Search
Close this search box.

[Opini] Surat Untuk Bapak Ganjar Pranowo dan Hendrar Prihadi

Oleh: Oriel Calosa

Suarakita.org – Yang kami hormati Bapak Ganjar Pranowo dan Hendrar Prihadi,

Salam Keberagaman,

Pada tanggal 9 Februari 2016 pukul 15:54 WIB lalu kami ditelepon oleh pihak pengelola tempat kegiatan Konser Charity: Februari Berbagi, sebagaimana yang ada dalam gambar tersebut menyatakan bahwa kegiatan kami yang seharusnya diadakan pada tanggal 14 Februari 2016, harus dihentikan dan dibatalkan.

Dikarenakan pihak pengelola mendapatkan ancaman dari Kelurahan Pleburan atas diselenggarakanya kegiatan tersebut dengan menyatakan bahwa kegiatan kami adalah “Event Valentine LGBT”. Jujur saja, ini penolakan pertama yang kami alami sejak kami mulai bergerak dari tahun 2009 hingga kini, dan jelas ini sangat memukul kami dan membuat kami bersedih.

Jawa Tengah dengan tradisi dan budaya yang sangat kaya, beragam dan sangat ramah terhadap LGBT seperti Lengger Lanang di Banyumas dan Semarang sebagai Kota yang kami kenal sangat pluralis bahkan Salatiga menjadi salah satu kota yang memiliki tingkat penerimaan keberagaman terbaik di Indonesia menjadi tercoreng karena kejadian ini.

Kami memang minoritas, yang selalu dituduh membuat “propaganda” di masyarakat dengan identitas seksual kami yang memang berbeda di masyarakat. Ya, kami mungkin hanya sepersepuluh dari sepersepuluh jumlah penduduk. Kami minoritas yang termarjinalkan dalam minoritas masyarakat.

Jika memang takut terhadap cara kami yang dianggap “memprovokasi” anak kecil, maka sudah seharusnya pula negara juga memikirkan anak-anak LGBT yang tidak bisa mengakses pendidikan formal dan di-bully di sekolah formal (dan kami juga menolak segala bentuk kekerasan seksual terutama terhadap anak atau bahkan hubungan seksual yang melibatkan anak karena kami juga menolak pernikahan anak).

Sudah seharusnya negara hadir disaat anak-anak LGBT yang terusir dari rumah karena orientasi seksualnya yang berbeda. Sudah seharusnya negara hadir disaat layanan kesehatan mendiskriminasikan kami karena kami LGBT. Sudah seharusnya negara hadir disaat akses pekerjaan pun menjadi sulit bagi kelompok LGBT. Negara seharusnya hadir disaat puluhan LGBT yang depresi karena tekanan lingkungan yang tidak menerima mereka.

Kami tidak akan menggunakan Hak Kesehatan Reproduksi atau mungkin ratifikasi HAM yang seringkali justru juga membuat kami lebih dicaci oleh masyarakat sedangkan mereka sendiri tidak paham bahwa konseling konversi seorang LGBT menjadi heteroseksual justru jauh lebih berbahaya dibanding memahami SOGIEB (Seksual Orientation, Gender Identity, Expression an Body) dan bagaimana riset perspektif sosial LGBT yang lebih berimbang seharusnya diberlakukan.

Kami justru khawatir bahwa upaya diskriminasi terhadap LGBT ini nantinya juga akan mempengaruhi pada pembagunan dan riset-riset di Indonesia karena ketidak mampuan Indonesia melindungi segenap warga Negara Indonesia untuk memperoleh Hak atas Berserikat dan Berkumpul, Hak atas Rasa Aman, Hak Akses Pendidikan yang layak, Hak atas Mendapatkan Informasi Kesehatan Reproduksi, dan hak-hak yang hakikatnya hak dasar yang sudah semestinya diberikan negara kepada setiap warga negara yang masih menjadikan Pancasila dan UUD sebagai dasar Negara.

Bukankah sudah seharusnya negara hadir untuk melindungi kelompok minoritas yang juga memiliki hak dan kewajiban yang sama dengan warga negara yang mayoritas?

Demikian surat cinta dari kami yang mencintai negeri kami bebas dari penjajahan atas bangsanya sendiri. Yang mengakui bahwa setiap penjajahan harus dihapuskan dari dunia karena tidak sesuai dengan pri kemanusiaan dan pri keadilan.

Mohon maaf jika kurang berkenan dengan Surat Terbuka kami ini karena kepada siapa lagi kami harus berlindung jika tidak kepada Negara dimana kami berpijak.