BANGKOK, KOMPAS.com- Mereka yang berminat melakukan operasi transjender di Thailand, saat ini semakin mudah dan murah. Operasi bisa dilakukan dengan biaya mulai 100.000 baht atau sekitar Rp 30 juta.
Mereka yang dioperasi tak perlu mengganti informasi jenis kelamin pada kartu tanda penduduknya. Tak heran kalau banyak warga lokal dan bahkan warga negara asing berbondong-bondong pergi ke Thailand untuk dioperasi.
Ben (30), pemandu wisata di Bangkok, Thailand, Minggu (12/8/2012), yang sudah menjalani profesinya selama 18 tahun menuturkan, tahap yang cukup kompleks dalam proses operasi hanya tes psikologi. Mereka berkonsultasi dengan penyedia jasa operasi untuk menunjukkan keseriusannya. Sebab, pergantian jenis kelamin dari laki-laki menjadi perempuan itu tidak bisa dikembalikan lagi.
Jika lulus, operasi bisa dilakukan dengan biaya mulai 100.000 baht hingga 200.000 baht atau sekitar Rp 60 juta. Besar atau kecilnya biaya tergantung kesulitan yang harus dihadapi dokter.
Biaya operasi tersebut belum termasuk mengubah bagian tubuh yang lain. Jika hendak menyesuaikan bentuk kaki atau wajah misalnya, transjender perlu merogoh kocek lagi.
“Mereka yang dioperasi tak perlu mengganti informasi jenis kelamin pada kartu tanda penduduknya,” ujar Ben. Identitas transjender tetap dianggap sebagai laki-laki.
Uniknya, setelah dioperasi mereka harus ke toilet perempuan jika hendak buang air. “Saya tidak tahu berapa peningkatan jumlah transjender di Thailand. Tapi, mereka semakin banyak terlihat di tempat umum,” kata Ben.
Bahkan, masyarakat Jepang dan Korea Selatan yang berminat menjalani operasi transjender, datang berduyun-duyun ke Thailand. “Di sini, ada dua rumah sakit yang memiliki spesialisasi operasi transjender. Masyarakat Thailand pun kian terbuka terhadap transjender,” tuturnya.
Pada dasawarsa 1990-an, transjender masih dianggap aneh, bahkan pelakunya kerap menghadapi diskriminasi dan pelecehan. Mereka sering ditolak jika melamar bekerja. Transjender dianggap ganjil dengan perasaan sensitif berlebihan.
Seiring waktu, penilaian masyarakat berubah. “Kalau dulu, orangtua yang anaknya ingin melakukan operasi transjender merasa malu, sekarang biasa-biasa saja,” papar Ben.
Saat ini, hanya beberapa daerah yang belum terbiasa dengan kehadiran transjender. Itu pun umumnya hanya di pedesaan.
Transjender kini banyak bekerja di bidang perawatan tubuh dan kecantikan. Mereka bahkan dipertimbangkan lebih mahir dibandingkan perempuan asli.
“Sejauh ini, setahu saya belum ada kasus kematian karena operasi transjender. Kalau ada, itu disebabkan ketidakdisiplinan atau meminum vitamin secara berlebihan,” ungkap Ben.
Mereka tewas karena overdosis vitamin dan terlalu banyak menggunakan hormone tertentu. (Dwi Bayu Radius, dari Bangkok, Thailand)