Suarakita.org- Las Vegas 1976. Kita mulai mengenal sosok pianis Liberace dari mata seorang Scott Thorson (Matt Damon), seorang asisten dokter hewan. Dia begitu muda, cakep dan masih mencari diri. Seorang lelaki paruh baya langsung saja memperkenalkan diri sebagai Bob Black (Scott Bakula) yang belakangan kita ketahui adalah salah satu kawan pianis legendaris berpenampilan flamboyan Liberace.
Selanjutnya melalui sudut mata Thorson, kita bisa melihat kilatan bling-bling cincin-cincin dan batu permata yang menyelimuti jari-jari dan seluruh tubuh Liberace yang tengah memainkan piano di atas panggung. Melalui kisah Thorson pula kita segera melihat bagaimana Thorson dalam sekejap menjadi kekasih Liberace—atau panggilang sayangnya “Lee”—pianis yang saat itu sudah berusia 57 tahun, sementara Thorson yang kinyis-kinyis itu mengaku “saya juga menyukai perempuan,Lee.”
WÅ‚adziu ValentinoLiberace sendiri selama hidupnya selalu menyangkal bahwa dia gay dan selalu membanggakan kemenangannya menuntut sebuah suratkabar yang menyindir bahwa dia feminin dan memberi implikasi dia seorang homoseksual. Harus diingat, Liberace adalah lelaki kelahiran tahun 1920 dan melalui periode Amerika yang hipokrit dan represif terhadap kaum gay. Maka kita menyaksikan kehidupan Liberace yang eksentrik berdua-duaan dengan Thorson yang hidup tertutup di antara dinding istana Liberace yang megah, dengan tirai beludru, penuh ukiran emas dan potret dirinya di setiap dinding. Yang membuat hubungan mesra itu mulai terganggu adalah karena Lee menolak mereka bersosialisasi dengan orang lain sehingga Thorson merasa terpenjara. Konon, menurut Thorson, Liberace juga meminta Thorson menjalankan operasi plastik agar wajahnya menyerupai wajah Liberace di saat muda.
Tak ada yang bisa mengkonfimasi apakah benar Liberace pernah meminta Thorson melakukan operasi plastik agar wajahnya mirip Liberace muda. Yang jelas memang Lee sendiri, yang aslinya sudah gundul dan selalu mengenakan wig dan penisnya sudah mulai jadul dimakan usia itu, gemar melakukan operasi wajah dan implant penis. Bahwa kemudian Thorson menjalankan perubahan wajah yang akhirnya membuat dia ketagihan obat-obatan adalah kenyataan.
Film ini dibuat berdasarkan buku karya Scott Thorson yang dikenal selama ini di muka publik hanya dikenal sebagai bagian dari asisten/supir/sahabat Liberace beberapa tahun kehidupan terakhir hingga akhirnya mereka bubar. Penggemar Liberace akan mengenal Thorson yang sesekali muncul di atas panggung mengendarai mobil dengan seragam supir yang gemerlap. Di balik istana Liberace, Thorson yang bukan hanya dianggap sebagai kekasih, tetapi juga sebagai ‘anak angkat Liberace, akan meladeni sang gayek di tempat tidur. Sementara hubungan itu dirahasiakan dari publik, manajer Liberace bernama Seymour (Dan Aykroyd) sibuk menciptakan cerita kepada pers tentang pertunangan Liberace dengan aktris Sonja Henie.
Michael Douglas menampilkan seni peran berkelas: bukan hanya sebagai Liberace yang kenes, flamboyan, obsesif terhadap kemudaan dan kemegahan, tetapi Douglas juga betul-betul mempelajari gaya bicara Liberace, gaya bermain piano dengan jari-jari yang lentik dan senyumnya yang legit. Kita juga perlahan melihat bagaimana Douglas mampu menampilkan sang diva yang manipulatif dan penuh strategi saat dia mulai bosan dengan partnernya (untuk kemudian didepak dan diganti dengan lelaki yang lebih muda). Matt Damonjuga bersinar sebagai seorang lelaki desa yang muda, polos dan naif yang kemudian menjadi kekasih favorit yang akhirnya ditendang karena beratnya candu Thorson terhadap narkoba. Rob Lowe yang berperan sebagai dokter Jack Startz, ahli bedah plastik, tampil seperti sosok kartun: seorang dokter yang wajahnya juga menjadi korban utak-atik tangannya sendiri hingga dia berwajah mirip Michael Jackson.
“Apakah aku akan bisa menutup mataku?” tanya Liberace pada sang dokter menjelang operasi wajah.
“Tentu saja tidak,” kata dokter Startz sembari memandang Liberace dengan sepasang matanya yang juga sulit berkedip.
Soderbergh bukan hanya menyajikan drama. Dia mengirim humor yang pahit. Ejekan bagi kaum yang begitu obsesif dengan kemudaan dan kepalsuan (apakah itu heteroseksual atau homoseksual) hingga sudi mengoprek-ngoprek wajah hingga sulit dikenali keasliannya.
Sutradara Steven Soderbergh menampilkan berbagai sisi Liberace yang selama ini disimpan rapat di balik tembok istananya—yang sebetulnya sangat tidak mengejutkan untuk ukuran tahun 2013 di mana para selebriti Barat sudah mulai berterus terang tentang orientasi seks mereka. Tetapi film ini jelas bukan ingin ‘mengungkap’; melainkan menyusuri tahun-tahun terakhir Liberace dari mata Thorson hingga kematian sang pianis akibat AIDS.
Soderbergh berhasil membuat sebuah komentar sosial melalui kisah seorang Liberace yang memiliki ego berukuran XL, dibalut kostum dan musik tahun 1970-an. Semua dijahit dengan rapi, lengkap dengan visual dan warna yang mencolok, persis seperti kepribadian sang pianis.(Leila S.Chudori)
Sumber : Tempo.co
Cuplikan film : Behind Candelabra