Apa Yang Salah Dengan Cinta Kami ? *
Oleh: Dwipa Pangga
Apa yang salah dengan cinta kami ?
Aku terluka,
bukan karena sabetan rotan.
Masih membekas merah di punggungku,
luka dibadanku tak seberapa
Aku terluka karena tidak dianggap manusia,
Mereka menilai tingkahku bagai binatang
Aku terluka
Apa yang salah dengan cinta kami?
Mengapa percintaan kami dianggap mengguncang ?
Aku mencintai dia dan dia cinta kepadaku
Tak kala mereka menggerebak saat kami bercinta
Menuding penuh kemarahan
Dan saat kami digiring ke hadapan majelis
Saat vonis telah dijatuhakan
Kata mereka kami pelanggar moral
Saat-saat di bui, kami dianggap kriminal, semua berujar
“Homo tak tahu malu, tak pantaslah kalian hidup di serambi Mekah
Kalian laknat, lebih rendah dari binatang…”
Aku dan kasihku terdiam,
pingin kami melesap bagai debu,
meninggalkan semua ini
Apa yang salah dengan cinta kami?
Delapan puluh tiga kali kami mesti didera cambuk rotan
Atas kesalahan yang mereka timpakan
Di hari yang sudah ditetapkan :
Aku dan kasihku dibawa ke suatu panggung
Aku takut, aku gemetar, aku menangis..
Di hadapanku kerumuman orang berkumpul ramai, bersorak sorai,
Menghina apa yang kami lakukan
Mencaci penuh kebengisan
Menistakan cinta kami
Aku dipaksa berpakaian putih
Sementara algojo bertutup kepala hitam mulai menjalankan tugasnya
: mencambuki kami
Puluhan mata lensa terarah pada kami,
Mereka merekam seperti melihat pertunjukkan hewan di sirkus
Sambil berkata : “Cambuk lebih keras”,
“Biar tahu rasa “ timpal yang lain
Aku hanya bisa menunduk
merunduk
Hitungan cambuk di mulai
Sabetan demi sabetan rotan menyisakan perih di kulit
Satu.. dua.. dua puluh tujuh .. tiga puluh tiga…. Empat puluh enam…
Tanganku saling terkepal
Aku marapal doa-doa yang ku ingat
Berharap hukuman ini cepat berlalu
Entah hitungan cambuk keberapa.. aku tak tahan
Tenggorokanku kering bagai savana tak berhujan
Seorang petugas medis mendekat, menghentikan sementara cambuk
Dan memberiku minum
Aku mencoba meneguk airnya,
Terasa asin bercampur dengan air mata yang menderas di mukaku
Cambukan demi cambukan dilayangkan ke punggungku
Masih terngiang-ngiang bunyi rotan yang diderakan
Plak.. plak… plak…
Saat rotan diayun di udara.. dan mendarat di tubuh kami…
Berpuluh kali
Aku kuatkan diri, dihadapan kerumuman orang yang beringas
Yang merasa moralnya lebih baik dari apa yang kami lakukan
Bergiliran selanjutnya kekasihku
Di pinggir panggung, aku menyaksikan orang yang kucinta mesti mengalaminya juga
Doa kupanjat dalam hati..
Tegarlah kasihku.. kuatkan dirimu menghadapi cambukan ini..
Ingin ku berpaling.. tak ingin melihat kekasihku menderita..
Aku ingat percakapan dengan kekasihku..
Saat di bui, kami saling menegarkan diri
Kami berharap cukup kami yang dihukum
Kami berharap tidak ada lagi yang merasakan seperti kami
Karena di Serambi mekah cinta kami tak dianggap pantas..
Apa yang salah dengan cinta kami ?
*Puisi ini dipersembahkan untuk dua teman yang mengalami pencambukan di Aceh tanggal 23 Mei 2017. Tetap Tegar Teman…
Sumber ilustrasi: DW