Search
Close this search box.

Masalah penerapan hukum Islam di Aceh menjadi salah satu yang disoroti dalam pemilu kepala daerah, tetapi apakah itu menjadi keinginan seluruh masyarakat diwilayah tersebut?

Sore itu di pantai Ulee lheue Banda Aceh terlihat ramai, sejumlah pasangan anak muda duduk sambil mengobrol, sementara sekitar puluhan orang memilih untuk menanti senja dengan berenang di pinggir pantai.

Lokasi ini sering menjadi sasaran patroli polisi Syariah yang mencari warga Aceh yang melanggar hukum Islam, terutama mereka yang tidak memakai kerudung atau pasangan yang tidak menikah.

Dalam hukum Islam yang berlaku di Aceh, mengharuskan perempuan menggunakan kerudung, melarang alkohol, judi dan pasangan yang tidak menikah menghabiskan waktu bersama.

Tetapi, akhir pekan lalu di pantai Ulee lheue, tampak beberapa perempuan tidak memakai kerudung melaju diatas motor mereka.

Salah satunya adalah Anisa. Dia mengatakan meski tidak memakai kerudung, dia selalu membawanya untuk dipakai jika ada razia polisi Syariah.

“Saya selalu bawa nih, kalau ada polisi Syariah cepat-cepat dipakai, saya enggan berurusan dengan mereka, meski tak ingin juga pake kerudung kalau terpaksa,” kata Anisa.

Sementara itu, Dilla Fadila yang BBC temui di sebuah cafe di pusat kota Banda Aceh juga memilih tidak menggunakan kerudung ketika keluar rumah. Dilla mengaku sempat beberapa kali ditangkap oleh polisi Syariah.

“Ketika ditangkap ya saya ditanyai agamanya apa, dan kenapa tidak pakai kerudung, saya bilang ya saya memang tidak pakai kerudung, orangtua saya saja tidak melarang, soal aku dosa kan tergantung yang diatas,” kata perempuan berusia 20 tahun itu.

Dilla mengatakan seharusnya pemerintah tidak mengatur masalah-masalah yang pribadi seperti cara berpakaian seseorang.

“Penggunaan pakaian itu tidak dapat dipaksakan kepada setiap orang, itu juga bukan kepribadian saya, saya adalah saya, bahkan saya suka juga pakai rok mini ketika jalan-jalan,” tambah Dilla.

Selain ditangkap polisi Syariah karena masalah pakaian, Dilla dan kawan-kawannya diusir dari kos-kos-an nya karena menggelar pesta ulang tahun, dan dianggap sebagai anak punk.

Pada akhir tahun lalu, anak-anak punk di Banda Aceh, ditangkap dan dicukur rambutnya karena penampilan mereka dianggap akan mempengaruhi generasi muda Aceh.

Kasus penangkapan oleh kepolisian dan pemerintah daerah Kota Banda Aceh ini sempat menjadi perhatian media internasional.

Diskiriminasi terhadap gay

Razia yang mengatasnamakan hukum Islam juga dilakukan terhadap para waria, terutama mereka yang bekerja di jalanan dan salon.

Faisal yang merupakan aktivis Violet Grey, sebuah organisasi yang fokus pada isu Lesbian Gay Biseksual dan Transeksual LGBT, mengatakan dalam razia yang dilakukan oleh polisi, beberapa orang waria juga mengalami kekerasan fisik dan psikis.

“Ada juga yang mengalami pelecehan seksual, mereka ditahan selama tiga hari dan itu merupakan pelanggaran hukum,” kata Faisal.

Razia terhadap waria di Aceh itu merupakan pelanggaran HAM dan merupakan bentuk diskriminasi.

Faisal mengatakan diskriminasi tak hanya terjadi terhadap waria, tetapi juga gay dan lesbian di Aceh.

“Kami mendapatkan banyak tantangan, karena perilaku kami dianggap melanggar hukum Islam oleh masyarakat di Aceh,” kata dia.

Pada September 2009, Dewan Perwakilan Rakyat Aceh DPRA meloloskan aturan hukum yang menyebutkan pelaku homoseksual dan lesbian diancam hukuman 100 kali cambuk dan denda 1.000 gram emas murni atau penjara maksimal 100 bulan.

Tetapi aturan hukum itu belum dapat diimplementasikan karena tidak ditandatangani oleh Gubernur.

Meski demikian, pejabat sementara Gubernur Aceh, Tarmizi tengah merevisi aturan hukum yang disebut Qanun Jinayat itu, seperti disampaikan oleh Kepala Dinas Syariat Islam Aceh Rusdi Ali.

“Ya sedang direvisi terutama mengenai hukuman rajam/mati, tetapi yang lainnya masih tetap dimasukan seperti larangan homoseksualitas, karena bertentangan dengan Islam dan dapat mempengaruhi generasi muda,” kata Rusdi.

Rusdi menargetkan Qanun Jinayat akan diajukan ke DPRA pada bulan April ini. Tetapi Faisal mengatakan Qanun Jinayat sebelumnya mendapatkan tantangan dari kelompok masyarakat sipil, termasuk gay dan lesbian.

Dia mengatakan sebaiknya pemerintah lebih mengutamakan hukum Islam yang mengatur kehidupan bermasyarakat agar tertib, bukan mengatur yang urusan pribadi.

Upaya dialog dengan pemerintah daerah bukan tak ingin dilakukan oleh Violet Grey, dan jika gubernur/wakil gubernur baru terpilih nanti, ada niat untuk berdialog dengan mereka.

Kedepan, Faisal mengharapkan kelompok gay dan lesbian serta transeksual diterima sebagai bagian dari masyarakat.

Sumber : http://www.bbc.co.uk