Search
Close this search box.
Naomi Kwambre dan buku “Sesuai Kata Hati-Kisah Perjuangan Tujuh Waria”
Naomi Kwambre dan buku “Sesuai Kata Hati-Kisah Perjuangan Tujuh Waria”

Suarakita.org- Nama saya Naomi Kwambre. Panggilan sehari-hari Omi, kadang juga dipanggil Mio. Saya perempuan dan selama ini tidak banyak tahu tentang waria

Beberapa hari ini saya membaca buku “Sesuai Kata Hati-Kisah Perjuangan Tujuh Waria”. Saya terharu membaca kisah mereka.

Saya sendiri pernah mengejek dan merendahkan waria, mengatai mereka dengan kata-kata banci atau bencong. Setiap melihat mereka saya, selalu bertanya “mereka biasa berhubungan (seks) itu bagaimanakah?” Pertanyaan itu selalu ada dalam benak saya. Setelah baca buku ini, saya jadi memahami banyak tentang Waria. Ternyata pemikiran saya selama ini salah. Mereka juga manusia, dengan segala keunikannya.

Melalui buku ini juga saya mulai mengenal tentang LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender). Waria adalah transgender. Dan mereka sama seperti saya, diciptakan oleh Tuhan yang Maha Mulia.

Saya ingat punya pengalaman berteman dengan seorang waria. Dia orang Papua sama seperti saya. Nama Lodwiq, nama panggilan lainnnya Bella. Dia sering mengalami kekerasan terutama kekerasan seksual, kadang ditipu oleh para laki-laki. Dia sudah di terima sebagai Pegawai Negeri di salahsatu kota di Papua. Dia juga memiliki tempat usaha salon. Bella orang yang luar biasa menurut saya. Dia pekerja keras. Perjuangannya sama dengan perjuangan tujuh waria dalam buku ini. Dan selain Bella, kelompok LGBT lain di Papua juga saya yakin ada, namun mereka jarang menunjukkan diri sebagai kelompok LGBT, karena aturan Adat dan Agama yang masih begitu kuat dan hanya mengenal laki-laki dan perempuan.

Saya jadi mulai berpikir bahwa aturan-aturan adat-istiadat, agama, dan negara yang membentuk tembok di antara kita. Membeda-bedakan kita, seolah-olah yang ada hanya laki-laki dan perempuan, padahal manusia jenisnya sangat banyak termasuk waria. Semestinya kita punya hak yang sama sebagai makhluk ciptaan Tuhan. Hak untuk mendapat pendidikan, pelayanan kesehatan, pekerjaan sebagai pegawai negeri negeri ataupun swasta dan juga hak-hak yang lain.. Saya sedih dan terharu dengan perjuangan teman-teman waria dalam buku ini, perjuangan mereka untuk mendapatkan identitas yang sama seperti kita.

Dalam buku ini saya membaca, Mereka selalu akan bertanya pada Tuhan kenapa kami harus seperti ini? Mereka jadi membenci diri sendiri, tidak diterima keluarga dan lingkungan. Saya yakin Tuhas pasti menjawab begini “Aku tak pernah membedakan kamu dengan manusia yang lain, karena kamu juga adalah ciptaanku yang serupa dan segambar denganku”.

Saya senang bisa membaca buku ini dan pengrtahuan saya menjadi bertambah sehingga tidak lagi melihat waria dan semua kelompok LGBT sebagai manusia-manusia yang tidak normal.

Karena itu saya mengajak kita semua supaya jangan merendahkan atau melakukan kekerasan terhadap waria, atau siapapun yang berbeda dengan kita, karena kita semua sama di mata Tuhan.

*Naomi Kwambre, bekerja di Yayasan Teratai Hati Papua (YTHP)-Wamena untuk Program HIV dan AIDS