SuaraKita.org – Pengadilan Federal Malaysia minggu lalu membatalkan undang-undang negara bagian yang menjadikan seks LGBT sebagai pelanggaran pidana. Pengadilan memutuskan bahwa hanya Parlemen Malaysia yang memiliki kewenangan untuk melakukan tindakan tersebut sebagai pelanggaran.
Kasus ini bermula dari penggerebekan sebuah rumah di negara bagian Selangor di mana 11 pria dikenakan tuduhan “upaya hubungan seksual yang melawan tatanan alam” di bawah Pasal 28 Hukum Syariah Pidana (Selangor) Pengesahan 1995. Orang-orang itu dipantau melalui platform media sosial Tiongkok WeChat dengan operasi penyamaran yang terdiri dari lebih dari 50 polisi syariah.
Dalam banding, para pemohon berargumen bahwa legalitas Pasal 28 tidak valid karena badan legislatif negara bagian tidak memiliki kewenangan untuk memberlakukan undang-undang tersebut. Sembilan hakim di Pengadilan Federal setuju, dengan menyatakan, “pembuatan dan hukuman atas pelanggaran oleh orang-orang yang memeluk agama Islam yang bertentangan dengan ajaran agama itu, dikecualikan dari yang berkaitan dengan hal-hal yang termasuk dalam Daftar Federal.”
Hukum Pidana di Malaysia berada di bawah kewenangan pembuatan hukum Daftar Federal, eksklusif untuk Parlemen. Ini berarti legislator negara bagian tidak dapat membuat keputusan tentang undang-undang yang termasuk dalam yurisdiksi Parlemen ketika Parlemen belum memberlakukan undang-undang Federal tentang masalah itu.
Keputusan tersebut telah digambarkan oleh beberapa kelompok hak asasi manusia sebagai langkah ” kecil tapi signifikan ” menuju masyarakat yang lebih progresif. Perlindungan hukum bagi komunitas LGBT tidak ada dan hubungan sesama jenis masih merupakan tindak pidana juga bagi non-Muslim berdasarkan Pasal 377A KUHP Malaysia. (R.A.W)
Sumber: