Search
Close this search box.

SuaraKita.org – Komite Olimpiade Internasional (International Olympic Committee/IOC) mengkonfirmasi bahwa mereka akan mengizinkan atlet transgender untuk bertanding dalam kategori apa pun yang ingin mereka ikuti selama Olimpiade Musim Dingin 2018.

Pejabat IOC juga menyatakan bahwa para atlet tidak perlu bertanding dalam sebuah cabang olahraga sesuai dengan jenis kelamin mereka ketika dilahirkan dan juga tidak akan ada tes gender atau jenis kelamin pesaing sebelum pertandingan,

“Berkenaan dengan Hyperandrogenisme pada atlet wanita, tidak ada peraturan yang berlaku di Olimpiade Rio 2016 dan tidak akan ada peraturan di Olimpiade Musim Dingin 2018 karena kami masih menunggu keputusan kasus Dutee Chand,” klaim IOC baru-baru ini.

Kasus Dutee Chand menyangkut pelari India yang melanggar peraturan yang mencegahnya untuk ikut berkompetisi karena dia menunjukkan “hiperandrogenisme pada perempuan”, dan memiliki terlalu banyak sifat laki-laki alami yang dapat memberinya keuntungan dalam kompetisi melawan atlit perempuan.

Dia dilarang bertanding karena kadar testosteron alaminya melebihi peraturan IOC. Namun, India mengajukan banding atas keputusan tersebut.

Ini bukan kasus pertama “hiperandrogenisme pada perempuan.” Tuduhan tersebut juga diajukan untuk pelari Afrika Selatan Mokgadi Caster Semenya yang mengumpulkan serangkaian kemenangan dan memecahkan rekor menakjubkan yang akhirnya menimbulkan pertanyaan mengenai jenis kelaminnya. Beberapa tim takut jika dia adalah lelaki transgender yang menyembunyikan statusnya. Yang lain merasa bahwa dia mungkin melanggar persyaratan tingkat testosteron untuk bertanding di Olimpiade.

Pengujian pun dilakukan, meski tidak dirilis secara terbuka,  akhirnya IOC memutuskan bahwa Mokgadi Caster Semenya adalah seorang perempuan dan tidak melanggar peraturan apapun. Desas-desus membocorkan bahwa Mokgadi Caster Semenya mungkin memiliki kondisi medis tertentu yang memberinya beberapa sifat lelaki seperti kadar testosteron yang meningkat.

Persyaratan tingkat testosteron sendiri kemudian mendapat kecaman karena kurangnya kepastian ilmiah.

Seperti yang ditulis kantor berita New York Times tahun lalu, “… panel arbitrase mencatat, sains belum secara meyakinkan menunjukkan bahwa testosteron yang tinggi memberi perempuan lebih banyak keunggulan kompetitif daripada faktor seperti nutrisi, akses ke fasilitas pembinaan dan pelatihan, genetik dan variasi biologis lainnya.

Beberapa pihak khawatir bahwa peraturan Olimpiade belum mencakup perkembangan pada kedokteran olahraga dan sains. Namun lebih banyak pihak yang lebih khawatir dengan munculnya gaya hidup transgender, momok persaingan tidak sehat mengintai.

Ketakutan itu telah menjadi kenyataan dalam beberapa kasus di sekolah menengah Amerika Serikat., di mana seorang murid perempuan biologis diadu melawan murid lelaki yang mengaku sebagai  transgender perempuan dalam sebuah pertandingan. Hasil dari pertandingan tersebut seperti yang sudah diduga, bahwa perempuan biologis kalah melawan murid transgender. (R.A.W)

Sumber:

Breitbart