Search
Close this search box.

SuaraKita.org – Dulu, hubungan antara Universitas Georgetown, Amerika Serikat dan siswa LGBT mereka sangat tegang. Pada tahun 1980, para siswa harus menuntut kesetaraan hak. Pada tahun 2007, mereka berunjuk rasa di depan tangga Healy Hall, memprotes apa yang mereka anggap sebagai respons yang tidak layak terhadap insiden antigay.

Survei tahun 2008 menemukan bahwa 61 persen siswa menganggap homofobia adalah sebuah masalah yang perlu diselesaikan, pada tahun itu pula otoritas kampus mulai menangani masalah tersebut dengan membuka sebuah pusat sumber daya LGBT dengan staf penuh waktu.

Kini, Universitas Georgetown, sebuah Universitas Katolik tertua di Amerika, telah menyetujui pendirian asrama komunitas tinggal dan belajar (Living Learning Communities/LLC) yang tertarik untuk mempelajari tentang identitas gender dan orientasi seksual yang sesuai dengan “nilai-nilai Yesuit” yang menginspirasi misi universitas.

April lalu, Office of Residential Life Georgetown menolak permohonan yang dilakukan oleh komunitas tinggal dan belajar LGBT untuk tahun akademik 2017-18 yang diberi nama “Crossroads: Gender and Sexuality,” namun usulan tersebut kemudian disetujui pada bulan Desember untuk tahun akademik 2018-2019.

Crossroads diusulkan oleh seorang mahasiswa senior di  Georgetown bernama Grace Smith. Grace mengatakan bahwa persetujuan tentang permohonannya adalah sebuah keberhasilan besar.

“Mahasiswa sekarang akan mulai memiliki ruang hunian yang unik yang didedikasikan untuk mengeksplorasi dan memahami diri mereka sendiri dan orang lain terkait gender dan seksualitas,” tambahnya.

Sebelum keputusan baru tersebut, kebijakan yang dikeluarkan hanya memungkinkan mahasiswa untuk “tinggal bersama mahasiswa lain yang memiliki identitas gender yang sama, selama mahasiswa tersebut mengidentifikasi diri sebagai satu dari dua jenis kelamin biner – yaitu sebagai lelaki atau perempuan.”

Ini berarti bahwa “ketika seorang siswa mengidentifikasi sebagai gender-nonconforming, mereka harus memilih untuk tinggal dengan lelaki atau perempuan, bahkan jika mereka tidak mengidentifikasi keduanya.”

Menurut wakil direktur urusan kemahasiswaan Universitas Georgetown, Todd Olson, asrama LGBT yang baru “akan menyediakan ruang komunitas untuk diskusi tentang gender dan inklusifitas sambil menjunjung tinggi nilai-nilai masyarakat Yesuit dalam keberagaman dan pendidikan manusia.”

“Nilai-nilai Katolik dan Yesuit kami mengajak kami untuk terlibat dengan ‘rasa hormat, belas kasih dan kepekaan dengan komunitas LGBT,” kata Todd Olson. “Ini sesuai dengan nilai-nilai Katolik dan Yesuit kita untuk memberikan bahasa, perspektif, dan inklusifitas untuk memperdalam rasa cura personalis (ketulusan) kita.”

Asrama ini diyakini sebagai tempat tinggal LGBT pertama di sebuah institusi Katolik Amerika. Asrama LLC Universitas Georgetown sebelumnya hanya berfokus pada keadilan sosial, kesehatan, kewirausahaan, dan bahasa asing.

Sementara lokasi dan ukuran bangunan yang tepat untuk asrama Crossroads belum ditentukan, aktivis agama telah menyerang: Blog ekstrimis Katolik Church Militant mengklaim bahwa asrama tersebut merupakan bukti bahwa Universitas Georgetown “terus memamerkan ajaran Gereja Katolik tentang seksualitas manusia.”

“Para Yesuit … terkenal karena perbedaan pendapat mereka dari pengajaran Gereja tentang segala sesuatu sambil mengklaim sebagai orang Katolik,” tambah situs tersebut. “Pastor James Martin, salah satu Yesuit paling terkemuka di Amerika Serikat, telah menjadi pendukung setia sodomi dan kesetaraan pernikahan, dia mengatakan kepada kelompok homoseksual bahwa Tuhan telah menciptakan mereka seperti itu. “ (R.A.W)

Sumber:

Newnownext Breitbart NYtimes