Search
Close this search box.

[Liputan] Memahami Citra Allah Lewat Berbagi Kepada yang Terdiskriminasi

Oleh: Wisesa Wirayuda* 

Perkumpulan Suara Kita tengah membuka kesempatan bagi individu-individu yang peduli terhadap isu minoritas gender dan seksual di Indonesia. Salah satu programnya adalah donasi yang bisa secara langsung mendukung keadilan dan kesetaraan bagi komunitas.

Semangat gotong royong yang juga tengah bergelora di bulan Agustus ini sejalan dengan misi Suara Kita, yakni mengembangkan kemandirian melalui usaha-usaha produktif, inklusif, dan kemitraan yang setara. 

Melalui semangat itu pula, Suara Kita dipertemukan dengan Pendeta Palti Hatoguan Panjaitan dari Huria Kristen Batak Protestan (HKBP), salah satu gereja terbesar di antara gereja Protestan yang ada di Indonesia dan Asia Tenggara.

Sudah menjadi Pendeta sejak 2002, Bang Palti –panggilan akrabnya–, mengatakan bahwa dirinya mengetahui program Suara Kita melalui sosial media, terutama melalui Facebook

“Yang pasti awalnya saya tahu dari Mas Har Toyo (salah satu anggota Perkumpulan Suara Kita -Red.), baik dari postingan dan sebagainya,” jelas Pendeta. 

Menurut catatan Suara Kita, Pendeta Palti sudah menjadi donatur rutin sekitar satu tahun. Ketika ditanya mengapa dirinya berminat menyumbang tiap bulan meskipun memiliki latar belakang sebagai pendeta, ia menjawab bahwa dirinya ingin menolong sesama karena ia tahu bagaimana rasanya didiskriminasi. 

“Meskipun tidak seberapa. Karena saya tahu itu sangat sakit ketika kita didiskriminasi karena suatu hal sehingga dia tidak bisa mengakses haknya. Itu yang mendorong saya untuk bisa meringankan beban. Saya juga punya pemahaman bahwa lebih berbahagia memberi daripada menerima,” papar Bang Palti.

Dirinya pun mengetahui bahwa donasi yang dia berikan akan digunakan untuk program pengurusan BPJS atau E-KTP Transpuan yang tengah dijalankan oleh Suara Kita.

“Ketika ada KTP, dia bisa mengakses yang lain. Tetapi kalau tidak ada KTP, dia tidak bisa mendapatkan hak-hak yang seharusnya bisa didapatnya. Atau juga, misalkan meninggal namun tidak memiliki biaya. Banyak hal yang bisa dilakukan melalui program itu,” jelasnya.

Pendeta Palti mengatakan, dirinya telah menggumuli isu minoritas gender dan seksual dalam sepuluh tahun ke belakang sehingga ia cukup mengerti bahwa kelompok transgender adalah kelompok yang didiskriminasi secara berlapis oleh sistem di dunia.

“Sehingga mereka akan menderita karena diskriminasi itu. Padahal mereka juga Citra Allah, Imago Dei-Gambar Allah, kenapa harus dibedakan dengan yang lain?”

Pendeta Palti menjelaskan, Citra Allah memiliki arti bahwa Manusia diciptakan segambar dan serupa dengan Allah. 

“Sama seperti saya juga, segambar dan serupa dengan Allah, Imago Dei, sehingga tidak layak untuk didiskriminasi. Tidak boleh. Karena mereka juga Gambar dan Rupa Allah,” paparnya.

HKBP sendiri memiliki sikap pro-kontra terhadap kelompok minoritas gender dan seksual. Sebelumnya, penolakan dari HKBP menguat setelah penerbitan Pernyataan Pastoral PGI Tentang LGBT pada tanggal 20 Juni 2016 silam yang ditujukan kepada Pimpinan Gereja Anggota PGI di seluruh Indonesia.

Terakhir, Bang Palti berpesan bahwa dunia akan lebih baik ketika kita mau berbagi.

“Itu yang saya pahami. Dunia ini rusak karena sebagian orang serakah mengambil jatah orang lain. Maka untuk memperbaikinya, marilah saling berbagi. Lebih berbahagia memberi daripada menerima,” tutupnya.

 

*Penulis pernah terlibat di beberapa buku terbitan Suara Kita. Esa juga adalah kontributor di website Suarakita.org sejak 2013 hingga sekarang. Beberapa pelatihan jurnalistik yang pernah ia ikuti antara lain dari Suara Kita, Jurnal Perempuan, dan Wahid Foundation.