Search
Close this search box.

Jalan Pilihan : Sebuah Deorama Transgender Dalam Tarian

 

SuaraKita.org – Memahami kawan-kawan transgender, bagaimana meluapkan perasaan dan bagaimana menunjukkan identitas, suka dan duka. Diangkat dalam sebuah pementasan sendra tari dan monolog bertajuk “Jalan Pilihan : Love Knows No Gender” mencoba mengambarkan bagaimana perasaan kekalutan dan kegalauan yang muncul dari kawan-kawan Transgender yang di terjemahkan dalam gerak dan tari kontemporer pada 15 dan 16 Nopember 2016 di Taman Budaya Jawa Surakarta.

Pementasan ini juga kebetulan bertepatan dengan TdoR (Transgender Day of Rememberance) pada bulan November sehingga sangat tepat untuk menunjukkan ungkapan kegelisahan, amarah, pencarian jati diri dan sisi kebahagiaan apa yang sudah dirasakan dari hidup kawan-kawan transgender.

Koreografer, Maharani Ayu Listiya N mengungkapkan “Aku pengen menggambarkan karena aku punya banyak teman-teman transgender/crosdresser di sekitarku entah teman main atau teman sesama penari dan aku merasakan perasaan mereka yang ingin menunjukkan identitas dia bahwa inilah jati diri mereka tetapi masyarakat Indonesia yang belum bisa menerima identitas mereka sehingga memunculkan amarah dalam hati mereka dan itulah yang coba dituangkan dalam tarian”.

dsc_5073Tarian yang menggabungkan perpaduan antara tradisional Surakarta dan modern dengan mengambbil beberapa gerakan modern Hip Hop menjadi satu-kesatuan utuh pementasan tersebut. Pementasan mencoba memunculkan pula karakter-karakter keragaman seksualitas dan keragaman orientasi seksual dengan menampilkan sisi maskulinitas perempuan dan feminitas lelaki. Bagaimana mereka mencoba membungkar dan berkaca pada diri sendiri dan mencoba untuk mengenali diri sendiri sebagai sebuah identitas utuh. Pementasan juga menyuguhkan dua trans untuk lebih menggambarkan secara utuh tentang permasalahan trans.

Dalam proses penggalian masalah, Koreografer mencoba untuk melakukan eksplorasi dengan mencoba masuk kedalam proses trans mengenali identitas pribadinya. Proses yang dilalui selama 6 bulan mencoba membangn motivasi dengan mendekatkan penari-penari inti melakukan riset secara langsung dengan sharing dengan kawan-kawan trans untuk menghadapi hidup dan mengenali identitas dirinya. Sempat muncul ketakutan saat karya ini ingin di tuangkan dalam pementasan karena situasi Surakarta yang sensitif terhadap isu-isu semacam ini namun Koreografer mengungkapkan bahwa ini adalah murni sebuah karya untuk menunjukkan kepedulian koreografer dengan kawan-kawan trans dan tidak ingin mencampur adukan antara isu dengan karya pementasan tersebut.

Maharani sebagai koreografer juga menyatakan bahwa “Saya ingin kembalikan ke penonton dan masyarakat namun esensinya saya ingin menunjukkan sisi smart dan kreatifitas kawan-kawan trans untuk menunjukkan identitasnya” (Oriel Calosa)