LENSAINDONESIA.COM: Saat ini, homoseksualitas sudah tidak dianggap sebagai sebuah gangguan kejiwaan. Tentu saja acuan dari pernyataan diatas adalah DSM (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder / buku acuan diagnostik secara statistikal untuk menentukan gangguan kejiwaan) yang dibuat oleh ‘kiblat’ ilmu kejiwaan saat ini, yaitu APA alias asosiasi psikiatri Amerika.
Di dalam DSM, yang sudah masuk ke edisi ke empat, homoseksualitas sudah tidak masuk ke dalam kategori gangguan kejiwaan manapun. Salah satu alasannya adalah karena syarat bagi sebuah perilaku untuk diklasifikasikan sebagai gangguan jiwa dalam DSM adalah jika perilaku tersebut mengganggu kehidupan orang yang menderitanya. temuan di lapangan menyatakan bahwa homoseksual dapat hidup ditengah-tengah masyarakat dengan bahagia.
Situs dari asosiasi psikologi Amerika (American Psychological Association) juga mengatakan dengan tegas bahwa homoseksualitas bukan sebuah gangguan. Kesimpulan yang mereka nyatakan ini berasal dari temuan bahwa, seperti yang di pakai oleh DSM untuk menyimpulkan bahwa homoseksualitas bukanlah sebuah gangguan, orang yang berorientasi seksual homoseksual (gay) dapat hidup dengan normal seperti orang lain.
Berikut adalah sejarah dari ditariknya homoseksual dari klasifikasi gangguan kejiwaan (Mental Disorder) oleh dunia ilmu kejiwaan:
Masa Psikologi Klasik – Jung, Adler dan Freud menyatakan bahwa homoseksualitas adalah sebuah gangguan kejiwaan. Saya belum menemukan penjelasan dari pandangan Jung dan Adler, tapi menurut Freud, homoseksualitas adalah sebuah bentuk fiksasi (berhentinya perkembangan mental) dari satu dimensi dari tahap perkembangan mental seseorang, sehingga orang normal adalah orang yang berhasil berkembang menjadi seorang heteroseksual.
DSM-I (DSM versi pertama) yang diterbitkan pada tahun 1952– menyatakan bahwa homoseksualitas adalah gangguan kepribadian sosiopathik. Artinya, orang yang memiliki orientasi seksual homoseksual memiliki kepribadian yang menyimpang dari norma sosial, dan penyimpangan ini harus diperbaiki.
DSM-II yang diterbitkan tahun 1968 – menghapus homoseksual dari daftar penyakit sosiopath dan memindahkannya ke daftar Sexual Deviation (penyimpangan seks).
DSM-III yang diterbitkan pada tahun 1973 – menyatakan bahwa homoseksualitas dinyatakan sebagai sebuah gangguan HANYA jika orientasi seksual homoseksual orang tersebut mengganggu dirinya (dia tak mau menjadi homoseksual).
DSM-III kemudian mengalami revisi dan pada edisi revisi ini, homoseksualitas sudah tidak dianggap sebagai sebuah gangguan sama sekali. Alasannya adalah, karena para komite DSM menyatakan bahwa adalah wajar bagi seorang homoseksual untuk merasa terganggu dengan orientasi seksualnya pada saat ia pertama kali menyadari bahwa ia seorang homoseksual.
Oleh karena itu perasaan terganggu yang dirasakan seorang homoseksual bukanlah sebuah gangguan.
Robert L. Spitzer, ketua komite pembuatan DSM III menyatakan bahwa homoseksualitas tidak lebih dari sebuah variasi orientasi seksual. Tidak lebih.
sumber : lensaindonesia.com