Search
Close this search box.

Oleh: Meg Cale *

SuaraKita.org – Pada tahun 2014, artikel saya 8 pertanyaan harus ditanyakan oleh wisatawan LGBT sebelum pergi ke luar negeri menjadi viral. Ketika saya membaca beberapa komentar yang tersisa untuk artikel saya di Facebook, saya mulai melihat sebuah pola. Banyak orang berkomentar: “Mengapa ini menjadi masalah? Jangan bercumbu di depan umum. “Ada beberapa komentator yang membandingkan melepas sepatu di kuil Budha dengan atidak melela saat bepergian. Beberapa bahkan mengatakan bahwa kita harus menutupi orientasi seksual saat bepergian karena “menghormati budaya lain.” Beberapa orang mengatakan bahwa secara moral mereka salah karena melakukan perjalanan ke negara-negara yang tidak mendukung/ramah LGBT karena negara tersebut akan mendapatkan keuntungan finansial dari pariwisata.

Nuansa yang membingungkan dari beberapa komentar membuat saya berpikir kembali ke konferensi Gay and Lesbian Travel Association yang saya hadiri beberapa tahun yang lalu. Konferensi tersebut dipenuhi oleh orang-orang yang tertarik untuk belajar dan berinvestasi dalam pariwisata LGBT. Pertanyaan yang paling banyak diajukan oleh para profesional bisnis berasal dari kesalahpahaman yang sama di dalam komentar. Dalam upaya untuk meluruskan hal tersebut, saya menuliskan pemikiran saya mengapa kita membutuhkan pariwisata LGBT.

Bertemu dengan kelompok LGBT meningkatkan visibilitas dan mengurangi homofobia.

Penelitian oleh Caitlin Ryan, Direktur dari Family Acceptance Project menunjukkan bahwa hal ini dapat mengidentifikasi seorang LGBT dapat mengurangi kata-kata dan perilaku homofobia. Melissa Langley, seorang travel blogger lesbian yang terkenal, mengatakan bahwa pariwisata LGBT memiliki efek ganda. “Wisata LGBT menghadapkan individu LGBT kepada dunia dan dunia kepada individu-individu LGBT. Ini adalah hubungan saling menguntungkan yang dapat membantu masyarakat lokal meningkatkan ekonomi mereka sekaligus mengoreksi bias dan stereotip. “Kami membutuhkan pariwisata ramah LGBT karena individu-individu LGBT masih berisiko tinggi menghadapi kekerasan dan diskriminasi di seluruh dunia. Kekuatan dalam jumlah adalah klise, tapi itu juga benar. Individu LGBT terbunuh dan mengalami kekerasan atas dasar kebencian. Kami melihat ini selama berlangsungnya Kiev Pride, dalam eksekusi ISIS terhadap lelaki gay, dan dalam banyak pembunuhan transgender perempuan kulit berwarna di Amerika Serikat. Paparan individu LGBT menciptakan empati dan mendidik masyarakat tentang pengalaman hidup individu LGBT.

Pelancong LGBT adalah komunitas yang beragam dan bernuansa.
Banyak orang beranggapan bahwa komunitas LGBT sebagian besar terdiri dari lelaki gay kulit putih dengan pekerjaan bergaji tinggi. Ini adalah stereotip berdasarkan gambar heteronormatif. LGBT adalah kelompok yang beragam. David Paisley dan Thomas Roth of Community Marketing berbicara di IGLTA tentang keberagaman pelancong LGBT.

Secara statistik, individu LGBT cenderung melakukan perjalanan lebih banyak daripada rekan mereka yang heteroseksual, namun akan menjadi keliru untuk mengasumsikan bahwa semua individu LGBT memiliki pendapatan dalam jumlah banyak. Identitas LGBT adalah titik temu dan kita sama-sama dipengaruhi oleh jenis kelamin, ras, suku, kelas sosial, dan kemampuan seperti kelompok orang lain.

Individu LGBT termasuk dalam semua kategori perjalanan. Kami adalah backpacker, penggemar resor mewah, penonton festival, tamasya keluarga, dan segala sesuatu di antaranya.
Tidak ada satu orang pun yang bisa mewakili sekumpulan orang yang beragam. Hal yang sama berlaku untuk kampanye pemasaran yang menargetkan pelancong LGBT. Apa yang menarik bagi lesbian kulit putih perkotaan mungkin tidak menarik perhatian para lelaki gay kulit hitam di pinggiran kota. Beberapa pelancong LGBT lebih suka tur keliling dengan kelompok mereka sendiri dan yang lainnya lebih suka berbaur dengan kerumunan yang lebih banyak. Bekerjalah pada kampanye pemasaran yang menghargai keberagaman di komunitas kami dan Anda akan melihat peningkatan penjualan.

Ada kaitan antara kebijakan, penerimaan budaya, dan Pink Dollar.
Dekriminalisasi identitas LGBT di negara-negara di seluruh dunia telah menyebabkan kesempatan bagi individu-individu LGBT untuk mengalami budaya lain dengan lebih nyaman. Kesetaraan pernikahan, khususnya, telah menyebabkan pasar baru bagi perjalanan LGBT.

Menurut sebuah riset yang dilakukan oleh mantan walikota New York City Michael Bloomberg, kesetaraan pernikahan menghasilkan dampak ekonomi sebesar 259 Juta Dollar dan 16 Juta Dollar untuk pendapatan langsung ke New York City pada tahun pertama saja.

Community Marketing menemukan bahwa 29% LGBT sering menjadi pelancong. Mereka melakukan lima kali atau lebih perjalanan dalam setahun dan tingkat perjalanan kami meningkat sebesar 9% pada tahun lalu, meskipun ekonomi lesu. Dengan pelancong LGBT yang membayar rata-rata 259 Dollar per malam untuk menginap di hotel, menyambut dan memberi dukungan kepada  LGBT dapat memberi manfaat besar pada ekonomi lokal.

Dikatakan, dewan pariwisata dan profesional industri harus menyadari bahwa mendorong pelancong LGBT mengunjungi daerah tanpa tindakan pencegahan yang diperlukan dapat menimbulkan konsekuensi yang menghancurkan. Kampanye harus mencakup pemasaran, pendidikan lokal, dan kepekaan terhadap masyarakat.

Pelancong yang tidak sesuai jenis kelamin dapat diabaikan oleh suara atau tingkah laku mereka. Identitas LGBT jauh melampaui jenis kelamin.

Kebanyakan orang tidak bisa menyembunyikan identitas mereka.
Identitas adalah bagian intrinsik dari diri kita. Beberapa individu LGBT, terutama mereka yang gender non-conforming atau transgender, mungkin tidak dapat bersandiwara menjadi heteroseksual dan cisgender.

Pasangan saya tinggi badannya  182 cm, memakai pakaian lelaki, dan rambutnya terpotong pendek. Bahkan jika dia mengenakan gaun dan berpura-pura menjadi hetero, orang akan membacanya sebagai gay. Identitas jauh melampaui pakaian yang kita pakai atau jika kita melakukan aktivitas fisik tertentu.

Bahkan perilaku dan suara seseorang pun bisa dibaca sebagai jgender non-conformingd an menjadikannya sebagai anggota komunitas LGBT. Hampir tidak mungkin menyembunyikan semua ciri khas saat mengunjungi negara lain. Bahkan jika seseorang bisa, dapatkah Anda membayangkan harus selalu khawatir tentang bagaimana perasaan Anda agar tetap aman? Itu bukan liburan yang menyenangkan, paling tidak, atau serangan panik-yang tiba-tiba menyerang.

Meskipun penting untuk menghargai budaya lain dengan melakukan hal-hal seperti melepas sepatu di dalam kuil atau mengenakan tutup kepala di dalam sebuah masjid, mendidik tujuan wisata tentang realitas para pelancong LGBT membantu mendorong empati dan pengertian dan mencegah terjadinya kekerasan.


Pelancong LGBT masih mungkin merasa tidak nyaman bepergian dalam kelompok tur heteroseksual.
Terkadang, saya ingin bercakap-cakap dengan orang-orang di mana saya tidak perlu menjelaskan orientasi seksual saya. Kita dapat terlibat dengan orang-orang yang “memahaminya” tanpa harus fokus untuk mendidik orang lain tentang identitas.

Baru-baru ini saya bertukar pikiran dengan seseorang dan saya menyebutkan tentang pasangan perempuan saya dalam pembicaraan kami. Orang yang saya ajak bicara merasa perlu memberi tahu saya seberapa banyak dia mendukung kesetaraan pernikahan dan bahwa dia bukan homofobik, walaupun orang tuanya homofobia dan dia selalu menyuruh mereka untuk menghentikannya.

Saya senang dia merasa sangat bersemangat dan mendukung. Namun, dia tidak berpengalaman dalam topik ini dan hak asasi saya tidak merasa perlu untuk mengobrol dalam lima menit pertama pertemuan dengan seseorang.

Terkadang, saya hanya ingin bersenang-senang dan tidak merasa berkewajiban untuk menciptakan momen yang bisa diajarkan bersama orang-orang di sekitar saya. Bukanlah tanggung jawab orang-orang yang tertindas untuk mendidik penindas, tapi karena saya telah memposisikan diri saya sebagai seorang aktivis selama bertahun-tahun ini, saya merasa seperti berada dalam kategori kewajiban yang unik.

Terkadang, saya hanya ingin minum dan menari dan tidak mengkhawatirkan patriarki barang sebentar, terutama saat bepergian. Kamu tahu? Titu tidak mengapa.

Wisatawan LGBT mungkin ingin menemukan komunitas LGBT setempat.
Ketika saya sedang mencari-cari tujuan perjalanan, saya selalu mencari tahu kehidupan malam LGBT dan hot spot di sebuah kota. Saya ingin bertemu dengan warga LGBT lokal dan mengalami seperti apa komunitas mereka. Di beberapa kota, ini semudah pergi ke wiayah ramah LGBT lokal dan berhenti di sebuah bar dengan bendera pelangi. Di kota lain, dibutuhkan lebih banyak usaha dan pengalaman.

Saya pernah berada sebuah dalam perjalanan di mana saya merasa bersalah meminta rekan heteroseksual saya untuk mencari tempat di LGBT. Saya tidak ingin membuat keributan tapi saya benar-benar ingin menemukan bagian-bagian kota yang terlihat dan terasa seperti saya. Memiliki kelompok wisata dan target bisnis wisatawan LGBT membantu meringankan beberapa kecanggungan ini dan memberi orang tempat untuk mencari informasi.

Constance Taylor, seorang penulis lesbian melakukan tugas perjalanan jangka panjang selama enam bulan. Dia berkata, “Saat bepergian, saya selalu merasa perlu membuat semacam gelembung kenyamanan dari waktu ke waktu. Kami selalu merencanakan cara untuk berhubungan dengan komunitas LGBT kami, apakah itu pemesanan kamar penginapan milik LGBT atau pergi ke bar LGBT. Itu membuat perjalanan ke luar negeri tidak asing lagi.

Keselamatan masih merupakan perhatian nomor satu bagi kebanyakan pelancong LGBT. 

Individu LGBT ingin melihat dan melakukan sebagian besar hal yang sama dengan individu heteroseksual, tapi ketika kita bepergian, ada persepsi konstan yang mengganggu bahwa kita tidak akan diterima atau kita bisa berada dalam bahaya. Terkadang, persepsi ini nyata dan terkadang didasarkan pada rasa takut dan pengalaman sebelumnya. Dani dari Globetrotter Girls menulis tentang seberapa sering dirinya melela bisa menyebabkan lelaki mengerotisisasi dirinya. Dengan contoh pemerkosaan korektif yang sangat nyata, hal ini bisa berubah dengan cepat menjadi berbahaya.

Pariwisata LGBT penting karena membantu membangun ekonomi, mendidik masyarakat, dan menetapkan sarana kenyamanan dan keamanan dalam eksplorasi. Berinvestasi dalam pink travel muda adalah investasi dalam kesetaraan internasional. (R.A.W)

*Meg Cale adalah mantan aktivis hak LGBT, saat ini tinggal di Korea Selatan dan berkeliling dunia dengan pasangannya Lindsay. Mereka menulis tentang pengalaman mereka sebagai pasangan yang aneh di blog mereka Dopes on the Road dan memposting foto di Instagram @megcale.

 

Sumber:

dopesontheroad