Search
Close this search box.

SuaraKita.org – Di tanggal 25 Desember, seluruh umat Kristiani dari berbagai penjuru bumi akan merayakan hari kelahiran Yesus. Tak terkecuali di Indonesia. Saat ini bukan hanya mall-mall yang sudah berdandan dengan berbagai ornamen dan pernak-pernik Natal. Gereja-gereja pun mulai sibuk berhias dengan membuat kandang natal. Namun, tahukah bahwa banyak tradisi Natal yang cukup unik di beberapa daerah di Indonesia? Berikut ragam tradisi Natal di berbagai daerah di Indonesia.

 

Rabo-rabo, Jakarta

Ini mungkin sedikit mencengangkan, tapi kota Jakarta yang modern pun punya tradisi Natal, lho! Di daerah Kampung Tugu, Semper Barat, Kecamatan Koja, Jakarta Utara, warganya merayakan Natal dengan tradisi Rabo-rabo. Kampung Tugu sendiri merupakan tempat pemukiman warga keturunan Portugis. Pertama-tama, sebelum melakukan rabo-rabo, mereka akan berziarah ke makam. Rabo-rabo ini adalah bermain musik keroncong dan menari bersama sambil keliling kampung untuk mengunjungi sanak saudara. Uniknya, setiap penghuni rumah yang dikunjungi wajib mengikuti rombongan sampai ke rumah terakhir yang dikunjungi. Puncak tradisi rabo-rabo ini adalah melakukan “mandi-mandi”, yaitu warga berkumpul bersama sanak saudaranya lalu saling mencoret-coret muka satu sama lain dengan bedak putih. Hal ini menjadi simbol penghapusan kesalahan dan permintaan maaf menjelang tahun baru.

Marbinda, Sumatra Utara

Masyarakat Batak di Sumatra Utara memiliki tradisi Natal yang disebut “Marbinda”. Mereka akan menyembelih seekor hewan bersama-sama di hari Natal. Hewan kurban ini merupakan hasil patungan mereka menabung selama beberapa bulan sebelumnya. Jika jumlah peserta patungan banyak, mereka bisa menyembelih hewan yang cukup besar seperti kerbau atau lembu. Namun, jika jumlah peserta patungan sedikit, biasanya yang disembelih adalah babi. Daging hewan kurban ini lalu akan dibagi-bagikan sama rata kepada peserta patungan. Tradisi Marbinda ini bertujuan untuk mempererat tali silahturahim dan solidaritas. Jika masih ada uang lebih sisa membeli hewan, uang itu akan digunakan untuk keperluan makan bersama.

Lovely December, Toraja

Festival Budaya dan Pariwisata “Lovely December” merupakan acara tahunan yang diselenggakan oleh pemerintah daerah Toraja. Festival ini diselenggarakan sebagai bagian untuk menyambut Natal dan tahun baru bagi masyarakat Toraja yang mayoritas beragama Kristen. Selain itu, Festival ini juga bertujuan untuk mempromosikan pariwisata Toraja. Festival ini dibuka dengan pemotongan kerbau belang pada awal Desember. Berbagai kegiatan yang diantaranya adalah lomba lari Toraja’s Color Run, festival kopi,  lomba rakit tradisional, lomba tangkap ikan, lomba permainan rakyat, pameran kuliner dan kerajinan daerah, gelar kerajinan bambu, dan lain sebagainya. Tentu saja festival ini bukan hanya diperuntukkan bagi pemeluk agama Kristen saja, namun untuk semua masyarakat umum. Festival “Lovely December” akan ditutup dengan prosesi Lettoan, yaitu ritual mengarak babi dengan simbol budaya yang mewakili tiga dimensi kehidupan manusia.

Wayang Kulit Kelahiran Kristus Yogyakarta

Perayaan Natal di Yogyakarta sungguh sarat dengan budaya Jawa. Pada perayaan Natal, pastor atau pendeta akan memimpin ibadah dengan menggunakan pakaian adat Yogyakarta yaitu beskap dan blangkon serta menggunakan bahasa jawa halus. Ada juga pertunjukan wayang kulit dengan tema “Kelahiran Kristus”. Sama seperti Lebaran, pada hari Natal pun ada tradisi silahturahim saling berkunjung ke keluarga dan tetangga.

Meriam Bambu, Flores

Di bulan Desember, ada tradisi membangun kandang Natal di setiap komunitas basis di Flores. Kandang natal tersebut nantinya akan dinilai oleh tim pastoral. Selain membuat kandang natal, tradisi Natal lainnya di Flores adalah meriam bambu. Jika Anda berkunjung ke Flores di bulan Desember, bersiaplah untuk mendengar suara dentuman-dentuman. Abu dapur dan minyak tanah dimasukkan ke dalam bambu yang sudah dipahat rapi, lalu nyala api dimasukkan ke dalam lubang kecil pada bambu. Dan suara dentuman meriam bambu pun akan terdengar keras. Berdasarkan budaya Manggarai dan Flores, meriam bambu sebenarnya menandakan bahwa ada orang yang meninggal dunia. Karena jarak antar kampung cukup jauh dan medannya berat, maka warga menggunakan meriam bambu untuk mengabarkan bila ada tokoh masyarakat yang meninggal. Belakangan, selain bila ada tokoh masyarakat yang meninggal, meriam bambu pun dibunyikan pada masa Adven dan Natal hingga tahun baru. Tradisi meriam bambu ini menjadi ungkapan kegembiraan atas kelahiran Yesus Kristus.

Bakar Batu, Papua

Di Papua, setelah merayakan ibadat Natal atau Perayaan Ekaristi Natal, maka warga akan melakukan tradisi barapen atau bakar batu, yaitu suatu ritual memasak sayuran dan daging babi untuk kemudian disantap bersama. Disebut bakar batu karena mereka memasak dengan menggunakan batu yang dibakar dengan kayu. Di Papua, mereka tidak menggunakan korek api untuk menyalakan api. Api dinyalakan dengan cara menggesekkan kayu terus-menerus sehingga menghasilkan panas. Para ibu akan menyiapkan daun-daunan, seperti petatas, kangkung, pakis, singkong, bayam, dan pepaya. Sementara bapak-bapaknya akan membuat lubang untuk memasukkan batu panas yang membara. Daging babi dan dedaunan lalu akan dimasukkan ke dalam lubang tersebut, lalu kembali ditutup dengan batu panas. Susunan ini dibuat hingga tiga tingkat. Untuk memasak daging babi hingga matang, dibutuhkan waktu sekitar setengah hari. Tradisi bakar batu ini menjadi ungkapan syukur, kebersamaan, saling berbagi, dan mengasihi yang ditandai dengan makan daging babi bersama-sama. Selain di hari Natal, bakar batu juga diadakan pada perayaan-perayaan besar lainnya.

Kunci Taon, Manado

Di Manado, Natal sudah mulai dirayakan sejak awal tanggal 1 Desember. Mereka menyebutnya sebagai perayaan Pra-Natal. Lagu-lagu natal sudah terdengar di setiap tempat, mulai dari toko-toko, mall, warung pinggir jalan, bahkan di angkot dan bus. Para pemuda Manado juga biasanya mengadakan pawai Sinterklas di mana seorang pemuda akan berpakaian seperti Sinterklas dan seorang lagi berpakaian seperti Piet Hitam. Mereka lalu akan berkunjung ke rumah-rumah untuk memberi hadiah dan nasehat bagi anak-anak. Kegiatan sinterklas ini biasanya dilakukan sejak tanggal 6 Desember hingga awal Januari. Lalu, ada juga tradisi mengunjungi dan membersihkan makam keluarga sebelum Tahun Baru. Lalu, rangkaian acara Natal ini akan ditutup dengan Tradisi “Kunci Taon” atau “Kuncikan” yang diselenggarakan pada hari Minggu di bulan Januari. Pada acara Kunci Taon ini, warga akan mengadakan pawai keliling kota atau kampung dengan menggunakan kostum yang lucu-lucu. Festival Kunci Taon ini menjadi penutup dari seluruh rangkaian perayaan Natal di bulan Desember.

“Ngejot” dan Penjor, Bali

Toleransi antar umat beragama di Bali patutlah kita kagumi dan contoh. Perayaan Natal di Bali nyaris tidak ada bedanya dengan perayaan Galungan bagi umat Hindu. Untuk merayakan Natal, umat kristiani akan memasak makanan khas Bali. Di Kabupaten Tabanan, ada tradisi “ngejot”, yaitu memberikan bingkisan makanan menu khas Bali (seperti lawar dan sate babi) kepada tetangganya yang beragama Hindu. Tradisi “ngejot” ini sendiri juga dilakukan oleh umat Hindu saat mereka merayakan Galungan. Selain “ngejot”, umat kristiani Bali juga akan memasang penjor di rumah-rumah mereka dan di gereja, layaknya umat Hindu saat merayakan Galungan. Penjor ini merupakan hiasan janur pada batang bambu yang menjadi kelengkapan agama dan upacara adat masyarakat Bali. Pada saat perayaan Natal di Gereja, para jemaatnya akan mengenakan pakaian adat Bali. (R.A.W)