Search
Close this search box.
archive beritacenter.com

SuaraKita.org – Presiden Jokowi menandatangani Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) tentang Perlindungan Anak, dimana ada hukuman tambahan terhadap pelaku pelecehan seksual. Hukuman tambahan ini antara lain berupa kebiri, pemasangan chip, hingga publikasi identitas pelaku sebagai hukuman sosial, akan tetapi semua kembali kepada hakim yang memutuskan perkara tersebut. Perppu nomor 1 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU Nomor 2 tahun 2002 tentang perlindungan anak didasari oleh sejumlah kasus tindakan kekerasan seksual terhadap anak-anak belakangan ini. Sedangkan pemberatan atas pidana tersebut berupa penambahan sepertiga ancaman pidana, pidana mati, seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 10 tahun dan paling lama 20 tahun.

Apabila pelaku diputuskan oleh hakim untuk mendapatkan hukuman tambahan dengan cara di kebiri, maka hukuman tersebut akan dilaksanakan setelah pelaku menyelesaikan hukuman penjara yang telah diputuskan oleh hakim. Setidaknya ini yang dijelaskan oleh Deputi Bidang Perlindungan Perempuan dan Anak Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Sujatmiko sewaktu ditanya mengenai draf final yang akan ditandatangani oleh presiden. Selain itu, begitu keluar penjara, para pelaku akan ditanamkan chip di dalam kulit atau menggunakan gelang sebagai bentuk pengawasan negara. “hukuman ini diharapkan memberi efek jera kepada pelaku dan mengancam warga negara yang berniat kejahatan serupa. “Yang pasti, kami ingin beri efek yang luar biasa,” tambahnya

Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mendukung Perppu tentang kebiri bagi pelaku kekerasan seksual yang dilakukan orang dewasa terhadap anak-anak di bawah umur. Menurutnya kekerasan atau kejahatan seksual yang dilakukan oleh orang dewasa terhadap anak-anak, adalah kejahatan sudah sangat luar biasa. Sementara itu Menteri Hukum dan HAM Yassona Laoly mengatakan, pemerintah mengharapkan agar DPR mendukung penerbitan perppu ini. “Kita berharap teman-teman di DPR sepakat dengan Presiden, agar perppu ini dijadikan UU,” katanya.

Adapun tetang tata cara pengebirian kepada pelaku,  Deputi Bidang Perlindungan Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Pribudiarta Nur Sitepu mengatakan bahwa pelaku akan disuntik obat antitestosteron. Bisa berupa medroxyprogesterone, cyproterone acetate, atau leuprolide acetate ujarnya. Namun dia menambahkan bahwa proses tersebut tidak dilakukan begitu saja. Obat itu diberikan kepada pelaku setelah dilakukan pemeriksaan klinis dan kadar hormon testosteron pelaku  lebih dari 1.000 nanogram.

Namun sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat menolak adanya perppu kebiri yang dinilai tidak akan memberikan dampak besar bagi persoalan kekerasan seksual terhadap anak. Mereka menilai fokus utama sekarang seharusnya pada rehabilitasi korban dan pencegahan kejahatan itu lebih lanjut. Sejumlah LSM yang tergabung dalam Aliansi 99 menolak diterbitkannya Perppu itu karena dinilai tidak akan meredam kekerasan seksual terhadap anak dan efek jera terhadap pelaku. Pemerintah dinilai masih memusatkan perhatian pada pengenaan hukuman semata, tanpa memikirkan proses rehabilitas bagi korban dan keluarganya. Ini yang harusnya menjadi fokus dari pemerintah. Hal senada disampaikan anggota Komisi VIII DPR yang membidangi soal perempuan dan anak Rahayu Saraswati Djojohadikusumo. Menurutnya, hukuman kebiri bukan solusi untuk mengatasi kekerasan seksual terhadap anak. “Kalau rehabilitasi korban tidak dilakukan mereka nanti dengan traumanya akan menjadi pelaku, bukannya mengurangi yang namanya pelaku, nanti malah berlipat ganda jumlah pelakunya,” ujar Rahayu. (Radi Arya Wangsareja)

Perppu Perlindungan Anak dapat diunduh disini

Sumber:

BBC Indonesia

ICJR

VOA Indonesia

Tempo

Rappler Indonesia

ANTARA