Search
Close this search box.

[KISAH] Surat Terbuka Untuk Ridwan Kamil; Bandung Kota Ramah HAM?

Oleh : Wisesa Wirayuda*

Suarakita.org- Sampurasun…. Kang, perkenalkan nama saya Wisesa Wirayuda. Saya seorang mahasiswa seni semester empat, kalau tidak salah akang pernah datang ke kampus saya di daerah Buah Batu.

Saya sendiri tidak mengerti bagaimana prosedur untuk menemui Akang di tempat kediaman Akang dan menyampaikan ini langsung kepada Akang. Jadi, saya menulis surat ini saja sebagai gantinya.

Saya menulis surat ini setelah beberapa hari yang lalu saya membaca sebuah berita online di Infobandung.co.id yang mengatakan bahwa Bandung sekarang sedang menjalani proses panjang menjadi kota yang ramah terhadap Hak Asasi Manusia (HAM). Saya berusaha untuk tidak apatis dengan apa yang terjadi di kota yang saya cintai ini, sehingga berita ini sungguh membuat saya sendiri merasakan gembira dan bersedih di waktu yang bersamaan. Saya merasa bahagia karena ternyata kota dimana saya lahir dan besar ini tidak kalah hebatnya dengan kota-kota maju diluaran sana. Kota yang bisa menghargai hak-hak masyarakat kecil di dalamnya. Atau seperti yang Akang katakan, kota yang ramah HAM. Tak tanggung-tanggung, Akang mengatakan bahwa Bandung adalah kota pertama yang menjadi kota ramah HAM.

Kang, sungguh saya sangat setuju dengan gagasan yang akang buat mengenai  Bandung Kota Ramah HAM tersebut. Namun sebelum berbicara jauh mengenai hal itu, satu hal yang ingin saya tanyakan kepada Akang. HAM yang seperti apakah yang Akang maksudkan? HAM secara menyeluruh? Atau hanya HAM yang sudah ditebang pilih?

Mengapa saya menanyakan itu? Izinkan saya bercerita sedikit mengenai pengalaman saya. Saya adalah seorang anak dari pasangan yang sudah bercerai, sehingga saya sekarang luntang-lantung tak tahu arah akan kemana. Saya adalah anak kedua dari empat bersaudara. Saat ini, sudah tepat setahun saya pergi dari rumah saya sendiri dan memilih tinggal sendiri. Atau lebih tepatnya, saya diusir dan tidak diterima di lingkungan keluarga saya sendiri. Kenapa? Karena saya seorang Gay.

Akang tidak perlu merasa malu karena mendapatkan surat terbuka dari seorang gay. Karena saya juga manusia, saya mempunyai hak yang sama seperti orang lain. Hak yang sama seperti semua orang di dunia ini. Di sinilah titik di mana saya merasa sedih, Kang. Apakah saya ini yang gay, dan teman-teman saya yang lain yang biasa disebut dengan LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender – red), juga ikut terpikirkan di dalam konsep HAM yang Akang gagas itu? Atau seperti yang saya katakan tadi, konsep HAM yang Akang gunakan adalah HAM yang tebang pilih dan tidak menyeluruh?

Saya juga membaca bahwa Akang didukung oleh PBB, sejauh yang saya tahu, PBB sangat menghormati hak-hak minoritas, seperti LGBT. Apakah Bandung siap untuk menghargai hak-hak minoritas, seperti LGBT? Siapkah Akang sendiri? Atau kemudian Akang akan langsung menebang pilih konsep HAM yang Akang buat?

Di Bandung sendiri, jika akang ingin tahu, banyak terjadi kekerasan berbasis SOGIEB (Sexual Orientation, Gender Identity, expression and Body – red). Sederhananya, mereka mendapatkan diskriminasi hanya karena mereka LGBT. Misalkan, mereka kesulitan mendapatkan pekerjaan. Mereka kesulitan mendapatkan tempat tinggal yang aman dan tenang. Sungguh Kang, apa yang terjadi di Bandung ini masih jauh dari kata ‘ramah’ terhadap HAM seperti yang Akang impikan untuk Bandung ini.

Bukan maksud saya bersikap pesimis, namun saya mengatakan hal ini agar Akang bisa ikut memikirkan juga permasalahan ini. Bandung akan menjadi kota yang maju ketika Bandung bisa menghargai hak-hak masyarakat minoritas di dalamnya, termasuk juga LGBT, karena LGBT juga adalah bagian dari masyarakat kota Bandung. Bandung adalah milik kita semua, bukan milik golongan yang dianggap berkuasa atau juga milik golongan mayoritas. Sungguh, kota Bandung dikatakan ‘ramah’ HAM tidak saja ketika kota ini mendapatkan sebuah lembaran kertas sertifikat.

Demikian surat ini saya buat. Akhir kata, saya ingin mengatakan bahwa saya bangga sebagai seseorang yang terlahir di kota Bandung. Dan saya juga bersyukur saya dilahirkan berbeda sehingga saya bisa lebih banyak belajar dan mendengarkan. Mudah-mudahan kita semua juga bisa belajar banyak tentang makna HAM yang menyeluruh. Dan kemudian pada akhirnya Bandung menjadi kota pertama di dunia yang bisa ramah HAM.

Hatur Nuhun, Kang Emil…

 

Bandung, 18 Agustus 2015

*Penulis  adalah kontributor Suara Kita untuk wilayah Bandung.