Search
Close this search box.
IMG_1011
Benjamin Hegarty (Foto : Zaza/Suara Kita)

Suarakita.org- Sabtu, 16 April 2015, dalam rangka memperingati International Day Against Homophobia and Transphobia (IDAHOT) Suara Kita menggelar kuliah umum dengan tema  Ilmu Kedokteran dan Transgender Di Indonesia dengan pembicara Benjamin Hegarty, seorang kandidat doktor  dari Australian National University.

Pukul 15.00 WIB diskusi pun dimulai . Tidak kurang dari tiga puluh orang memenuhi ruang tengah sekretariat Suara Kita. Benjamin yang akrab dengan sapaan Ben membuka diskusinya dengan pembahasaan sejarah transgender dan bagaimana ilmu kedokteran dan psikologi mendefinisikan transgender dalam rentang waktu 1970-an sampai dengan sekarang. Selanjutnya ben menjelaskan mplikasi sejarah transgender di Indonesia dalam aktifitas dunia gerakan pada saat ini secara nasional.

Ben mempertanyakan kenapa ilmu kedokteran semakin lama semakin menutupi pilihan-pilihan untuk transgender tetapi di sisi lain semakin memberikan banyak pilhan untuk interseks dalam perjalanan sejarahnya. Menarik bahwasanya tokoh nasionalis Buya Hamka sebagai ketua MUI pertama berpendapat bahwa operasi perubahan jenis kelamin diperbolehkan pada saat itu. Ben juga mengangkat kembali berita mengenai Vivian Rubianti, yaitu transgender pertama di Indonesia yang melakukan operas penggantian kelamin.

Film Akulah Vivian bisa menjadi gambaran posisi masyarakat terhadap transgender pada saat itu. Masyarakat banyak yg mendukung Vivian, “Betapa masyarakat sangat baik kepada Vivian pada saat itu”, ungkap Ben. Tahun 1970-an merupakan zaman keemasan bagi transgender di Indoensia. Karsono, salah seorang narasumber dalam penelitian Ben mengungkapkan bahwa yang termasuk ke dalam definisi banci pada saat itu hanyalah laki- laki yang berdandan dan berperilaku menyerupai perempuan dan cenderung mempersamakan definisi antara transgender dan homoseksual.

Suasana Kuliah Umum  (Foto : Zaza/Suara Kita)
Suasana Kuliah Umum
(Foto : Zaza/Suara Kita)

Masuk ke era 1980-an MUI mengeluarkan fatwa pertama mengenai transgender. Operasi penggantian kelamin tidak diperbolehkan sama sekali. Penyempurnaan, penyesuain, penggantian, perubahan tidak boleh. Namun dalam fatwa tersebut hanya menyebutkan kekhawatiran kepada banci karena bermasalah dan jumlahnya semakin lama semakin banyak. Fatwa MUI tersebut kemudian mendapat dukungan penuh dari Kementerian Kesehatan saat itu. Dan puncaknya pada tahun 1989 keluar surat keputusan yang melarangan operasi penggantian atau perubahan jenis kelamin, namun yangg diperbolehkan hanya “penyesuaian”, artinya tidak termasuk ke dalam kategori penggantian atau perubahan. Namun berdasarkan hipotesis Ben, penyesuaian yang dimaksudkan adalah penyesuain dikehendaki oleh luar subjek bukan penyesuain yang dikehendaki oleh dari subjek tersebut. Subjek dipaksa menyesuaikan diri dengan lingkungan bermasyarakat

Beny, salah satu peserta kuliah, berkomentar bahwasanya salah satu penyebab mundurnya gerakan transgender adalah meningkatnya fundamentalisme agama. Baby Jim Adiyta menaggapi bahwa konstruksi dan otonomi atas tubuh kita sendiri sangat dipengaruhi oleh masyarakat dan penguasa yang berkuasa pada saat itu. Campur tangan ideologi penguasa yang membentuk kontruksi kita terhadap tubuh kita sendiri.

Menurut Ben yang sudah hampir selesai melakukan penelitian lapangan di Indonesia, hal tersebut memanglah sangatlah penting. “Perbandingan otonomi tubuh, tubuh milik siapa, tubuh itu seharusnya seperti apa, orang yang baik itu seperti apa memang sangatlah penting” tambah Ben.

Baby Jim Aditya juga mengkhawatirkan generasi muda yang sangat minim pengetahuan mengenai seksualitas dan sangat berpikiran negatif terhadap keberagaman orintasi seksual. Hal ini sangatlah berbahaya karena dapat dimanfaatkan oleh gerakan-gerakan radikal untuk memasukkan ideologi mereka mengenai hak atas tubuh.(Eddy)