Search
Close this search box.

ilustrasi : net
ilustrasi : net

Ourvoice.or.id. Alat bantu atau mainan seks di China tidak sulit dicari. Bisa ditemukan di toko-toko khusus, minibar di hotel, bahkan di dekat kasir swalayan di sebelah permen dan coklat.

Tapi kita bicara soal negara yang 30 tahun lalu sangat bertolak belakang dengan keadaan saat ini. Seks masih menjadi isu yang sangat tabu kala itu. Bahkan, sebuah majalah saja bisa dilarang terbit hanya gara-gara menampilkan foto sepasang pria-wanita yang sedang berciuman di sampul belakang.

Sekarang ini, sejak partai komunis bisa mulai menerima perkembangan jaman, industri seks pun semakin berkembang. Apalagi diberi bantuan oleh internet. Ini merupakan peluang bisnis yang masih sangat menguntungkan untuk digarap.

Menurut CEO salah satu toko seks online di China www.oyeah.com.cn, Lin Degang, industri seks di China diprediksi akan tumbuh hingga mencapai 40 miliar yuan (Rp 360 triliun) di 2014 dari posisi akhir tahun lalu sebanyak 10 miliar yuan.

“Dalam lima tahun, alat bantu seks akan menjadi komoditas umum untuk kebutuhan sehari-sehari,” katanya kepada Reuters, Rabu (21/11/2012)

Alat bantu seks ini secara perlahan menjadi gaya hidup baru masyarakat negeri tirai bambu tersebut. Bahkan, berbagai macam vibrator bisa dibeli di FamilyMart Co Ltd, supermarket yang tersebar di Shanghai. Dengan harga hanya US$ 15-17 per unit, barang-barang ini dipajang di sebelah kasir, berdampingan dengan kondom.

Ada dua pemain besar yang memanfaatkan fenomena ini dengan cara menginvestasikan dana 300 miliar yuan di Love Health Science & Technology Co Ltd, produsen alat bantu seks terbesar di China.

Alat bantu seks bukanlah barang baru di China, bahkan sejak zaman kekaisaran tempo dulu pun sudah ada. Tak hanya untuk wanita, tapi bahkan untuk pria, kata Profesor Seksologi dari Universitas Central China, Peng Xiaohui.

Akan tetapi, peredaran dan penggunaan alat bantu seks ini kemudian dilarang oleh partai komunis pada 1949, termasuk juga pelarang untuk bermesraan di depan umum supaya bisa mempertahankan loyalitas kepada negara.

“Bisa dibilang setelah 1949, masyarakat China jadi lebih konservatif ketimbang zaman China kuno,” kata Peng.

Situasipun berubah memasuki akhir 1970-an setelah China melakukan reformasi sosial dan ekonomi. Akan tetapi tetap saja beberapa elemen yang berhubungan dengan seks dianggap masih tabu, seperti homoseksual dan pornografi.

Pornografi masih dilarang dan warga yang homoseksual biasanya terpaksa menikah dengan lawan jenis supaya tidak dikucilkan oleh masyarakat. Dengan bantuan internet, akhirnya isu-isu seperti ini pun mulai terbuka.

Menurut Direktur Seks dan Jenis Kelamin dari Universitas Kehutanan China, Fang Gang, komunitas online di China, seperti gay dan lesbian atau yang mencari tukar pasangan, mulai menjamur dalam beberapa tahun terakhir.

“Ini adalah barometer yang mewakili masyarakat China secara keseluruhan. Dengan kebebasan yang didapat masyarakat, maka makin bebas juga dalam perilaku seks, begitu juga sebaliknya,” kata Gang.

Sementara Lin menambahkan, sebanyak 70% kliennya berumur 20-30 tahun berjenis kelamin laki-laki. Kebanyakan membeli double vibrator untuk pacarnya.

Sedangakan di Yamete Love Store yang terletak di sebuah sudut pemukiman Shanghai, pelanggan bisa mencari berbagai alat bantu seks mulai dari boneka tiup sampai kostum seksi sambil diiringi musik mellow. Kebanyakan produk yang dijual diimpor dari Jepang dan Swedia dengan harga yang beragam, sekitar US$ 100-210.

Tapi tetap saja, kebanyakan pelanggan memilih berbelanja lewat internet. “Saya terlalu merasa malu jika harus membeli alat bantu seks langsung di toko,” kata pegawai kantoran di Shanghai, Candice Zheng.

“Saya beli lewat toko online saja,” imbuhnya.

Sumber : www.detik.com