Suarakita.org- Jumlah pekerja perempuan di Taiwan termasuk tinggi, berada di antara 14 negara di Asia yang memiliki jumlah perempuan pekerja terbanyak selain Selandia Baru dan Australia. Ini pernah menjadi catatan buat MasterCard dalam laporannya. Mereka tidak ingin berhenti bekerja hanya karena menikah, hamil, lalu punya anak. Namun di sisi lain, mereka mendambakan sebuah keluarga.
Ini menjadi salah satu faktor pendorong sebagian besar dari mereka untuk menunda pernikahan dan punya anak. Mereka lalu memilih jalur aman, yakni membekukan sel telur.
Linn Kuo, berusia 34 tahun, salah seorang yang menjalani pembekuan sel telur sejak tiga tahun lalu. Alasannya, ia tidak yakin akan tetap subur di kemudian hari, sementara dia sangat ingin suatu hari nanti akan menikah dan menjadi seorang ibu.
Kuo, yang juga manajer di Cisco System Taiwan Ltd, sebenarnya mendapat pekerjaan yang sudah stabil dan bisa bekerja dari rumah. Sayangnya, kehidupan cintanya tidak seberuntung karier. Setelah ibunya meninggal dunia, ia menyadari bahwa di kemudian hari dia harus punya generasi penerus dan sesorang yang menjaga dirinya. Kuo lalu melakukan riset dan mengambil keputusan untuk menjalani pembekuan sel telur.
Lai Hsing-Hua, direktur klinik di e-Sstork Reproduction Centre di kota Hsinchu, mengatakan kebutuhan akan pembekuan sel telur di antara perempuan Taiwan meningkat tajam. Dalam satu bulan terakhir sudah ada lebih dari 100 permintaan.
Jumlah ini meningkat tajam dibanding lima tahun lalu, yang hanya terjadi 20 prosedur. Lalu pada tahun 2011 berjumlah 70, tahun lalu 50, dan dalam enam bulan pertama di 2013 sudah terjadi 40 permintaan.
Perkembangan teknologi juga menjadi salah satu faktor yang memungkinkan permintaan akan pembekuan sel telur ini meningkat. Padahal, biayanya cukup mahal, yakni 2.680 dollar AS atau sekitar Rp 26 juta.
Chen Fen-ling, profesor di National Taipei University, mengungkapkan tekanan sosial di sekitar membuat banyak perempuan Taiwan memilih menunda pernikahan dan membangun sebuah keluarga. Menurut Chen, perempuan punya dua tantangan besar: bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup, dan bekerja sebagai istri dan seorang ibu.
Inilah pertimbangan yang membuat perempuan berpikir berkali-kali sebelum menikah dan punya anak. Pada kenyataannya, Taiwan kemudian menjadi salah satu negara di Asia yang rendah tingkat kelahiran anaknya, selain Hongkong dan Singapura.
Sumber : kompas.com