Search
Close this search box.

SuaraKita.org – Gubernur provinsi Aceh mengakui peristiwa baru-baru ini yang ada dalam berita internasional mungkin menjadi alasan mengapa hanya sedikit orang yang mendaftar lomba maraton lokal.

Aceh adalah satu-satunya provinsi di negara mayoritas Muslim Indonesia yang diizinkan untuk menjalankan Hukum Syariah.

Provinsi ini mendapat kecaman karena perlakuan mereka terhadap LGBT.

Baru-baru ini, 12 orang transgender digerebek dari sebuah salon di Aceh Utara. Rambut mereka dicukur secara paksa oleh polisi yang juga menuntut agar mereka ‘hidup seperti lelaki’ sebelum melepaskannya dari tahanan.

Pada tahun 2017, dua lelaki berusia awal dua puluhan dihukum cambuk karena gay dan sodomi. Mereka menerima hukuman 82 kali cambuk, yang merupakan pertama kalinya seseorang dinyatakan bersalah karena melakukan homoseksualitas di Indonesia.

Bahkan politisi Aceh telah berbicara menentang komunitas LGBT. Pekan lalu, Muslim Ayub anggota DPR dari Partai Amanat Nasional untuk Dapil Nanggroe Aceh Darussalam mengatakan bahwa dia percaya bahwa LGBT harus dihukum mati atau dipenjara seumur hidup.

Aceh Maraton

Dalam upaya untuk meningkatkan pariwisata ke daerah tersebut, Aceh menyelenggarakan lomba lari maraton tahunan. Pemerintah provinsi Aceh akan menggelar Aceh International Marathon 2018 di Sabang, 29 Juli mendatang,  namun hanya 200 orang yang mendaftar sejauh ini. Penyelenggara berharap bisa menarik sekitar 4.000 orang untuk mengikuti lomba tersebut.

Gubernur Aceh Irwandi Yusuf mengakui jumlah pendaftaran yang rendah mungkin ada kaitannya dengan perlakuan provinsi yang dipimpinnya terhadap LGBT. Dia mengakui kontroversi untuk memaksa pramugari Muslim mengenakan jilbab saat mereka terbang ke Aceh mungkin ada hubungannya dengan hal itu juga.

Persoalan lainnya adalah soal kekhawatiran baju yang digunakan dalam acara lari maraton di Sabang tersebut.

“Gara-gara salah paham tentang kostum. Ini Sabang, kita enggak katakan harus pakai jilbab untuk semua pelari perempuan, atau pakai sorban untuk pelari lelaki” katanya.

Wilayah Sabang memiliki peraturan yang lebih santai bagi orang asing. Tapi yang jelas, hal itu belum meyakinkan orang untuk berlomba di Maraton Aceh. (R.A.W)

Sumber:

Kompas

GSN