kampus, saya mempunyai kesempatan untuk mendengarkan curhatan dari beberapa waria atau transgender. Tepatnya, mempunyai kesempatan untuk mendengarkan kisah hidup seorang yang terlahir sebagai pria, namun pada akhirnya memutuskan untuk menjadi wanita atau yang kemudian sering disebut dengan waria atau transgender. Saya akan bercerita sedikit tentang kehidupan waria tersebut. Begini ceritanya.
Panggil saja transgender tersebut Sonia. Seorang transgender yang berdomisili di Surabaya. Dia aktif di beberapa LSM khusus transgender atau kalau di Surabaya ada yang namanya PERWAKOS (Persatuan Waria Kota Surabaya). Seorang transgender yang aktif mengkoordinir temannya sesama transgender untuk rutin memeriksakan kesehatan ke tempat pelayanan kesehatan. Memang tidak bisa dipungkiri bahwa transgender juga rentan berisiko atau termasuk risti (risiko tinggi) terjangkit virus HIV.
Sonia terlahir sebagai pria tulen. Tapi menurut dia, semenjak kecil dia menyukai hal yang disukai wanita. Dia suka main boneka dan beberapa permainan wanita lainnya. Meskipun demikian, saat menginjak usia remaja Sonia juga punya pacar loh. Pernah dia mendapat kecupan dari teman wanitanya tersebut. Namun kata mbak Sonia, dia malah mengkorok alias agak geli dicium seorang wanita. Ada yang aneh, katanya.
Dia juga sempat menempuh pendidikan di sebuah IKIP, dimana tempatnya saya kurang tahu. Kemudian dia menjadi seorang guru di sebuah SMP kalau tidak SMA, saya lupa. Hehehe. Saat dia mengajar, kalau di kelas ada murid lelakinya yang cakep nan keren. Dia menjadi salting alias salah tingkah. Seperti seorang gadis yang menemukan pria idamannya, barangkali seperti itu.
Hal yang dirasa tidak wajar tersebut berlanjut, hingga kemudian suatu ketika dia memutuskan untuk mencoba mengubah dirinya sebagai seorang wanita. Berharap dia bisa memiliki kebahagiaan tersendiri ketika menjadi transgender. Sonia mulai berdandan layaknya wanita. Gayanya, pakaiannya, juga ia berias ala wanita.
Sejak saat itu, kisah hidup mbak Sonia pun memasuki episode perdana.
Kakak mbak Sonia sangat marah melihat perubahan yang ada pada diri adiknya tersebut. Mbak Sonia sempat dihajar oleh kakak lelakinya. Katanya mbak Sonia memberi aib bagi keluarganya. Para tetangga dan orang-orang di lingkungan sekitar mbak Sonia pun menggunjing, mencela dan mencemooh habis-habisan. Namun, tetap pada akhirnya mbak Sonia mengukuhkan tekadnya untuk meneruskan langkahnya sebagai seorang transgender. Meskipun begitu berat apa yang harus mbak Sonia lalui.
Seiring waktu mbak Sonia bisa lebih menyesuaikan diri dengan kehidupannya sebagai transgender. Dia sudah tahan dengan segala macam ejekan yang dilontarkan kepada dirinya. Kalau dia pas lewat di tengah perkampungan warga, tidak jarang orang beramai-ramai mengatainya bencong, bencong kaleng. Mbak Sonia cukup tersenyum saja menanggapi ejekan tersebut.
Mbak Sonia dengan teman sesama transgendernya telah memilih jalan kehidupannya. Sekedar untuk melampiaskan hasrat biologis, mereka melayani pria hidung belang. Mangkal. Selain hasrat biologis, mereka juga butuh hidup. Para pelanggannya adalah para suami yang belum puas dengan services istrinya, mahasiswa dan pelajar juga ada. Segmented lah.
Berapa tarifnya, saya kurang tahu. Namun, ada istilah “elciko” di dunia perwariaan mbak Sonia. Elciko ada kepanjangan dari “elek, cilik, kotor”. Yaps, sebutan untuk kamar kelas ekonomi ke bawah saya menyebutnya. Kalau saya tidak salah ingat, tarifnya sekitar lima ribu rupiah saja. Kamar ini sering laku jika para waria sepi pengunjung atau lagi butuh rupiah. Mau nyoba? Hihihi.
Mbak Sonia dan teman-temannya belum bisa hidup bebas seperti orang biasa layaknya. Meskipun mereka sudah bisa mengekspresikan kesenangan sendiri dengan menjadi transgender. Setiap saat satpol PP bisa menangkap mereka. Razia adalah sebuah kata yang bikin cegek bagi para transgender. Kalau pas mangkal, mereka selalu was-was karena satpol PP bisa datang setiap saat. Ketika ada razia, mereka berbondong-bondong lari menyelamatkan diri. Bahkan ada yang sampai bersembunyi di got, nyemplung sungai. Sebisa mungkin mereka berusaha lolos dari razia satpol PP.
Perjuangan yang tidak mudah, bukan? Seiring waktu yang terus berputar, akhirnya keluarga mbak Sonia bisa menerima keadaan mbak Sonia sebagai transgender. Bahkan, sekarang mbak Sonia seringkali bertukar pakaian dengan kakak perempuannya. Meskipun masyarakat belum sepenuhnya bisa menerima kehadiran transgender, tapi setidaknya keluarga sudah bisa menerima keadaannya. Itu sudah cukup bagi mbak Sonia.
By the way, mbak Sonia punya suara yang bagus loh. Dia suka menyanyi. Ada cerita yang sedikit menggelitik dari mbak Sonia dan kehidupannya sebagai transgender. Mbak Sonia masih sering bimbang kalau mau menggunakan fasilitas umum yang namanya Toilet. Mau masuk toilet cewek atau cowok? Kalau masuk toilet cewek, ketahuan penjaga toilet kadang dimarahi suruh pindah ke toilet cowok. Tapi, kalau di toilet cowok ada cowok cakep yang pas nge-toilet, tanpa pikir panjang mbak Sonia memilih toilet cowok. fleksibel yah?..hehehe
Lepas dari kehidupan sebagai transgender. Dalam lubuk hati yang dalam, mbak Sonia ingin menjalin sebuah ikatan cinta yang kemudian melahirkan apa yang dinamai sebuah “keluarga”. Mbak Sonia merasa iri ketika melihat teman-teman sepelantarannya dulu sudah berkeluarga dan memiliki beberapa anak. Namun, mana mungkin ada yang mau menikah dengan seorang waria? Demikian katanya.
“Tidak ada yang ingin ditakdirkan hidup sebagai waria”, katanya. Kalau pun dia bisa memilih, dia ingin hidup sebagai manusia “normal”. Mbak Sonia bilang kalau hormon yang ada pada dirinya sebagian besar dominan dengan hormon perempuan. Ketika ada pertanyaan, apakah mbak Sonia akan operasi ganti kelamin? Dia menjawab, dalam keyakinannya, Tuhannya melarang yang demikian. Mbak Sonia akan tetap memilih keadaannya sebagai transgender.
Mbak Sonia hanya berharap pemerintah juga memikirkan nasib para waria. Mengimpikan tidak adanya diskriminasi atau pandangan sebelah mata dari masyarakat terhadap status transgender.
Terakhir, dia berpesan. Jika anda memiliki anak laki-laki yang mempunyai kebiasaan “nyeleneh” dengan kata lain suka banget dengan hal-hal layaknya perempuan, sedini mungkin untuk diarahkan menjauhi kebiasaan-kebiasaan tersebut. Supaya nantinya tidak terjadi hal seperti yang dialami mbak Sonia dan kawan-kawan warianya.
Itulah sedikit cerita yang saya dapat dari sosok seorang transgender. Perjuangannya dalam memilih jalan hidup demi sebuah kebahagiaan tersendiri. Semoga bermanfaat. Salam. 🙂
Penulis : Nok Asna
Sumber : kompasiana.com