Search
Close this search box.
Gedung "Temple of Justice", Mahkamah Agung Amerika Serikat, Washington D.C.
Gedung “Temple of Justice”, Mahkamah Agung Amerika Serikat, Washington D.C.

Ourvoice.or.id- Putusan Mahkamah Agung AS terkait pernikahan sejenis dianggap sebagai “langkah historis” oleh mayoritas. Namun putusan itu tidak serta merta menjamin kesetaraan bagi kaum Homoseksual.

Bahkan sebelum Mahkamah Agung membacakan putusannya, lebih dari 1000 simpatisan sudah membanjiri halaman muka gedung “Temple of Justice” di Washington. Lirik bernada patriotik yang berasal dari lagu “America the Beautiful” terdengar sayup dan setiap kali bait pertama terdendang, massa berteriak lantang

Bait pertama lirik karangan Katherine L. Bates itu berbicara soal persaudaraan sebagai sebuah penyempurnaan, kesetaraan tanpa batas.

Maka keputusan sembilan hakim agung yang sepakat menggugurkan bagian terpenting dari “Defense of Marriage Act” karena dinilai mendiskriminasi pernikahan sejenis, menjadi semacam refleksi dari pesan tersebut.

Melanggar nilai kesetaraan
Undang-undang kontroversial itu dibuat pada masa kepresidenan Bill Clinton. Ia menjamin bantuan negara dan perlindungan hukum bagi pernikahan tradisional antara laki-laki dan perempuan, kecuali bagi kaum homo dan lesbian.

Supreme Court menilai Undang-undang itu melanggar nilai kesetaraan dalam konstitusi. Kini sekitar 100 regulasi pemerintah harus diamandemen untuk menjamin kesetaraan bagi pernikahan sejenis, dari urusan pajak, hak adopsi, sampai aturan jenguk di rumah sakit.

Putusan yang sama juga menggugurkan peraturan serupa di Kalifornia yang melarang pernikahan sejenis. California Proposition 8 yang muncul dari aksi protes penduduk, dinilai bertentangan dengan konsitusi.

Hakim Agung Anthony Kennedy kembali menjadi suara penentu dalam pembuatan keputusan. Pria yang diangkat oleh bekas Presiden Ronald Reagan ini menjadi suara ke-lima dari sembilan hakim yang terbagi rata antara kubu konservatif di bawah pengaruh Antonin Scalia dan Ruth Grinsburg yang mewakili kelompok demokrat.

Tidak sepenuhnya mengakhiri diskriminasi
David Gans, seorang pakar hukum di Washington Constitutional Accountability Center, menyebut putusan tersebut sebagai “kemenangan bagi nilai kesetaraan di dalam konstitusi, yang melindingi semua warga dari diskriminasi.” Menurutnya, Mahkamah Agung dengan putusannya menegaskan nilai kebebasan dan kesetaraan, serta menjamin hak yang sama bagi semua orang, “sebuah pengakuan bagi prinsip-prinsip konstitusi,” tandasnya.

Putusan tersebut juga disambut oleh Presiden Barack Obama. Menurutnya, lembaga tersebut meluruskan sesuatu yang keliru, “negara kita menjadi lebih baik,” katanya. Sang presiden bahkan menyempatkan berbicara dengan para penggugat melalui telepon.
Cuma Robert Schenk, Direktur LSM “Faith and Action” yang menyuarakan kecaman dari kubu konservatif, “kebenaran Alkitab tidak bisa diubah melalui putusan pengadilan,” katanya.

Kendati historis, putusan Mahkamah Agung tidak serta merta menjamin regulasi serupa di semua negara bagian. Sejauh ini pernikahan sejenis cuma dilindungi di 12 negara bagian dan di Washington DC. Putusan itu memang mengurangi ketidakpastian hukum bagi pernikahan sejenis, tapi tidak menghapusnya sama sekali.

Sumber : dw.de