Search
Close this search box.
Pendeta Bharathi
Pendeta Bharathi

Suarakita.org- Sepuluh tahun lalu, Bhaaratii, saat masih remaja menari dengan teman-teman waria lainnya di jalan-jalan di Chennai, India untuk mencari uang. Tapi sekarang, sebagai seorang pendeta Protestan ia setia memimpin ibadah dan berencana untuk melayani sesama waria.

Pendeta Bhaaratii, 28, dari Gereja Injili India, yang aktif di India Selatan, dianggap sebagai pendeta waria pertama di negara itu.

“Saya merasa seperti orang yang spesial,” katanya ucanews.com. Tapi, hidupnya telah penuh dengan air mata, penderitaan dan kesulitan.

Terlahir sebagai Bharath Raja, dia adalah anak ketiga dan putra pertama sebuah keluarga Hindu di dekat distrik pesisir Tuticorin, negara bagian Tamil Nadu.

“Saya menyadari saya berbeda karena saya tumbuh dewasa. Dalam hati saya merasa, saya adalah seorang wanita sementara semua orang memperlakukan saya layaknya anak laki-laki,” katanya kepada ucanews.com.

Keluarganya marah pada sifat-sifat femininnya dan berulang kali mengatakan padanya untuk bertindak seperti anak laki-laki. Karena ejekan dan tekanan yang begitu besar, dia bahkan pernah mencoba untuk bunuh diri.

Di tengah perjuangan dengan kondisi seksualitas itulah, ia diperkenalkan dengan Agama Kristen. “Saya percaya Yesus sejak usia muda,” katanya.

Ayahnya sering memukulinya karena ke Gereja, kenangnya. Tapi dia berpegang teguh pada imannya.

Setelah menyelesaikan sekolahnya dan tidak mampu untuk mengambil tekanan dari keluarganya lagi, dia melarikan diri ke ibukota negara bagian Chennai dan bergabung dengan sekelompok waria di sana.

“Saya belajar gaya hidup mereka, budaya dan bagaimana mereka bertahan dalam situasi sulit. Saya merasa nyaman dengan mereka,” kata Bhaaratii.

Kaum waria umumnya tinggal bersama warga di pinggiran dan bekerja sebagai pekerja seks komersial atau mengemis untuk hidup, demikian kata Angle Glady, seorang waria yang menjadi aktivis dan anggota sebuah LSM yang bekerja untuk kesejahteraan waria.

India diperkirakan memiliki 500.000 orang waria, yang secara umum dapat dilihat di jalanan dan di stasiun kereta api, mengemis untuk mencari uang. Mereka juga melakukan pertunjukkan jalanan untuk mencari nafkah karena mereka tidak diterima dalam kehidupan sosial yang normal.

“Tingkat bunuh diri yang tertinggi di antara kami, sebagian besar memiliki masalah psikologis, dan umumnya harapan hidup mereka rata-rata adalah kurang dari orang lainnya,” kata Glady kepada ucanews.com.

“Semuanya sulit bagi kami … memperoleh makanan, pakaian dan tempat tinggal,” jelasnya.

Untungnya, telah ada penerimaan lebih besar secara politik bagi kaum waria di Tamil Nadu selama enam tahun terakhir. Negara telah memperkenalkan beberapa langkah demi kesejahteraan kelompok waria, seperti operasi perubahan jenis klamin gratis, perumahan, dewak esejahteraan tersendiri dan menerima status waria sebagai “jenis kelamin ketiga.”

Tahun 2007, Bhaaratii menjalani operasi perubahan jenis kelamin, yang membuatnya mengalamai transformasi menjadi seorang wanita. Semua itu dilakukan sambil ia menjadi imannya akan Kristus dan kasih untuk bekerja di antara kaum waria, katanya.

Jalan menjadi pendeta tiba ketika datang seorang Protestan yang membantunya melewati kursus teologi untuk menjadi seorang pendeta. Tahun 2011 ia lulus teologi dan menjadi waria pertama yang lulus di Universitas Serampore India, Benggala Barat.

“Dia adalah orang yang berdedikasi dan berkomitmen dengan kepribadian yang unik,” kata Uskup Ezra Sargunam dari Gereja Injili India.

“Kami tidak memiliki masalah dengan orang waria untuk melakukan pekerjaan pelayanan,” kata prelatus itu.

Glady, seorang Katolik, mengatakan diterimanya Bhaaratii dalam pelayanan “jelas merupakan suatu tanda penerimaan kita” dalam lingkungan Kristen.

Jemaat pedesaan dengan siapa dia bekerja menerima dia apa adanya.

“Dia baik dalam mengajar kitab suci, dan melakukan pekerjaan yang baik di komunitas kami,” kata Dayalan, salah satu jemaatnya.

Keluarga Bhaaratii yang yang sebelumnya mengasingkan dia, akhirnya bisa menerimanya kembali setelah dia menjadi seorang pendeta.

“Orang bisa hidup suci meskipun menjadi waria,” kata Pendeta Bhaaratii, yang kini berencana untuk mendirikan sebuah panti asuhan dan pusat konseling bagi kaum waria yang positif HIV.

“Saya tidak marah pada Tuhan karena menciptakan saya seperti ini, saya hanya melihat diri saya sebagai alat untuk memuliakan nama-Nya,” katanya.

“Suatu hari saya berharap untuk menikah dan menjalani kehidupan keluarga yang indah,” katanya sambil tersenyum.

Sumber: ucanews.com