Search
Close this search box.

Pelangi di Balik Jaket Hijau

Oleh: Misske*

SuaraKita.org – Di era modern ini, kita sering mendengar tentang pentingnya kesetaraan dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk di dunia kerja. Namun bagi saya, seorang perempuan biseksual berpenampilan maskulin yang bekerja sebagai pengemudi ojek online, realitasnya jauh dari ideal. Tentu, pekerjaan ini memberikan kebebasan secara finansial dan berpenampilan (walau harus selalu menggunakan jaket hijau sebagai identitas utama pengemudi), tetapi tantangan yang saya hadapi jauh lebih kompleks daripada sekadar mengemudikan motor dan menerima order.

Sejak awal, sudah saya sadari bahwa identitas seksual bisa menjadi penghalang. Meskipun dunia ojek online tampaknya inklusif, stigma terhadap perempuan yang memiliki orientasi seksual non-heteroseksual masih sangat kuat. Ada waktu saat saya merasa tidak nyaman ketika penumpang bertanya tentang kehidupan pribadi saya. Terkadang, saya memilih untuk tidak menjawab atau mengalihkan pembicaraan agar tidak membuat suasana menjadi canggung. Rasanya, saya harus bersembunyi di balik topeng, hanya untuk menjaga kenyamanan orang lain.

Selama ini, saya telah mendengar berbagai cerita dari sesama pengemudi. Banyak dari mereka, termasuk saya, merasa bahwa diskriminasi tidak hanya datang dari penumpang, tetapi juga dari rekan kerja. Sering kali, saya mendengar komentar sinis atau lelucon yang merendahkan tentang komunitas LGBTQ+.

Pernah di suatu waktu, saya sedang menunggu orderan di stasiun. Tentunya, saya tidak sendiri, ada beberapa rekan-rekan pengemudi lainnya. Saat itu, salah satu rekan mendapatkan orderan penumpang. Sebelum hendak pergi menjemput, rekan saya mendapatkan telepon dari penumpang tersebut yang memberitahukan posisinya menunggu. Setelah selesai menelpon, rekan saya memberitahukan kepada kami bahwa sang penumpang menunggu di dekat gerai toko makanan yang tidak jauh dari tempat antrian ojek online. Lalu kami menoleh dan melihat. Ternyata, sang calon penumpang adalah seorang transpuan yang memakai pakaian cukup feminim (seksi) dengan postur tubuhnya yang tegap dan sedikit berotot. Seketika, rekan saya mengeluh sambil dijadikan bahan ejekan (candaan negatif). Rekan-rekan lainnya pun mengikuti, walau akhirnya rekan saya tetap menerima orderan tersebut dan pergi mengantarkan penumpang transpuan tersebut.

Dalam situasi seperti itu, saya dihadapkan pada dilema serta marah dalam hati. Apakah saya harus melawan atau diam agar tidak menciptakan konflik lebih lanjut? Ini adalah pertanyaan yang mengganggu dan menuntut keputusan yang sulit.

Bekerja sebagai pengemudi ojek online juga menawarkan kebebasan yang tidak bisa saya dapatkan di banyak pekerjaan lain. Meskipun menghadapi rintangan, saya bisa menentukan jadwal sendiri dan memilih kapan ingin bekerja. Dalam dunia yang sering kali tidak ramah bagi orang-orang seperti saya, hal ini adalah sebuah privilese. Saya bisa memilih untuk tidak menerima order dari daerah tertentu yang saya anggap tidak aman, walaupun hal itu berarti kehilangan potensi penghasilan. Saya lebih memilih keselamatan.

Saya juga percaya bahwa untuk mengubah stigma ini, kita perlu memperjuangkan kesadaran dan edukasi. Di luar sana, banyak orang yang tidak memahami ragam identitas gender dan seksual. Di lingkungan kerja, terutama di sektor informal seperti ojek online, pelatihan tentang inklusivitas dan penghormatan terhadap keberagaman sangatlah penting. Jika pengemudi dan penumpang dapat diajarkan untuk menghormati perbedaan, mungkin stigma dan diskriminasi bisa berkurang.

Saya berpendapat bahwa pekerjaan ini penuh tantangan di jalan, tetapi bisa menjadi pilihan alternatif yang sedikit lebih aman bagi kawan-kawan komunitas LGBTQ+. Dalam banyak hal, ojek online memberikan ruang untuk bekerja tanpa tekanan untuk menyembunyikan identitas. Saya bisa menjadi diri sendiri, walaupun harus menghadapi beberapa penolakan. Namun, di dunia yang ideal, saya berharap bahwa semua orang, terlepas dari identitas mereka, dapat merasa aman dan dihargai di tempat kerja.

 

*Penulis adalah seorang pekerja lepas, bekerja sebagai driver online dan juga desain grafis pengisi konten desain di Koperasi Prakarsa Hijau Indonesia (@kophinesia). Penulis berdomisili di Cempaka Putih, Jakarta Pusat.