Search
Close this search box.
Puluhan anak punk dari berbagai Provinsi di pulau Sumatera dan Jawa terjaring razia tim gabungan saat sedang menggelar konser amal di Taman Budaya, Banda Aceh, Sabtu (10/12) malam. Konser amal itu diselenggarakan oleh komunitas anak punk Aceh yang tergabung dalam "Street Punk". Rencananya hasil sumbangan tersebut akan disumbangkan kepada panti asuhan (Ilustrasi | Dok Litbang | SERAMBI/BUDI FATRIA)
Puluhan anak punk dari berbagai Provinsi di pulau Sumatera dan Jawa terjaring razia tim gabungan saat sedang menggelar konser amal di Taman Budaya, Banda Aceh, Sabtu (10/12) malam. Konser amal itu diselenggarakan oleh komunitas anak punk Aceh yang tergabung dalam “Street Punk”. Rencananya hasil sumbangan tersebut akan disumbangkan kepada panti asuhan (Ilustrasi | Dok Litbang | SERAMBI/BUDI FATRIA)

Ourvoice.or.id. Anak Punk nampaknya harus segera berbenah diri. Anak Punk kini tidak bisa lagi hidup bergelandangan dalam melanjutkan hidup.

Sebab, Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD tetap menyetujui pasal 505 KUHP, yang menyatakan siapa pun yang bergelandang tanpa pencarian diancam dengan pidana kurungan paling lama tiga bulan.

MK menolak uji materi undang-undang (judicial review) yang dimohonkan Debbi Agustio Pratama, anak punk Padang, Sumatera Barat, terhadap pasal 505 KUHP.

Pasal 505 ayat 1 KUHP menyatakan, barang siapa bergelandangan tanpa pencarian, diancam karena melakukan pergelandangan, dengan pidana kurungan paling lama tiga bulan.

Sedangkan ayat dua pergelandangan yang dilakukan tiga orang atau lebih berumur di atas 16 tahun, diancam pidana kurungan paling lama enam bulan.

Debbi memohon judicial riview, lantaran menganggapnya bertentangan dengan pasal 1 ayat 3, pasal 28 ayat 3, pasal 28G ayat 1, dan pasal 34 UUD 1945.

“Dalil permohonan pemohon tidak beralasan menurut hukum. MK menyatakan menolak permohonan untuk seluruhnya,” ujar Mahfud MD, dalam persidangan yang diikuti Tribunnews.com, Kamis (3/1/2012).

Mahfud menjelaskan, pemohon mendalilkan pasal 505 KUHP bertentangan dengan UUD 1945. Misalnya, dengan pasal 34 UUD 1945.

Pelarangan hidup bergelandangan, lanjutnya, merupakan soal yang tidak berkaitan dengan kewajiban negara untuk memelihara fakir miskin dan anak-anak terlantar.

“Pelarangan hidup bergelandangan merupakan pembatasan yang menjadi kewenangan negara. Sedangkan memelihara fakir miskin dan anak-anak terlantar merupakan kewajiban konstitusional negara, yang harus memerhatikan kemampuan negara,” papar Mahfud.

Sehingga, tuturnya, manakala negara tidak mampu, tidak dapat menjadi alasan untuk membolehkan warga negara hidup bergelandangan.

Namun, Mahfud mengatakan sama sekali tidak melarang punk sebagai gaya hidup. Yang dilarang pasal 505 KUHP adalah hidup bergelandangan.

Sumber : tribunnews.com