Search
Close this search box.

[Liputan] Nonton Bareng: Weekend (2011)

img_20161015_164640_hdrOleh: Wisesa Wirayuda

SuaraKita – Seperti sabtu-sabtu sebelumnya, Suara Kita kembali mengadakan nonton bareng. Kali ini Suara Kita memutar film Weekend. Film yang rilis di tahun 2011 ini bercerita tentang Russell (Tom Cullen ) dan pertemuan singkatnya selama hari libur (weekend -Red.) dengan Glen (Chris New). Pertemuan itu sangatlah singkat, yaitu dua hari, namun membawa kita kepada sebuah diskusi panjang tentang percintaan, konsep pernikahan, coming out, seks, dan ideologi dalam menjalin hubungan.

Josh menjadi orang yang pertama yang mengomentari film ini, “One night stand itu sudah dicap sebagai sesuatu yang menjijikan atau tidak ada gunanya, tapi di sini tuh one night stand itu digambarkan berbeda, film ini juga bikin baper (bawa perasaan -Red.) sebaper-bapernya. Film ini bagus, ini salah satu film kesukaanku.”

Berikutnya seorang mahasiswi bernama Maya ikut mengutarakan pendapatnya, “Ini pertama kalinya saya nonton film ini, film ini menurut saya bagus dan cara pengambilan gambarnya juga bagus.” tutur mahasiswi yang katanya tidak kaget dengan adegan seks di dalam film ini.

Film berdurasi 1 jam 30 menit ini memang berhasil mendapatkan banyak penghargaan. Meskipun ending film yang disajikan bukanlah ending yang “happy ending”. Namun kebanyakan peserta nonton bareng menganggap ending film ini cukup realistis, “Justru kalau ending filmnya tidak sedih, film ini justru kehilangan feel-nya. Itu bakalan jadi hubungan yang gak bahagia.” tutur Giovana.

“Kalau menurut pandangan saya,” tutur Rezky, “Di film ini ada tentang coming out juga, ada pertukaran pikiran atau brain storming-nya juga dan menurutku itu bagus. Bagi gue, one night stand itu wajar, karena ada juga beberapa orang yang gak yakin sama masa depannya, jadi memilih untuk one night stand saja. Pernikahan itu juga penting dan ada manfaatnya, meskipun banyak yang harus diperbaiki dari undang-undang pernikahan di Indonesia.”

img_20161015_175526Selanjutnya giliran Fajar yang mengutarakan pendapatnya, “Aku pertama kali menonton film ini itu 4 tahun yang lalu. Setelah itu baper dua minggu. Aku melihat posisiku lebih berhubungan dengan karakter Russell. Film ini juga sangat mengambarkan keadaan di Inggris pada saat itu, dimana homophobia itu masih kental sekali. Intimasi dalam film ini adalah keunggulan film ini.”

“Di awal film, Russell tidak berani mengatakan kata ‘Penis’ padahal itu bukan kata yang porno. Ini terjadi juga di Indonesia belakangan ini dimana buku pelajaran biologi ditarik karena mengandung kata yang dikatakan cabul seperti ‘Penis’, ‘Vagina’, dan lain-lain. Padahal itu kata-kata yang ilmiah. Pembicaraan tentang seks juga tidak berhenti pada ‘penis yang masuk vagina’ saja, tapi juga membicarakan tentang cinta, pernikahan dan lain-lain yang masih banyak lagi.” tutur Esa, peserta yang lain.

Iman, peserta yang lain, mengatakan bahwa dia suka sekali dengan karakter Glen yang sangat ideologis, “Gimana bagi orang yang tidak mau menikah? Jadi, perjuangan kelompok LGBT itu menginginkan pernikahan atau kesetaraan? kalaupun menginginkan pernikahan, pernikahan yang seperti apa? Karena undang-undang pernikahan kita itu bermasalah. Nikah tidak boleh beda agama, laki-laki jadi majikan yang perempuan jadi pembantunya yang tidak dibayar. Apakah yang sepeti itu? Nanti yang satu kerja, yang satu didomestifikasi. Kalo bagi saya sih tidak harus menikah tapi relasinya setara dan dilindungi oleh negara.”

Acara diakhiri dengan kata-kata penutup dari moderator, Bambang, yang mengatakan, “Ketertarikan secara seksual itu kita tidak bisa bohong itu sangat berkaitan dengan fisik, di Grindr kita pasti melihat pertama kali ya fisiknya dulu. Lalu, kita itu seringkali bercermin dari nilai-nilai relasi hetero yang diadaptasi ke hubungan homo, padahal tidak harus seperti itu.”