Suarakita.org – Ardhanary Institute mengadakan launching buku “Mendengarkan Suara Lesbian Indonesiaa” (MSB) dan diskusi pada 25 oktober 2013. Sri Agustine menceritakan proses produksi buku yang sudah dirancang sejak tahun 2010. Buku ini ditujukan untuk memperkaya literature yang bersifat akademik. Diharapkan bisa menambah literatur di berbagai universitas.
Aflina selaku moderator membuka wacana akan pentingnya mendengarkan suara lesbian. Disini Aflina menyakan kepada tamu akan pendapatnya tentang lesbian. Sri setiawati, peneliti di Sumatera barat dan anggota Koalisi Perempuan Indonesia sektor 15 mengatakan, buku MSBI bagian dari perjuangan. Terbukti dengan lebih coming out-nya organisasi Tunas Pelangi.
Mariana Amirudin, direktur Yayasan Jurnal Perempuan memaparkan teori Feminisme dan lesbianism. Dimana Mariana menceritakan feminisme gelombang ke-3. Disini tidak hanya membicarakan kesetaraan gender antara laki dan perempuan, namun turut membahas antara perempuan dengan perempuan. Mariana menambahkan, masyarakat berbasis nilai mencerminkan pandangan sempit antara laki-laki dengan perempuan. Mereka hanya menganggap perempuan pada kerangka perempuan. Dalam film Van Gogh, menceritakan sosok yang berbeda dan akhirnya memilih mati sebagai jalan keluar.
Filiana Purwanti, penulis The O Project mengangkat pembahasan Lesbianism dalam kerangka hak asasi manusia. Firly memaparkan, HAM sudah melekat ketika manusia lahir sedangkan hukum itu lahir dari kekuasaan. Dalam penulisannya tentang Alter Hovan, Firly menganalisa dengan teori hukum positive, dimana hukum lahir berdasarkan norma, agama.
Agustin menceritakan sejarah Indonesia akan organisasi perempuan yang lahir pada 1928. Namun masyarakat baru ‘ngeh di tahun 80-an ada problem gerakan perempuan di Indonesia. Agustine menyatakan gerakan lesbian dan gerakan perempuan berbeda. Saat Queer theory berkembang, lesbian dan gerakan perempuan menjadi 1. Namun lesbian harus punya organisasi sendiri,
Lini Zurliah bertanya tentang relasi homoseksual mengadopsi hubungan hetero, ada yang dikuasai dan berkuasa. Hal itu langsung di jawab oleh Mariana, bahwa tidak ada kaitan dengan relasi jender, tetapi ada urusan kekuasaan. Ada faktor di luar yang belum selesai diatasi. Mariana sendiri adalah seseorang yang sangat dominan untuk sebuah relasi. Lalu berusaha mengatasi diri sendiri dikarenakan dia adalah aktivis feminisme. Agustin tidak menyetujui dengan ko dengan butch dan fame mengadopsi konsep hetero. Itu adalah jender ekspresi (bagaimana tampil). Nilai-nilai dapat berlaku pada siapa saja, karena budaya patriarki masuk keseluruh manusia. (Rikky)