Search
Close this search box.

[Kisah] Apa itu Rumah?

Oleh: Wisesa Wirayuda

SuaraKita.org – Dentuman suara piano menemaniku dalam menuturkan kisah ini. Lagi-lagi aku ingin menceritakan cerita murahanku pada semua orang. Sebuah cerita yang sepertinya kini terasa hampa, tanpa isi, dan terkesan membosankan. Namun sebagaimana burung yang terbang rendah, aku pun begitu, setidaknya aku masih bisa terbang dengan bebas.

Air mataku sudah mengering dan tak pernah lagi mengalir, sudah sejak lama seperti itu. Seiringan dengan tak pernah ada lagi kabar-kabar orang terdekatku yang katanya mencariku. Mungkin mereka sudah menyerah dan tak memperdulikan aku lagi. Bahkan mengucapkan selamat lebaran saja tidak.

Terlihat aneh memang, aku bersedih, ingin pulang, ingin bertemu keluarga, namun disaat yang sama aku juga tidak mau pulang dan masih ada rasa kemarahan. Beberapa orang mengatakan padaku, saatnya aku memaafkan mereka semua. Banyak orang yang mengatakan bahwa alih-alih aku menulis kisah ini, alangkah baiknya aku menuliskannya menjadi sebuah buku saja, jangan di sosial media.

Apa bedanya? Tak akan berpengaruh banyak.

Hah… lagi-lagi aku terlihat egois, seperti biasanya. Mereka hanya tidak mengerti posisiku saja.

Pertanyaanku, apakah aku sudah benar-benar tak boleh pulang? Ataukah masih boleh namun dengan banyak persyaratan yang tak mungkin aku penuhi?

Ada juga orang yang mengatakan bahwa “untuk apa aku pulang?” karena katanya “kau sudah di rumah”. Apa itu rumah? Tempat berlindung dari hujan? Bukan, rumah adalah tempat dimana kamu bisa, seperti yang kubilang, terbang dengan bebas walaupun kau terbang sangat rendah. Rumah adalah tempat dimana kamu berbagi nasib. Berbagi tawa. Berbagi makanan jika perlu. Rumah bukanlah penjara. Rumah bukanlah tempat pelatihan algojo. Rumah bukanlah sumber ketakutan.

Namun mengapa itu yang kurasakan? Itulah mengapa aku tak mau pulang. Tempat menyeramkan itu bukanlah rumahku yang kukenal. Entah siapa atau apa yang mengubahnya. Dulu tempat itu begitu terasa damai. Setidaknya itu yang kurasakan. Oh tidak, tunggu, itu juga yang dirasakan oleh orang-orang. Aku tidaklah sendirian.

Ada yang tidak bisa pulang setelah diusir dari rumahnya sendiri. Ada yang tidak mau pulang karena takut keluarganya akan mengusirnya. Ada yang memang dilarang untuk pulang. Ada yang dimata-matai bahkan disadap teleponnya, karena dia sudah berhasil kabur dari rumah. Di negri lain, ada yang tertembak mati oleh teroris sebelum sampai di rumah.

Apa yang aku alami memang terdengar membosankan, namun ini bukan tentang diriku saja. Aku akan terus menyuarakannya. Sampai tidak ada lagi orang-orang yang merasa asing dengan rumahnya sendiri. Aku akan terus menuliskan kisah mereka, sampai semua orang bisa pulang, apapun identitas dan orientasi seksual mereka.