Suarakita.org- Hakim Agung Kamar Pidana Mahkamah Agung Suriatmaja mengusulkan diadakannya rehabilitasi narkoba di seluruh lembaga pemasyarakatan karena sebagian besar penghuninya berurusan dengan masalah narkoba.
“Perlu ada lembaga pemasyarakatan narkotika, satu atap dengan proses rehabilitasi medis yang ditempatkan pada lembaga pemasyarakatan,” katanya saat diskusi yang bertajuk “Mungkinkah Rehabilitasi Pecandu Narkotika di Lembaga Pemasyarakatan” di Gedung Dewan Pers, Jakarta, Rabu (30/10).
Suriatmaja mengaku upaya tersebut belum sempat terealisasi dalam menyosialisasikan rehabilitasi bagi penyalah guna narkotika.
“MA sudah memberikan surat edaran nomor 11 yang berputar masalah paradigma penyalahgunaan narkotika yang hingga kini masih dikenakan pasal-pasal pengedar, jadi tidak bisa direhabilitasi,” kataya.
Dia mengimbau seharusnya kasus narkotika bukan dibuka di pengadilan, tetapi di tingkat penyidikan untuk mengetahui apakah yang bersangkutan merupakan penyalah guna atau pengedar.
Hal senada juga disampaikan Wakil Ketua Komisi IX DPR Nova Riyanti Yusuf yang berpendapat perlu diadakannya rehabilitasi narkotika di lapas.
“Sebanyak 70 persen penghuni lapas adalah pengguna narkotika. Ini sudah kelebihan kapasitas. Jadi kenapa tidak diadakan rehabilitasi di lapas,” katanya.
Usulan tersebut disambut Direktur Bina Kesehatan dan Perawatan Kesehatan Ditjen Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM, Marjoeki yang menyebutkan hanya sejumlah lapas yang difungsikan sebagai penanganan khusus narkotika.
“Ini sebuah harapan dari sebuah solusi karena di lapas itu pengguna dan bandar menjadi satu komunitas hitam putih yang harus dipisahkan,” katanya.
Marjoeki mengatakan kondisi lapas saat ini sangat minim. Dia menuturkan dari 154.000 lapas di seluruh Indonesia, hanya sekitar 102.000 yang layak huni.
Dia menambahkan, jumlah narapidana narkotika mencpai 58.476 orang, yang bisa dibedakan antara narapidana dengan pengguna yakni sekitar 15.200 orang, pengguna murni sekitar 2.000 orang, dan pengguna juga pengedar 13.200 orang.
“Dari 17 lapas khusus narkotika itu delapan di antaranya overcapacity, dengan SDM (sumber daya manusia) petugas yang terbatas juga ini jadi masalah,” katanya.
Dia menyebutkan perbandingan petugas dengan narapida, yakni 1 berbanding 50 hingga 1 berbanding 70, sehingga pengawasan tidak efektif.
Deputi Bidang Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional (BNN) Usman Suryakusuma menyetujui usulan tersebut karena menurut dia penyalah guna narkoba tidak bisa ditempatkan di lapas umum.
“Tidak bisa ditempatkan di lapas umum, nanti meledak seperti kasus Tanjung Gusta yang tidak sanggup menampung,” katanya.
Menurut Usman, usulan tersebut perlu dipertimbangkan karena di negara-negara ASEAN diwajibkan harus ada rehabilitasi narkotika di lapas.
Sumber : beritasatu.com