Search
Close this search box.

[Opini] Sejarah Tolotang: Adakah Pahlawan Indonesia yang Non-Heteroseksual dan Non-Biner?

Oleh: Lucky Arisandi*

Raden Ajeng Kartini adalah sosok Pahlawan Nasional Indonesia. Dia berjuang untuk kemerdekaan dan kebebasan kaumnya, terutama wanita Jawa. Soekarno, yang juga adalah Presiden Pertama Republik Indonesia yang dielu-elukan sebagai Founding Father (Pendiri Bangsa). Fatmawati, Cut Nyak Dien, Sultan Hasanuddin, HOS Cokroaminoto, Soetomo dll.

Semua nama di atas merupakan pahlawan yang berjuang di tanah yang kita kenal sebagai Indonesia saat ini. Mereka berjuang melalui pemikiran, perlawanan langsung atau juga harta benda. Seluruh elemen masyarakat tempo dulu berjuang untuk kebebasan dari penjajahan dan juga untuk mempertahankan NKRI, dari pelosok negeri di Papua sampai Aceh. Semua orang bersusah payah memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan bangsa Indonesia Tercinta.

Yang menggelitik otakku adalah apakah tidak ada sama sekali perjuangan orang non heteroseksual atau orang non biner sepanjang sejarah Indonesia?

Jika bicara secara global, aku hanya baru tahu 1 nama seorang Non Heteroseksual yang dianggap berpengaruh dan dijadikan pahlawan nasional sebuah bangsa yaitu Alan Turing. Alan Turing merupakan pahlawan nasional Kerajaan Inggris.

Alan Turing yang begitu berjasanya pada masa itu menghentikan perang dunia 2 melawan hegemoni Nazi di “Pidanakan” karena ketahuan bersenggama dengan seorang laki-laki. Tahun 2013, baru dia diangkat sebagai pahlawan nasional dan mendapatkan permohonan maaf Ratu Inggris.

Yang aku ingin bilang, di Inggris, pahlawan yang benar-benar berjasa bagi seluruh dunia melawan Jerman dipidana karena bersenggama dengan laki-laki dan baru diangkat jadi pahlawan sekitar 50 tahun kemudian setelah dia meninggal dunia. Bagaimana kalau di Indonesia?

(Sumber : http://4.bp.blogspot.com)

Menurut hematku, seharusnya di Indonesia memiliki lebih banyak pahlawan nasional non-biner atau Non Heteroseksual. Kenapa? Yuk coba review kembali!

Tahun 1950 sampai 1968an terjadi pemberontakan DI/TII yang dipelopori Abdul Kahar Mudzakar dengan memproklamirkan penggabungan seluruh wilayah yang dikuasai pasukannya yaitu Sulawesi selatan untuk bergabung bersama NII (Negara Islam Indonesia) pimpinan Imam Kartoswirjo.

Kamu tau apa yang terjadi saat pemberontakan itu? Yup betul sekali, salah satu hasil pemberontakan DI/TII adalah Pembantaian Kaum Bissu [1] (Tokoh Agamawan yang memiliki Gender Universal). Kepercayaan Tolotang sendiri merupakan kepercayaan asli masyarakat Bugis bahkan tumbuh sebelum Islam hadir di tanah Bugis yang artinya melewati masa penjajahan Belanda, Jepang, bahkan kemerdekaan NKRI.

Kepercayaan Tolotang inilah yang memperkenalkan gender Non Binner di Sulawesi Selatan, yaitu Laki-laki, Perempuan, Calalai, Calabai dan Bissu. Kepercayaan Tolotang bahkan dilindungi oleh raja raja bahkan setelah Islam dipeluk oleh masyarakat Bugis. Saat ini kepercayaan ini masih bertahan, meskipun digempur oleh Agama-agama dari dunia barat.

Kembali pada topik, jadi aku berpikir, kalo pada tahun 1950 sampai 1968 saja telah terbukti adanya perlakuan buruk pada Kaum Bissu yang bisa mewakili komunitas non Binner di Sulawesi selatan, apakah tidak ada satu orang Bissu pun yang melakukan perjuangan pada masa pra-kemerdekaan, mempertahankan kemerdekaan atau bahkan saat terjadi revolusi?

Lebih besar lagi, apakah tidak ada sama sekali orang non-heteroseksual atau non-biner yang berjuang melawan kemerdekaan di negeri tercinta ini?

Referensi :
1. ESISTENSI BISSU TERHADAP PEMBANTAIAN DI/TII DI SULAWESI SELATAN PERIODE 1950‒1965 DALAM DUA CERPEN FAISAL ODDANG. Hal.47 — https://aiche.ui.ac.id/wp-content/uploads/81/2019/02/03.pdf

 

*Penulis adalah Pengurus Perkumpulan Suara Kita periode 2021-2026.