Suarakita.org- Aceh, yang berpenduduk mayoritas Muslim, adalah satu-satunya provinsi di Indonesia yang memberlakukan hukum atau syariat Islam yang dimulai pada 2001, ketika wilayah itu mendapatkan status otonomi khusus.
Rancangan undang-undang terbaru yang sedang dibahas parlemen Aceh adalah melarang anal seks antara laki-laki dan “saling menggosok bagian tubuh diantara sesama perempuan untuk merangsang“, dan untuk pertama kalinya diberlakukan hukum Islam bagi para pelaku, termasuk untuk kelompok non-Muslim.
Peraturan daerah ini juga akan menghukum para pelaku hubungan seks di luar pernikahan atau zinah, dengan 100 kali cambuk.
Perda ini memperkuat undang-undang syariah yang sebelumnya telah melarang konsumsi alkohol, judi, dan bermesraan diantara laki-laki dan perempuan yang tidak menikah, seperti saling sentuh dan berciuman.
Hukuman cambuk di Aceh dilakukan dengan tongkat rotan panjang tipis dan bertujuan untuk mempermalukan, bukan menimbulkan sakit. Pelanggaran atas Perda ini bisa dikompensasi dengan denda emas atau penjara sebagai ganti hukuman cambuk.
Di ibukota provinsi, Banda Aceh, hari Jumat lalu delapan orang dicambuk karena berjudi. Proses hukum cambuk ini disaksikan sekitar 1.000 orang, yang beberapa diantaranya merekam prosesi hukuman tersebut dan lainnya bersorak-sorai.
Rancangan peraturan terbaru ini adalah versi ringan dari aturan yang memicu kemarahan internasional ketika diloloskan oleh parlemen Aceh tahun 2009, di mana hukumannya termasuk rajam sampai mati bagi para pelaku zinah. Pasal itu dibatalkan oleh gubernur ketika itu.
Ramli Sulaiman, dari Partai Aceh yang mengepalai komisi yang merancang undang-undang itu, mengatakan mayoritas anggota parlemen kelihatannya mendukung rancangan itu dan kemungkinan akan disahkan.
“Kami telah mempelajari pelaksanaan syariah di beberapa negara seperti Arab Saudi, Brunei Darussalam dan Yordania, untuk merancang aturan ini dan kami senang dengannya,“ kata dia.
Namun direktur jenderal otonomi daerah dari Departemen Dalam Negeri, Djohermansyah Djohan, mengatakan sebelumnya bahwa pihaknya bisa membatalkan aturan ini jika melanggar hak asasi manusia.
Amnesty International telah menyampaikan keprihatinannya terkait rancangan itu dan menyerukan diakhirinya hukum cambuk di Aceh, sambil menyatakan itu bertentangan dengan hukum internasional terkait penyiksaan dan hak asasi manusia, selain juga konstitusi Indonesia sendiri.
Sumber: dw.de