Search
Close this search box.
Sekolah Plurasme Kewargaan 2013 UGM. Sumber: hartoyo/ourvoice.com

Ourvoice.or.id. Seringkali para pekerja sosial yang berada di tengah masyarakat sibuk dengan aktivitas pengabdiannya, sehingga minim refleksi atas wacana dan teori yang telah mereka lakukan tersebut. Di sisi lain, para akademisi juga mengalami hal senada. Akademisi terlalu sibuk dengan telaah wacana dan teori sehingga minim akan informasi di masyarakat. Oleh sebab itu, Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta menyelenggarakan sekolah pluralisme yang dilaksanakan dari 11-23 Februari 2013 di Hotel University Club kawasan kampus UGM, Yogyakarta.

Zainal Abidin Bagir selaku ketua program studi agama dan lintas budaya UGM menyatakan kegiatan ini bertujuan untuk mempertemukan lembaga pendidikan dan para aktivis yang selama seperti ada jarak. Selain itu, program ini juga akan membantu merefleksikan gerakan kemanusiaan yang selama ini telah berlangsung. Pelatihan ini juga diharapkan dapat menemukan model-model baru dalam pemecahan masalah yang ada dimasyarakat.

Sekolah pluralime ini diikuti oleh 28 peserta yang terdiri dari 10 perempuan dan 18 laki-laki. Peserta berasal dari latar belakang yang berbeda dari berbagai daerah. Diantaranya dari wilayah Timur Indonesia (Papua, Ambon dan Sulsel), wilayah “Sunda Kecil” (NTT, NTB dan Bali), Jawa (Yogyakarta, Jakarta, Jatim dan Jateng), Kalimantan dan Sumatra (Sumut, Jambi, Sumbar, Lampung dan Aceh).

Mustaghfiroh Rahayu, program officer sekolah pluralisme menjelaskan 28 peserta ini terpilih setelah diseleksi dari jumlah 231 pendaftar. Proses pemilihan peserta mempertimbangkan tiga hal, yakni: keberagaman isu, keberagaman wilayah, dan kualitas esai atau makalah yang dikirim kepada panitia.

Sedangkan untuk team fasilitator sendiri diantaranya, Zainal Abidin (UGM-Yogyakarta), Nia Sjarifudin (ANBTI-Jakarta), Mustaghfiroh Rahayu (UGM-Yogyakarta) dengan beberapa pemateri/narasumber seperti dari aktivis, Komnas HAM maupun akademisi diantaranya Trisno Sutanto, Ihsan Ali Fauzi, Melani Budianta, M.Nurkhoiron, Elga Sarapaung dan Ari Dwipayan.

Seperti yang diungkapkan Hartoyo, salah satu peserta sekolah pluralisme, bahwa sekolah pluralisme ini akan diisi oleh beberapa kegiatan penting. Diantaranya adalah sharing pengalaman sesama peserta, kajian-kajian teori tentang pluralisme dan berbagi pengetahuan bersama para narasumber. Tidak ketinggalan juga ada kegiatan kunjungan ke lapangan seperti mengunjungi kelompok Sapta Dharma (agama penghayat kepercayaan di Yogyakarta) dan kelompok pesantren Waria di Yogyakarta.

Sumber : icrp-online.org