Search
Close this search box.

new-poster-and-images-for-the-Korean-movie-Pluto_32Ourvoice.or.id- Sejauh mana Anda rela melakukan sesuatu demi diterima di universitas terkenal jika ini adalah satu-satunya tiket Anda menuju kesuksesan?

Film “Pluto”, yang diputar perdana di Korea Selatan minggu ini, bercerita mengenai sekelompok siswa di sekolah menengah atas elit yang rela melakukan apa saja untuk mengungguli pesaingnya.

Ditulis dan disutradarai oleh mantan guru Shin Su-won, film ini memiliki plot yang cenderung ekstrem: tokoh-tokoh film ini berada dalam tekanan untuk melakukan serangan brutal, pemerasan, bahkan pembunuhan.

Film ini bercerita mengenai remaja dari kelas menengah, June, yang dimainkan oleh David Lee, 19 tahun. June adalah murid sekolah asrama elit yang dikenal sanggup mengirim siswa-siswanya ke universitas terbaik. Meski telah bekerja keras dan berbakat, ia masih berada di peringkat bawah di kelasnya. Ini menjadi kerugian besar di sebuah lembaga pendidikan yang mengumumkan nilai tes ke seluruh murid.

Peringkat rendahnya berarti June tidak mendapat hak istimewa di sekolah, dan harus pindah ke asrama yang lebih kecil dan lebih tua dengan waktu tidur cepat. Saat ia bertemu Yu-jin (Sung June), seorang murid kaya kelahiran luar negeri dengan nilai tes tinggi, ia menganggapnya sebagai panutan dan jalan untuk menuju universitas impiannya. Namun Yu-jin ternyata adalah anggota sebuah perkumpulan rahasia yang suka melakukan kekerasan terhadap pesaing dan musuhnya. Ketika Yu-jin ditemukan tercekik hingga tewas, June menjadi tersangka utama.

Film ini tampaknya begitu mengena di Korea Selatan. Meski film ini beranggaran relatif rendah, 400 juta won, “Pluto” menarik banyak perhatian media setempat sejak peluncurannya di Busan International Film Festival tahun lalu.

“Pluto” mengambil judulnya dari nama planet kesembilan yang mengorbit mengelilingi Matahari. Namun planet kecil ini jatuh ke kategori yang lebih rendah dan dinyatakan bukan lagi planet, berdasarkan standar baru yang ditetapkan para astronom 2006 lalu. Dalam film, perlambang itu dipakai untuk menggambarkan lingkungan sekolah yang beracun, dengan patokan kesuksesan yang ditentukan secara tidak adil. Sistem pendidikan ini menciptakan dikotomi pemenang-pecundang yang menghargai siswa terpintar namun mengacuhkan siswa lainnya.

Sutradara Shin Su-won menegaskan ia berusaha tidak “terlalu menyederhanakan sisi jahat” dalam karakter yang digambarkannya. Kenyataan kehidupan sekolah lebih sederhana dan lebih kejam ketimbang apa yang tampak dalam film, ujarnya.

“Jika ada 30 murid di kelas, hanya 10 yang akan mendengar pelajaran, 20 lainnya akan menyerah,” ujar Shin soal pengalamannya menjadi guru sekolah menengah.

Sumber : WSJ

Cuplikan film ini Klik : Pluto