Search
Close this search box.

moore20150204SuaraKita.org – Riset yang baru baru ini diterbitkan dan disorot oleh Harvard Business Review menemukan bahwa negara dengan hukum yang melarang diskriminasi terhadap LGBT di Amerika menunjukkan peningkatan dalam inovasi bisnis. Hal ini menjadi sangkalan terhadap mitos yang dihembuskan media sayap kanan bahwa undang-undang tersebut mengakibatkan gangguan negatif di pasar.

Menurut sebuah studi yang diterbitkan pada 15 Juni oleh jurnal Science Manajemen, “state-level employment nondiscrimination acts (ENDAs)”  yakni undang-undang yang melarang diskriminasi berdasarkan jenis kelamin, orientasi dan identitas seksual dalam pekerjaan dapat memacu inovasi di dalam  perusahaan-perusahaan yang berkantor pusat di negara-negara tersebut. Peneliti dalam Studi tersebut profesor bidang keuangan Huasheng Gao dan ekonom Wei Zhang  menerbitkan sebuah opini editorial pada 17 Agustus di Harvard Business Review yang menyoroti temuan mereka bahwa negara-negara yang melindungi karyawan dengan ENDAs mengalami peningkatan jumlah  inovator yang pindah ke negara-negara tersebut dan mendorong peningkatan produktivitas bisnis . Penelitian ini menemukan bahwa “perusahaan yang berkantor pusat di negara-negara yang lolos ENDAs mengalami peningkatan 8% dalam jumlah paten dan peningkatan 11% dalam jumlah kutipan paten, dibandingkan terhadap perusahaan-perusahaan yang berkantor pusat di negara-negara yang tidak menerapkan peraturan tersebut.” Para peneliti menyimpulkan bahwa perubahan ini adalah hasil dari pergerakan individu berdasarkan persetujuan atau ketidaksetujuan terhadap perkembangan hukum dan berteori bahwa “individu yang pro-LGBT cenderung lebih kreatif daripada yang anti-LGBT” yang mengarah ke perusahaan di negara-negara yang melarang diskriminasi di tempat kerja memiliki akses yang lebih luas untuk  menjadi lebih kreatif.

“Kami mempelajari data dari  ribuan perusahaan – hampir semua perusahaan publik Amerika Serikat  yang aktif mengajukan paten – dari tahun 1976 ke 2008. Kami menemukan bahwa adopsi ENDAs menyebabkan peningkatan yang signifikan dalam output inovasi. Rata-rata, perusahaan yang berkantor pusat di negara-negara yang lolos ENDAs mengalami peningkatan 8% dalam jumlah paten dan peningkatan 11% dalam jumlah kutipan paten, dibandingkan terhadap perusahaan-perusahaan yang berkantor pusat di negara-negara yang tidak menerapkan peraturan tersebut. Hasil ini mulai muncul dua tahun setelah adopsi ENDAs dan sebagian besar didorong oleh perusahaan-perusahaan yang sebelumnya tidak menerapkan kebijakan non-diskriminasi, diterapkan oleh perusahaan-perusahaan yang beroperasi di industri bermodal besar, dan oleh perusahaan di negara-negara dengan populasi LGBT yang besar.”

Temuan ini bertentangan dengan mitos bertahun-tahun dari media sayap kanan yang salah mengklaim bahwa melindungi orang LGBT dari diskriminasi membatasi berkembangnya inovasi di pasar bebas dan merugikan bisnis. Komentator dari Daily Signal  dan anggota Heritage Foundation   Ryan Anderson menyatakan bahwa hukum non-diskriminasi untuk LGBT Amerika akan “mendorong campur tangan pemerintah yang secara ekonomis akan merugikan ” dan bahwa campur tangan ini dapat mengakibatkan ” berpotensi mengganggu proses penciptaan lapangan kerja.” Dalam sebuah opini editorial  untuk CNN, Peter Sprigg dari Family Research Council  – sebuah organisasi ekstrimis anti-LGBT yang di sebut sebagai hate group  oleh Law Center Southern Poverty – menekankan mitos bahwa pelarangan diskriminasi akan sama saja dengan “campur tangan pemerintah federal di pasar bebas.”

Sayap kanan mengklaim bahwa pelarangan diskriminasi dalam pekerjaan terhadap LGBT akan merugikan bisnis, pernyataan tersebut sering diikuti dengan mitos bahwa tidak perlu adanya hukum non-diskriminasi. Kolumnis The Boston Globe Jeff Jacoby berpendapat bahwa tidak ada krisis yang mendesak dalam memperlakukan pegawai gay dan lesbian, kecuali hanya “insiden kefanatikan yang sesekali muncul”. Karena menurutnya pasar bebas sudah menghapus diskriminasi secara sistematis.

Bertentangan dengan mitos yang dihembuskan oleh  sayap kanan yang menganggap ENDAs tidak beralasan, Williams Institute menemukan bahwa ” diskriminasi secara luas ” terhadap karyawan LGBT masih menjadi masalah di tempat kerja di Amerika. Pekerja Amerika masih menghadapi diskriminasi berdasarkan jenis kelamin, orientasi dan identitas seksual mereka, dan hasilnya dituangkan dalam Harvard Business Review dan menunjukkan bahwa undang-undang yang melarang diskriminasi tersebut menguntungkan kedua pihak, pekerja dan pebisnis, terlepas dari klaim media sayap kanan. (R.A.W)

Sumber

mediamatters