Ourvoice.or.id. Hari Minggu, 27 Januari kemarin, ratusan ribu rakyat Perancis turun ke jalan untuk mendukung Rancangan Undang-Undang yang mengesahkan pernikahan sejenis dan adopsi.
Sebagian besar demonstran adalah aktivis kiri, sosialis, hak azasi manusia, dan pejuang kesetaraan. Mereka mengusung bendera pelangi dan poster-poster berisi seruan kesetaraan.
Polisi memperkirakan jumlah demonstran mencapai 125 ribu orang. Namun, angka itu lebih kecil dibanding mobilisasi penentang RUU tersebut, yang mencapai 340 ribu orang, pada akhir Desember lalu.
Untuk diketahui, Presiden Perancis Francois Hollande berencana meloloskan RUU untuk melegalkan perkawinan sejenis. Proses perdebatan RUU itu akan dimulai Januari ini. Memang, semasa kampanye pemilu, Hollande banyak menjanjikan kesetaraan, termasuk perkawinan sejenis.
Masyarakat Perancis sendiri terbelah sikapnya atas RUU itu. Para penentang, umumnya kelompok agamawan dan golongan konservatif, akan membawa dampak psikologis dan sosial bagi anak-anak. Maklum, RUU ini memungkinkan pasangan sejenis bisa mengadopsi anak.
Selain itu, bagi kelompok penentang RUU, konsep “pernikahan untuk semua” akan menghancurkan keluarga tradisional. RUU itu juga dituding akan menghapuskan konsep suami, istri, ayah, dan ibu dalam kelurga.
Beberapa istilah keluarga dalam peraturan juga akan diubah, seperti kata “ayah dan ibu” akan diganti dengan “orang tua”, sedangkan kata “suami-istri” akan diganti dengan “pasangan”.
Pemimpin gereja Katolik Perancis, Kardinal André Vingt-Trois, mengatakan pekan lalu, bahwa setiap visi kemanusiaan yang tidak bisa memahami perbedaan gender akan mengguncang fondasi masyarakat.
Sebaliknya, bagi pengusung RUU ini, legalisasi perkawinan sejenis akan memberi perlindungan hukum kepada pasangan LGBT. Ini juga akan memajukan kesetaraan dan demokrasi di rakyat Perancis.
“Ini kemajuan bukan hanya untuk beberapa orang, tetapi untuk keseluruhan rakyat Perancis,” kata Hollande.
Di website pribadinya Hollande menulis, “kebebasan adalah memberikan hak kepada setiap pasangan, tanpa melihat orientasi seksualnya, untuk bersatu dalam cinta dan hidup bersama.”
Ia juga menegaskan, kesetaraan bagi semua orang, termasuk bagi pasangan sejenis, bermakna kesempatan yang sama di tengah-tengah masyarakat tanpa diskriminasi.
Pada kenyataannya, mayoritas rakyat Perancis mendukung pernikahan sejenis. Sebuah survei dari IFOP menyebutkan, 65 persen rakyat Perancis setuju dengan perkawinan sejenis. Lalu, kata survei itu juga, ada 52 persen setuju dengan hak bagi kaum gay untuk mengadopsi anak.
Kelompok pendukung RUU juga membantah tudingan bahwa perkawinan sejenis akan meruntuhkan masyarakat. Mereka merujuk kepada 11 negara di dunia yang sudah mengadopsi kebijakan serupa, seperti Belanda, Belgia, Kanada, dan Spanyol.
Belanda merupakan negara pertama yang melegalkan perkawinan sejenis pada tahun 2001. Dan kemudian diikuti oleh Belgia. Lalu, pada tahun 2005, Spanyol dan Kanada mengikuti.
Di Spanyol, ada 21.000 pasangan sejenis yang telah melakukan pernikahan pasca legalisasi. Meskipun mendapat penentangan kuat dari gereja katolik dan partai-partai konservatif.
Afrika Selatan, yang berjuang untuk keluar dari segala bentuk diskriminasi pasca apartheid, mengakui pernikahan sejenis di tahun 2006. Afsel tercatat sebagai negara Afrika pertama yang melakukan itu.
Negara-negara lain yang turut melegalkan pernikahan sejenis baru-baru ini, antara lain, Norwegia, Swedia, Islandia, Portugal dan Denmark.
Sumber : berdikarionline.com