Oleh: Titiana Adinda*
Suarakita.org– Persoalan angka kematian ibu (AKI) adalah masalah besar lainnya yang dihadapi oleh perempuan Indonesia selain persoalan kekerasan terhadap perempuan seperti kekerasan dalam rumah tangga, pelecehan seksual dan perkosaan. Padahal angka kematian ibu berkaitan erat dengan hak atas kesehatan termasuk kesehatan reproduksi. Hal tersebut sangat berpotensi dalam melanggar hak asasi manusia yaitu hak ekonomi, sosial, dan dimana pemerintah Indonesia sudah meratifikasi konvesi hak ekonomi, sosial dan budaya dari tahun 2005.
Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) yaitu SDKI-2012 menyebutkan, sepanjang periode 2007-2012 kasus kematian ibu melonjak cukup tajam. Diketahui, pada 2012, Angka Kematian Ibu (AKI) mencapai 359 per 100 ribu penduduk atau meningkat sekitar 57 persen bila dibandingkan dengan kondisi pada 2007, yang hanya sebesar 228 per 100 ribu penduduk.
Dalam literatur demografi, AKI merupakan indikator yang menunjukkan banyaknya kematian perempuan pada saat hamil atau selama 42 hari sejak terminasi kehamilan tanpa memandang lama dan tempat persalinan yang disebabkan karena kehamilannya atau pengelolaannya, dan bukan karena sebab-sebab lain, per 100.000 kelahiran hidup (BKKBN, 2011).
Ditengarai masih tingginya AKI disebabkan buruknya kualitas kesehatan ibu di negeri ini. Hal ini berhubungan erat dengan ketiadaan atau kurangnya akses terhadap fasilitas dan pelayanan kesehatan yang merupakan persoalan yang terjadi Indonesia.
Penyebab Angka Kematian Ibu Tinggi
Menurut Bank Dunia (2006), ada empat alasan sebagai penyebab rendahnya akses ibu hamil terhadap pelayanan kesehatan di negara-negara berkembang. Alasan tersebut adalah:
Pertama, rendahnya tingkat pendidikan dan pengetahuan. Hal ini mengakibatkan ibu hamil tak memiliki pengetahuan yang cukup dalam mengatur kehamilan mereka.
Kedua, dominasi laki-laki dalam pengambilan keputusan. Ibu hamil boleh jadi mengetahui dan memiliki kesadaran tentang pentingnya mendatangi pusat-pusat pelayanan kesehatan—misalnya puskesmas—namun urung melakukannya karena tak mendapat izin dari suami.
Ketiga, ketiadaan fasilitas kesehatan. Ini merupakan persoalan yang jamak terjadi di Tanah Air, terutama di wilayah-wilayah terpencil yang sulit diakses karena keterbatasan infrastruktur.
Keempat adalah aspek-aspek non-teknis seperti adat-istiadat atau budaya. Misalnya, ibu hamil merasa enggan untuk ditangani oleh dokter atau tenaga kesehatan yang berjenis kelamin laki-laki.
Kewajiban Negara
Menyadari bahwa hak kesehatan dan reproduksi merupakan perwujudan hak ekonomi, sosial dan budaya maka masyarakat harus mengawal pemerintah dalam pemenuhan hak kesehatan dan reproduksi tersebut dengan mengupayakan penurunan angka kematian ibu.
Selama ini pemerintah berkelit dengan dalih keterbatasan kemampuan untuk memenuhi hak-hak ekosob masyarakat. DPR juga harus mendorong arah kebijakan yang menuju pemenuhan hak ekosob. Misalnya, selama ini anggaran yang dialokasikan untuk bidang kesehatan di bawah lima persen. Dalam hal ini, DPR dapat mengarahkan agar alokasi anggaran untuk kesehatan reproduksi mencukupi.
Terkait hak kesehatan reproduksi, Komnas HAM menyoroti ketidakmampuan pemerintah memenuhi target Millennium Development Goals (MDGs) yakni mengurangi jumlah kematian ibu melahirkan. Menurutnya, ketidakmampuan itu menunjukan minimnya kemauan politik pemerintah dalam memenuhi hak kesehatan reproduksi.
Jadi jelas pertama yang harus dilakukan oleh pemerintah adalah tekad yang sungguh-sungguh dalam mengurangi angka kematian ibu dengan menyediakan fasilitas dan infrastruktur kesehatan untuk ibu hamil, melakukan upaya perubahan kebudayaan yang menempatkan ibu hamil menjadi skala prioritas yang hars diperhatikan kondisi kesehatannya, sosialisasi dan penyadaran masyarakat tentang kesamaan hak dan kewajiban antara perempuan dan laki-lai sehingga ibu hamil tidak dilarang untuk memeriksakan kondisi kesehatannya ke fasilitas kesehatan yang tersedia dan secara terus menerus meningkatkan pengetahuan dan wawasan bahwa memeriksakan kesehatan adalah tindakan yang sangat penting untuk ibu-ibu hamil.
*Titiana Adinda adalah staf Our Voice, dan juga penulis buku diantaranya : Stroke “The Sillence Killer”, Demi Anakku dan Masa Depanku, Big is Beutifful. dan lain-lain. silahkan kunjungi titiana-adinda.blogspot.com