TEMPO.CO, New York – Sebuah jajak pendapat baru menunjukkan ateisme meningkat di Amerika Serikat, sementara mereka yang menganggap dirinya religius mengalami penurunan. Jajak pendapat WIN-Gallup International juga dilakukan di 57 negara.
Jajak pendapat menunjukkan bahwa di AS, sejak tahun 2005, jumlah orang yang menganggap dirinya beragama telah turun dari 73 persen menjadi 60 persen. Sedangkan orang yang menyatakan diri ateis telah meningkat dari 1 persen menjadi 5 persen.
Ada apa di balik perubahan angka-angka itu? Rod Dreher, seorang kolumnis, pada BBC menyebutkan sikap gereja yang progresif justru membuat orang meninggalkan agamanya. Editor senior di The American Conservative ini mengambil contoh Konvensi Umum musim panas ini dari Gereja Episkopal, pertemuan tiga tahunan dari Komuni Anglikan di AS.
Badan legislatif gereja menyetujui liturgi untuk sesama jenis dan hambatan terkait hal ini dihapus karena seorang transgender bisa menjadi pendeta. Selama perdebatan tentang ulama transgender, salah seorang uskup mengatakan usulan tersebut, jika diterapkan, akan membawa kebingungan teologis.
Langkah ini bermakna ganda: menarik kaum pro-transgender dan membuat galau kelompok yang menolak kaum transgender diberi ruang dalam kehidupan geraja. “Gereja Episkopal, seperti halnya denominasi gereja Protestan, arus utama Amerika sedang mengalami penurunan tajam jemaat,” katanya.
Menurut data yang dianalisis oleh Robert Putnam dari Harvard University dan David Campbell dari Notre Dame University, semua agama di AS memang mengalami penurunan demografis.
Kabar baik bagi ateisme? Tidak juga. Putnam dan Campbell, dalam buku American Grace tahun 2010, menemukan ateisme tumbuh secara terbatas pada penduduk yang relatif kecil, tidak proporsional, dan hanya terkonsentrasi di antara insan akademisi dan media.
Pertumbuhan yang menarik dalam kehidupan beragama di AS adalah munculnya orang-orang yang mengklaim tidak memiliki afiliasi keagamaan, tapi sebagian besar dari mereka percaya pada Tuhan. “Ini adalah kelompok orang-orang spiritual, tapi tidak religius, yang jumlahnya sekitar 17 persen,” kata Putnam.
Menurut penelitian sosiolog Christian Smith dan Melinda Lundquist, kini juga muncul kelompok anak muda Amerika, baik Kristen maupun non-Kristen, yang merupakan generasi “buta teologis”. Mereka, keduanya menjuluki sebagai kelompok Moralistic Therapeutic Deism (MTD), percaya Tuhan itu ada dan ingin menjadi baik, dan bahwa kebahagiaan adalah titik utama kehidupan.
“Anda dapat melihat mengapa generasi yang dibesarkan dalam lingkungan MTD akan tidak memiliki kepentingan dalam agama tradisional, dengan segala klaim kebenaran dan sejumlah larangan,” kata Smith.
Pada titik tertentu, para Nones, julukan bagi simpatisan MTD, mungkin menemukan bahwa baik MTD atau ateisme dapat memberi mereka harapan dunia lain yang mereka butuhkan untuk bertahan dan menang atas penderitaan yang sejati.
sumber : tempo.com