Search
Close this search box.

Jokowi Ciliwung. ©2012 Merdeka.com/imam buhori
Jokowi Ciliwung. ©2012 Merdeka.com/imam buhori

Ourvoice.or.id. Gubernur DKI Jakart Joko Widodo tidak henti-hentinya membuat gebrakan semenjak dilantik pada 15 Oktober 2012 silam. Pujian pun mengalir dari berbagai kalangan seperti pejabat, bawahannya, dan rakyat kecil.

Kaum LGBT (Lesbian, gay, bisex, dan transgender) ikut angkat bicara dalam menilai pria yang akrab disapa Jokowi itu. Aktivis LGBT dari Arus Pelangi, Merlyn Sopjan menilai sosok Jokowi adalah sosok pemimpin yang ideal untuk memimpin Jakarta.

“Ketika melihat beliau, saya lihat beliau orang yang moderat, yang menjunjung pluralisme dalam memimpin,” kata Merlyn kepada merdeka.com, di Jakarta, Minggu (28/10).

Dirinya pun berharap Jokowi bisa lebih jujur dalam memimpin dan tidak hanya pencitraan di awal saja tapi harus konsisten selama menjabat sebagai orang nomor satu di DKI ini. Merlyn juga meminta pria asal Solo tersebut memperhatikan kaumnya.

“LGBT adalah bagian masyarakat juga yang seharusnya beliau layani dengan sepenuh hati seperti masyarakat yang lain. Terutama akses teman-teman dalam mendapatkan kesehatan, berkumpul dan berserikat,” ujarnya.

Bagaimanapun juga, lanjutnya, teman-teman LGBT juga ingin memberikan kontribusi yang positif untuk negara Indonesia, khususnya Jakarta.

“Ya karena banyak pendatang, jadi mereka tidak memiliki KTP Jakarta, mereka susah mendapatkan Jamkesmas,” imbuhnya.

Mantan Miss Waria 2006 ini meminta Jokowi benar-benar melihat keadaan kaum LGBT karena banyak dari kaum LGBT khususnya waria yang hidup dalam kemiskinan. Kesulitan mendapat pekerjaan dan diskriminasi yang harus diterima di tengah-tengah masyarakat membuat tekanan mental yang berujung pada timbulnya berbagai penyakit.

“Mungkin belum tentu sehari bisa makan. Jadi ketika mereka sakit, mereka tidak mendapat akses kesehatan, walaupun harus diakui untuk mendapatkan Jamkesmas mereka harus punya KTP DKI tapi semoga ke depan mendapatkan kemudahan,” imbuhnya.

Untuk membuat KTP, kaum Waria akan menemui masalah, seperti cara berpakaian yang seperti wanita padahal dalam KTP berjenis kelamin laki-laki dan petugas pun mempermasalahkan foto yang akan diambil. Ejekan pun harus mereka terima saat datang ke kelurahan.

“Biasanya dibecandain gitu lah karena penampilannya berbeda, mungkin tampaknya sepele untuk mereka sebagai perangkat pemerintah. Tapi untuk teman-teman komunitas, itu jadi bagian ketidakprofesionalan mereka dalam bekerja dan tidak bersikap simpatik,” pungkasnya.[hhw]

Sumber : merdeka.com