Search
Close this search box.

SuaraKita.org – Oposisi terhadap kesetaraan pernikahan telah menurun di sejumlah besar kelompok agama di Amerika Serikat, sementara orang-orang Kristen evangelis kulit putih adalah salah satu dari sedikit gerakan yang mayoritasnya masih menjadi oposisi. Tiga tahun sejak putusan Mahkamah Agung bahwa pasangan sesama jenis harus diizinkan untuk menikah, temuan-temuan dari penelitian  yang diterbitkan oleh Public Religion Research Institute (PRRI) berdasarkan 2017 American Values Atlas, menunjukkan adanya peningkatan dukungan untuk hak LGBT, termasuk mayoritas Muslim Amerika Serikat yang mendukung kesetaraan pernikahan untuk pertama kalinya.

Muslim, dengan 51 persen berbanding 34 persen, mendukung kesetaraan pernikahan, dibandingkan dengan empat tahun lalu ketika mayoritas, 51 persen, menentang. Ada hasil serupa untuk kelompok Protestan kulit hitam, dengan 54 persen menentang kesetaraan pernikahan di laporan penelitian PRRI 2014 American Values ​​Atlas, dibandingkan dengan 43 persen dalam temuan terbaru.

Memang, pertentangan terhadap kesetaraan pernikahan sekarang hampir seluruhnya terbatas pada orang Kristen konservatif kulit putih. 58 persen penganut Kristen injili (Evangelical Christians) kulit putih dan 53 persen dari Mormon – yang sebagian besar di antaranya berkulit putih – menentang untuk mengizinkan pasangan gay untuk menikah. Namun kelompok yang paling menentang, adalah kelompok Saksi-Saksi Yehuwa (Jehovah’s Witnesses), sebuah kelompok yang terdiri dari 36 persen berkulit putih, 32 persen Hispanik dan 27 persen kulit hitam di Amerika Serikat. Hanya 13 persen dari mereka yang mendukung hukum kesetaraan pernikahan.

Secara keseluruhan, 63 persen orang Amerika sekarang kembali mengizinkan pasangan sesama jenis untuk menikah, naik dari 52 persen pada empat tahun lalu. Semua kelompok ras besar sekarang memiliki mayoritas yang mendukung. Partai Republik, meskipun tetap menentang, namun angkanya berubah dari 51 persen menjadi 42 persen.

Menjelang pemilu 2016, Partai Republik menolak untuk memperlunak bahasanya pada hak pasangan sesama jenis untuk menikah dari empat tahun sebelumnya ketika hal itu disebut sebagai tindakan “serangan terhadap fondasi masyarakat kita.”

Sejak menjabat, Presiden Donald Trump telah memeluk kaum injili kulit putih dengan serangkaian kebijakan, termasuk penandatanganan larangan terhadap individu transgender untuk mengabdi di militer. Namun, selama kampanyenya, Donald Trump mengkritik Islam, mengklaim bahwa ia akan melindungi kelompok LBGT dari penindasan.

“Sebagai Presiden Anda, saya akan melakukan segalanya dengan kekuatan saya untuk melindungi warga LGBT kami dari kekerasan dan penindasan ideologi asing yang penuh kebencian,” katanya dalam pidatonya ketika menerima nominasi Partai Republik untuk presiden. (LSC)

Jurnal penelitian dapat diunduh pada tautan berikut:

[gview file=”http://suarakita.org/wp-content/uploads/2018/05/Emerging-Consensus-on-LGBT-Issues-Findings-From-the-2017-American-Values-Atlas.pdf”]


Sumber:

Newsweek