Ourvoice.or.id – Tahun ini, Negeri Belanda menjadi tuan rumah tiga ronde pertama Giro d’Italia, salah satu lomba balap sepeda terbesar dunia. Secara tradisional, pemenang lomba menerima karangan bunga dan ciuman dari seorang putri, tetapi di Amsterdam, itu bisa seorang putra.
Pemancar televisi lokal Amstedam menyelenggarakan kontes Ciao Bella, pemenangnya akan menjadi pemberi karangan bunga. Tetapi begitu anggota Dewan Kota Amsterdam Marco de Goede berseru supaya kaum pria juga mendaftar, beberapa pria muda mendaftarkan diri. Setelah dua ronde, sekarang kontes masuk babak final dengan sembilan putri dan seorang putra, itulah Yaïr da Costa, 21 tahun.
Terus bercokol
Orang bisa saja beranggapan itu pemberontakan kaum muda, tetapi Yaïr da Costa benar-benar serius. Katanya ia memanfaatkan kesempatan menjadi pria pemberi selamat dalam olah raga balap sepeda yang selalu didominasi kaum pria. Dominasi yang disebut Da Costa sebagai hambatan ini juga menyebabkan homofobia, benci pada kalangan homoseksual, terus bercokol dalam dunia olah raga. Demikian Marco de Goede
“Pemenang Giro berkaos merah muda,” kata Marco pada Radio Nederland. “Amsterdam adalah ibukota gay dunia, maka kombinasinya merupakan isyarat yang baik untuk menghadapi homofobia dalam olah raga. Salah satu caranya adalah memilih seorang miss tour yang berjenis kelamin pria.
“Sebagai pria gay, saya mengalami sendiri homofobia dalam olah raga,” kata Yair. Dia mengaku pernah main baseball dan ketika menyatakan diri menyukai sesama jenis, sesama pemain baseball menerimanya seperti apa adanya. Tapi ada seorang yang menolak duduk di sebelahnya dalam mobil karena takut. Tiba-tiba orang tua anak-anak yang diajarnya main baseball mengeluh karena dia dianggap terlalu ramah dengan anak-anak mereka.
Pria cakep
Yaïr percaya masyarakat umum akan menerimanya sebagai putra tour Giro d’Italia. “Kenapa pria tidak boleh ikut?” Tanyanya. Dia yakin banyak perempuan dan pria homoseksual akan suka melihat pria cakep mencium pemenang di podium.
Walaupun Yaïr da Costa begitu serius dengan niatnya, penyelenggara Giro d’Italia tidak suka dengan gagasan ini. “Kami akan membawa putri tour sendiri dari Italia,” kata seorang jurubicara. “Tidak perlu seorang pria sebagai putri penyambut pemenang. Ini tidak akan diterima oleh pengikut lomba ini.”
Mitra Belandanya setuju. “Saya kira pembalap kami tidak akan mencium seorang miss berkelamin pria, setelah menang lomba balap sepeda yang ditonton begitu banyak pemirsa televisi,” kata seorang jurubicara.
Harus dibasmi
Marco de Goede, anggota dewan kota Amsterdam pencetus gagasan ini percaya seorang putra penyambut pemenang akan baik bagi dunia sport. “Dari pelbagai reaksi negatif yang kami terima di Belanda dan Italia, kami makin yakin masalah homofobia dalam olah raga harus dibasmi. Kaum gay mencapai 10%, tetapi kalau melihat dunia sport, maka tidak ada homoseksualitas. Sudah waktunya sport membuka diri.”
Dewan Kota Amsterdam punya program khusus memerangi homofobia. “Kami lakukan kampanye di sekolah lanjutan,” kata Marco de Goede. “Di sana kampanye seperti ini sangat diperlukan, karena homofobia dalam olah raga, khususnya sepak bola, masih tetap ada. Kami harus memanfaatkan setiap kesempatan untuk menangani masalah ini.”
Sementara itu, Yaïr da Costa berharap juri Ciao Bella akan memenangkannya. “Saya cinta Italia, budayanya, mode dan kulinernya. Bahkan saya fasih bahasa Italia. Jadi, saya memang cocok sebagai pemenang.”
Sumber : http://www.rnw.nl