Search
Close this search box.

Diskusi Buku; Mengupas Seksualitas

Suarakita.org- Rabu, 15 April 2015 bertempat di gedung Enerindo lantai 2 diadakan diskusi buku Mengupas Seksualitas karya Prof. Dr. Musdah Mulia. Diskusi yang diselenggarakan oleh Megawati Institute ini menghadirkan tiga pembicara yaitu Atas Hendartini Habsyah (perwakilan dari PKBI pusat),Baby Jim Aditya (Psikologi Seksual), Irwan Hidayana (Dosen Antropologi UI) dan penulis buku itu sendiri Ibu Musdah Mulia. Diskusi ini dimoderatori oleh Pdt. Steephen Suleeman.

 

Acara dimulai dengan dengan makan siang dan tepat pukul 13.00 WIB diskusi dimulai. Diskusi dibuka dengan pemaparan oleh Atas Hendartini mengenai apa itu seksualitas, hak seksual, hambatan hambatan dalam pemenuhan seksualitas dan akibatnya. Pembicara pertama ini juga membahas bagaimana bineritas seksualitas menciptakan paradigma normal dan discipline control yang pada akhirnya melahirkan dominasi patriarki.

 

Fakta dan yang menjadi tantangan juga menurutnya adalah internalisasi heteronarmativitas. Internalisasi heteronormativitas melahirkan paradigma bahwa seksualitas yang’ baik’ dan ‘normal’ adalah untuk tujuan reproduksi di dalam suatu ikatan perkawinan antara laki-laki dan perempuan saja. Salah satu akibatnya adalah kalangan remaja tidak mendapatkan informasi yang benar mengenai seksualitas dan pada akhirnya meningkatkan jumlah penderita HIV/AIDS.

 

Hendartini juga membantah bahwa hak-hak seksual ini berasal dari Barat. Karena Hak Seksualitas ini ternyata dijamin dalam UUD 1945 yang termuat dalam pasal 28, pasal 28I, 28. Karena hak seksulitas ini ada dalam konstitusi, pemerintah seharusnya menjamin hak- hak seksual setiap warga negara.

 

Mengapa buku ini penting karena menurut Hendartini buku ini memberikan gambaran menyeluruh tentang seksualitas, pandangan Islam yang lebih humanis, serta memberikan informasi yang benar kepada remaja mengenai seksualitas sehingga tidak perlu merasa tabu ataupun ditutup tutupi.

 

Beralih ke pembicara kedua adalah Baby Jim Aditya yang selain seorang Seksolog, Grafolog , dan Hypnotherapy beliau juga aktivis penanggulangan HIV yang membantu ibu-ibu terinfeksi HIV dari suami mereka. Menurut Baby Jim mengapa buku ini menjadi penting adalah karena masyarakat awam harus diberikan pencerahan yang konstruktif mengenai seksualitas.

 

Melengkapi pernyataan pembicara pertama, Baby Jim menambahkan bahwa heterormativitas berimplikasi pada lelakilah yang memberikan wacana mengenai perempuan. Seksualitas juga mengalami reduksi makna yakni bahwasanya seksualitas hanya bekerja dengan fungsi reproduksi semata. Sehingga memandang seksualitas hanya relasi antar tubuh biologis saja. Makanya, menurut Baby, tidak mengherankan dalam KBBI ( Kamus Besar Bahasa Indonesia) seksualitas didefinisikan sebagai persetubuhan, hanya melibatkan tubuh jasmani semata, padahal seksualitas lebih kompleks dari pada pendefinisian dangkal tersebut. Baby Jim Aditya juga membahas pentingnya melakukan reinterpretasi mengenai “normal”.

 

Sedangkan pembicara terakhir Irwan Hidayana menekankan pentingnya membahas hak- hak seksual terlebih dahulu baru kemudian pemenuhan hak- hak reproduksi. Ia menambahkan bahwa seksualitas tidak hanya melulu soal reproduksi tapi juga kreasi. Seks sebagai pleasure namun karena heteronormativitas muncul persepsi bahwa perempuan harus memuaskan laki-laki.

 

Menurut Irwan Hidayana, seksualitas berbicara soal tubuh secara menyeluruh, tidak hanya sebatas vagina dan penis. Irwan Hidayana juga melemparkan pertanyaan bagaimana buku yg sedang didiskusikan ini dapat menjangkau kalangan luas termasuk ormas-ormas Islam garis keras dan radikal. Tentunya itu menjadi tantangan tersendiri bagi semua peserta diskusi yang hadir.

 

Berdasarkan hasil penelitian yang Irwan Hidayana lakuka, bahwasanya perekonomian juga berdampak pada seksual pleasure. Masyarakat dengan tingkat perekomian yang lebih mapan dapat lebih menikmati seks dari pada masyarakat yangg perekonomiannya lemah. Tidak diketahui dan dipahaminya seksualitas maka mengimplikasi pada hal-hal lain,sehingga seksualitas terus berkelindan dengan masalah kehidupan kita.

 

Setelah para pembicara selesai memberikan pemaparan mereka acara dilanjutkan dengan pembacaan puisi. Setelah pembacaan puisi, sesi untuk tanya jawab segera dibuka. Salah satu peserta bertanya bagaimana isu- isu seksualitas ini dapat didiskusikan dengan kelompok lain yang bersebrangan, yang memandang seksualitas tidak patut untuk didiskusikan.

 

Peserta lain juga bertanya apa hubungan orientasi seksual dengan bidang pekerjaan, apakah konsep seksualitas dalam masyarakat maternalistik lebih adil kepada perempuan. Pertanyaan yang cukup menarik lainnya adalah mengenai fenomena latah, apakah ada hubungannya dengan seksualitas. Kemudian Pertanyaan lain, sejauh mana seksualitas dapat mendorong terciptanya keluarga yang sakinah, mawadah , warohmah.

 

Menurut Irwan Hidayana tidak mudah mendiskusikan isu- isu seksualitas kepada kelompok- kelompok radikal dengan kepala dingin karena pada akhirnya yang terjadi adalah debat kusir. Hasrat seksual dibentuk oleh sosial, apabila laki- laki memiliki pengalaman seksual sebelum menikah dianggap sebagai sesuatu yang wajar sementara itu perempuan harus menjaga keperawanannya. Konstruksi pendidikan juga turut andil dalam hal ini misalnya dalam proses pembuahan. Kita diajari bahwa sperma lebih aktif daripada sel telur yang hanya pasif menunggu. Padahal berdasarkan hasil penelitian pembuahan tersebut juga dapat gagal apabila ovum tidak membuka bagian membrannya.

 

Kemudian Baby Jim Aditya menambahkan bahwa peran genderlah yang membentuk profesi harus sesuai dengan jenis kelamin seseorang. Sedangkan dalam masyarakat matrilineal, padang misalnya sistem matrilineal hanya terbatas pada penentuan harta warisan, namun dalam konteks seksualitas cukup banyak perempuan yang mengalami kekerasan seksual dari suami-suami mereka. Menanggapi pertanyaan mengenai fenomena latah, menurut Baby Jim Aditya latah adalah kondisi ketika orang tidak tenang sehingga sehingga orang tersebut akan mengeluarkan apa saja yang ada di bawah alam sadarnya dan salah satu penyebabnya adalah represi seksualitas. Fenomena latah ini sedang dalam proses penelitian karena termasuk kasus yang sangat unik yaitu hanya terjadi di Indonesia saja.

 

Sebelum Pdt.Stephen Suleeman selaku moderator dalam diskusi ini melanjutkan dengan membuka sesi tanya jawab di termin yang kedua, acara dijeda dengan pembacaan puisi lagi oleh Dewi Nova. Pertanyaan selanjutnya datang dari Ibu Rani, seorang Psikolog yang juga aktif di Yayasan Wakaf Paramadina. Menurut Ibu Rani, yang harus dilakukan adalah perubahan pola asuh ( pola asuh berbasis gender) , bagaimana membentuk pola asuh yang berbasiskan pada nilai- nilai seksualitas. Setelah itu Steve, mahasiswa ekonomi Universitas Atmajaya mempertanyakan bagaimana mengedukasi anak- anak mengenai seksualitas melihat bahwa seksualitas adalah permasalahan yang cukup kompleks.

 

Menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut tersebut Baby Jim Aditya mengatakan seksualitas adalah persoalan yang sangat luas dan kompleks tidak hanya berbicara mengenai hubungan suami istri serta berkutat soal , dapur, dan kasur saja tetapi lebih luas dari pada itu semua. Sehingga perlu dilakukan proses edukasi secara terus menerus dan dimulai saat ini juga.

 

Sebagai penutup Ibu Musdah Mulia memberikan komentar bahwasanya tujuan penulis buku tersebut merupakan cara beliau yang peduli terhadap pendidikan seksualitas kepada masyarakat. Beliau juga mempertanyakan sistem pendidikan di Indonesia yang pada ujung- ujungnya hanya menciptakan generasi judgmental tanpa membaca secara keseluruhan. Oleh karena itu perlu dilakukan suatu transformasi. Di dalam Islam, kata Musdah Mulia, setiap individu diciptakan ke dunia sebagai khalifah (pemimpin-red), apabila tidak dapat memimpin orang lain minimal menjadi pemimpin bagi dirinya sendiri.(Eddy)