Seorang yang terlahir gay berarti dia tidak tahu menahu tentang hasratnya dan sudah dari sejak kecil berperasaan tertarik pada sesama jenis seharusnya memiliki standar kesabaran yang lebih dari pria biasa, Mengapa demikian? Berikut alasannya:
1. Sedikit Teladan untuk dijadikan Acuan
Bila ditelaah dalam Al Quran atau Hadist, pembahasan gay hanya membahas seputar hukuman dan ancaman. Fitrah manusia seolah mutlak pria harus menyukai perempuan dan sebaliknya, walaupun pada kenyataannya banyak pria gay yang terlahir seolah satu paket dengan hasrat, sifat, dan perilakunya. Bahkan ada sahabat Rasulullah SAW yang merasa aneh ketika diceritakan kisah umat Nabi Luth. Mungkinkah pada zaman itu di Mekkah atau Madinah tidak ada gay? Sehingga tidak ada yang mengeluh tentang hasratnya pada Rasul dan akibatnya tidak ada Hadist dan contoh sahabat Rasul yang bersabar dari ujian menjadi gay? Entahlah.
Bila menilik tokoh-tokoh sekarang, baik ustad maupun ulama yang seharusnya memberi teladan, kenyataannya malah banyak yang menunjukan ego pribadinya. Hal yang paling tidak berempati pada kaum gay adalah mengumbar keinginan untuk menikahi lebih dari satu wanita dengan alasan yang tampak jelas: ingin pada perempuan yang lebih cantik, bukan alasan-alasan kemaslahatan yang dicontohkan Rasul. Padahal kaum gay yang ingin bertaqwa tentu harus bisa menahan dan tidak bisa menyalurkan hasratnya dengan seorang pria pun.
2. Menjadi Golongan yang Sedikit (Minoritas)
Hidup akan merasa aman dan mungkin akan lebih nyaman bila seperti orang kebanyakan di lingkungan sekitar. Mengapa? Karena akan ada kebebasan dan saluran-saluran untuk bereskpresi, saling pengertian, serta dukungan. Sedangkan menjadi gay tentu akan terbatasi oleh ketidaksamaan dengan hal-hal yang umum. Misalnya, seorang pria biasa akan dengan enteng mengumbar ketertarikannya; bercerita, mengeluh, mengejar lawan jenis yang dia inginkan. Sedangkan gay akan rapat-rapat menutup apa yang berkecamuk di dalam hatinya, sehingga kadang hanya dia sendiri dan Tuhan saja yang tau dan itu sepajang hidupnya. Bayangkanlah, pasti ini sesuatu yang berat dan menyesakan.
3. Dunia Penuh Hujatan dan Olok-olokan
Gay-gay yang gerak geriknya terlihat akan menjadi sasaran empuk untuk dijadikan olok-olokan sepanjang hidupnya. Tak heran, menurut penelitian pria gay cenderung mudah depresi ketimbang pria biasa. Padahal pria gay tersebut sebetulnya ingin seperti kebanyakan, kalau dia lebih banyak perasaan ke arah wanita, maka dia sebetulnya menginginkan dirinya menjadi wanita saja, dan gay yang lebih ke arah pria, maka dia pun sebetulnya ingin tampak jantan seperti pria pada umumnya.
Bagi gay yang sudah dalam gelimang menikmati dunianya, hujatan pasti bertubi-tubi, baik dari ustad bahkan orang-orang biasa pun menjadi merasa lebih beriman dan lebih suci daripada gay. Solusi seringkali diberikan secara kasar tanpa empati. Artinya tidak memposisikan diri bahwa soal hasrat itu soal yang pelik bagi siapa pun, sebagaimana misalnya seorang ustad yang menceramahi ratusan juta umat untuk menjaga hati saja akhirnya menyakiti hati istrinya sendiri, hanya karena tertarik dengan wanita lain yang lebih cantik.
4. Meninggalkan Zona Nyaman Bukan Hal Mudah
Seorang gay yang mencari pasangan sesama jenis adalah seorang gay yang ingin tetap berada di zona nyamannya. Sedangkan bila seorang gay misalnya menikah dengan lawan jenis adalah seorang gay yang berusaha meninggalkan zona nyamannya. Tentu hal ini dengan berbagai tujuan, dari tujuan pribadi untuk mempunyai keturunan, mengabulkan desakan keluarga, atau benar-benar untuk beribadah.
Berada jauh dan menjauhi lingkungan gay juga bukan hal mudah. Ada saat manusia butuh berekspresi apa adanya, tapi seringkali godaan ke arah hal-hal yang terlarang begitu kuat.
5. Belajar Mengubah “Hasrat” Sepanjang Hidupnya
Hasrat atau nafsu gay pada sesama jenis harus dirubah bila ingin disebut sebagai umat yang bertaqwa. Tentu hal ini pekerjaan berat dimana orang-orang pada umumnya menerima secara gratis hasrat mencintai lawan jenis, seorang gay dituntut untuk merubahnya dengan berbagai cara dan usaha keras dengan berbagai macam pengorbanaan.Bisa jadi ini merupakan perjuangan sepanjang hidupnya, walaupun dia sudah menikah dan berkeluarga, karena perasaan sebagai seorang gay tidak mudah hilang, bahkan banyak yang tetap saja, hanya ekspresinya yang menjadi lebih tersembunyi dan terkurangi.
6. Saat Ini Banyak Godaan
Hiburan dan media adalah godaan terhebat bagi setiap orang saat ini. Sulit rasanya untuk tetap berpegang pada aturan agama Islam di jaman yang serba terbuka seperti saat ini. Mau maksiat dengan cara apapun, dengan siapa pun, dan dimana pun sudah tersedia, termasuk untuk melayani nafsu pria gay. Ini karena masyarakat kita sudah begitu bersikap permisif terhadap apapun.
7. Di Akhirat Pria Gay Ingin Apa?
Surga yang dijelaskan dalam Al Quran dipenuhi oleh bidadari cantik yang sungguh mengugah hasrat. Tentu setidaknya hal itu secara bawah sadar akan menjadi penyemangat untuk beribadah lebih giat dan lebih kaffah atau total bagi pria biasa. Tapi bagi pria gay, pasti selama di dunia ini ada kebingungan dengan semua itu, karena fantasinya tidak ke sana, sehingga efeknya mungkin akan berbeda. Ini bukan membenarkan bahwa pria gay akhirnya malas beribadah, tetapi mungkin ada perbedaan motivasi, yaitu satu-satunya yang ditakutkan pria gay adalah bila membayangkan neraka. Walaupun kita sama-sama meyakini, bahwa di surga pasti pria gay akan dijadikan pria “sejati” sebagai mana umumnya.
Sumber : http://ramaanggadiredja.wordpress.com
foto : http://shanghaiist.com