Search
Close this search box.

Ourvoice.or.id. Sekelompok dokter di Amerika mengumumkan Minggu (3/3) waktu setempat bahwa seorang bayi bisa disembuhkan dari infeksi HIV untuk pertamakalinya, sebuah awal besar yang bisa menuntun pada pengobatan lebih agresif bagi bayi yang terinfeksi waktu lahir dan bisa mengurangi anak-anak pengidap virus penyebab AIDS ini.

Bayi tersebut, yang lahir di wilayah pedesaan Mississippi, dirawat dengan obat-obatan antiretroviral sejak 30 jam pertama kelahirannya, hal yang sebelumnya jarang dilakukan. Jika penelitian lebih lanjut membuktikan hal yang sama pada bayi lain, cara ini pasti akan mengubah cara pengobatan bayi yang dilahirkan ibu-ibu yang terinfeksi di seluruh dunia.

PBB memperkirakan sekitar 330.000 bayi terinfeksi HIV pada 2011, data terakhir yang tersedia, dan lebih dari 3 juta anak di seluruh dunia juga mengidap virus ini.

Jika laporan ini bisa dikonfirmasikan, bayi Mississippi itu akan menjadi orang kedua di dunia yang tercatat bisa sembuh dari HIV, hal yang beberapa tahun lalu masih dianggap mustahil.

Orang pertama yang tersembuhkan adalah Timothy Brown, yang dikenal sebagai “Pasien Berlin,” seorang pria paruh baya yang menerima cangkokan sumsum tulang dari seorang donor yang secara genetika tahan dari infeksi HIV.

“Dari sisi pediatrik, (bayi) ini Timothy Brown versi kami,” kata dr. Deborah Persaud, profesor di Johns Hopkins Children’s Center dan salah penulis utama laporan tentang bayi itu. “Ini menjadi bukti prinsip bahwa kita bisa mengobati infeksi HIV jika bisa mengulangi lagi kasus seperti ini.”

Pernyataan Persaud dan para peniliti lainnya ini disampaikan sebelum mereka mempresentasikan temuannya di sebuah konferensi di Atlanta Senin (4/3) waktu setempat.

Beberapa pakar di luar kelompok itu mengatakan mereka masih perlu diyakinkan kalau si bayi memang benar-benar telah sembuh, karena belum mengetahui secara rinci. Bisa jadi ini merupakan kasus pencegahan saja, seperti yang telah sering dilakukan pada bayi yang terlahir dari ibu yang terinfeksi.

“Satu hal yang tak pasti adalah bukti nyata kalau benar anak itu sebelumnya sudah terinfeksi,” kata dr. Daniel R. Kuritzkes, kepala bidang penyakit menular di Rumah Sakit Brigham and Women’s.

Dr. Persaud dan beberapa ilmuwan lain mengatakan keyakinannya bahwa bayi tersebut – yang nama dan jenis kelaminnya tidak diungkapkan – telah terinfeksi sebelumnya. Sudah ada lima kali hasil tes positif saat bayi itu masih berusia 1 bulan – empat tes virus RNA dan satu tes DNA. Dan begitu pengobatan dilakukan, tingkat virus pada darah bayi itu menurun dengan pola karakter seperti pada pasien yang terinfeksi lainnya.

Dr. Persaud mengatakan sebelumnya juga ada sedikit keraguan bahwa si bayi bisa mendapat “kesembuhan fungsional.” Sekarang berumur 2,5 tahun, anak ini sudah tidak lagi mendapatkan pengobatan dan tidak ada tanda-tanda virus yang berfungsi.

Sang ibu datang ke rumah sakit di musim gugur 2010 dan melahirkan secara prematur. Dia belum pernah ditangani dokter selama masa kehamilan dan tidak tahu kalau mengidap HIV. Ketika hasil tes menunjukkan ibu itu mungkin terinfeksi, rumah sakit di pedesaan itu mengirim si bayi ke University of Mississippi Medical Center, saat masih berumur 30 jam.

Dr. Hannah B. Gay, seorang profesor pediatrik, memerintahkan dilakukannya dua kali pengambilan darah dalam selang satu jam untuk pengujian HIV.

Hasil tes menunjukkan tingkat virus 20.000 per milliliter darah, cukup rendah untuk seorang bayi. Namun karena hasil tes di usia yang begitu dini hasilnya positif, diperkirakan infeksi terjadi di dalam rahim, bukan selama proses kelahiran, kata dr. Gay.

Umumnya, bayi dari ibu yang terinfeksi akan diberi satu atau dua obat sebagai upaya penangkal (prophylactic). Namun dr. Gay mengatakan bahwa berdasarkan pengalamannya, dia langsung menggunakan tiga obat sekaligus untuk mengobati, bukan menangkal, bahkan tidak menunggu hasil tes untuk memastikan kalau si bayi juga terinfeksi.

Tingkat virus menurun dengan cepat dengan pengobatan itu dan malah sudah tak terdekteksi lagi ketika si bayi berumur 1 bulan. Hal itu terjadi sampai bayi itu berumur 18 bulan, namun dia dan ibunya kemudian tak datang lagi ke rumah sakit.

Lima bulan kemudian, ketika ibu dan bayinya muncul kembali, dr. Gay menduga akan mendeteksi tingkat virus yang tinggi. Ternyata hasilnya negatif. Curiga ada kesalahan di laboratorium, dia memerintahkan beberapa tes ulang.

“Saya lebih terkejut lagi karena semua hasilnya negatif,” kata dr. Gay.

Sumber : beritasatu.com