Suarakita.org- Pekan lalu, salah satu pergeseran yang paling jelas dalam perdebatan panjang atas Employement Non-Discrimination Act (Enda) atau Undang-undang Anti Diskriminasi Di Dunia Kerja datang dari organisasi muslim terbesar di Amerika Serikat (AS), Islamic Society of North America (ISNA), yang tergabung dengan Koalisi Lintas Keyakinan, menyebut ENDA sebagai “Pertimbangan yang baik, solusi logis bersama yang akan menjamin pekerja dinilai berdasarkan jasanya, bukan berdasarkan pada karakteristik personal semisal orientasi seksual atau identitas jender.”
Sungguh sebuah keberhasilan gerakan Hak Asasi LGBT, ketika Dewan Senat menyetujui ENDA pada Kamis, sebuah undang undang yang melindungi pekerja dari diskriminasi berbasis orientasi seksual dan identitas jender di tempat kerja. Meskipun ada kemajuan dalam perlawanan anti diskriminasi di tempat kerja, kelompok muslim tetap mengahadapi diskriminasi pekerjaan yang tidak adil. Pengalaman yang dbagi atas diskriminasi dapat memberikan landasan bersama untuk bekerja dengan kelompok lain untuk membentuk Amerika yang lebih inklusif.
Komentar atas perrgerakan ini, Dr. Sharon Groves, Direktur dari HRC’s Religion and Faith program, menganggap dukungan ISNA atas Enda adalah langkah utama yang tepat.
“LGBT Muslim baik yang ada di AS maupun di luar negeri, perlu mulai mendengar organisasi semacam ISNA bahwa pengalaman mereka (LGBT Muslim) sebagai muslim diakui menurut inti semangat Islam yakni welas asih dan rasa hormat pada segala bentuk kemanusiaan” kata Groves.
Sebuah riset dari Pew Research Survey yang diterbitkan pada Agustus 2011 menemukan bahwa 39 persen Muslim-Amerika percaya bahwa homoseksualitas harus diterima oleh masyarakat. Lagi, ada dukungan besar untuk penerimaan sosial atas kelompok LGBT diantara warga AS. Muslim saat ini adalah sebuah pondasi dari komunitas LGBT. Muslim-Amerika telah memperkaya negara AS dengan inti ajaran Islam yang mengajarkan egalitarianisme, harkat kemanusiaan, welas asih dan keadilan sosial. (Gusti Bayu)
Sumber: hrc.org